Selasa, 13 Februari 2018

Perkembangan Pemikiran Filsafat






Periode filsafat merupakan sesuatu yang sangat penting dalam sejarah peradaban manusia karena pada periode tersebut terjadi perubahan pola pikir manusia seiring periode tersebut berlangsung. Filsafat berusaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang asal mula dan sifat dasar alam semesta tempat manusia hidup serta apa yang merupakan tujuan hidupnya.
filsafat bukanlah suatu disiplin ilmu, maka sesuai dengan definisinya, sejarah dan perkembangan filsafat tidak akan pernah habis untuk dibahas. Dalam perkembangannya filsafat akan terus berkembang seiring berkembangnya zaman sehinga melahirkan sebuah pemikiran-pemikiran yang baru di dunia.
B.       Rumusan Masalah
1.      Bagaimana perkembangan pemikiran filsafat pada zaman yunani kuno?
2.      Bagaimana perkembangan pemikiran filsafat pada zaman moderen?
3.      Bagaimana perkembangan pemikiran filsafat pada zaman post moderen?
C.      Tujuan penulisan
1.      Untuk mengetahui perkembangan pemikiran filsafat pada zaman yunani kuno.
2.      Untuk mengetahui perkembangan pemikiran filsafat pada zaman moderen.
3.      Untuk mengetahui perkembangan pemikiran filsafat pada zaman post moderen.
BAB II
PEMBAHASAN

A.      Perkembangan Pemikiran Zaman Yunani Kuno
Periode filsafat Yunani merupakan periode terpenting dalam sejarah peradaban manusia. Hal ini disebabkan karena pada saat itu terjadi perubahan pola pikir mitosentris menjadi logosentris. Pola pikir mitosntris adalah pola pikir yang sangat mengandalkan mitos untuk menjelaskan fenomena alam berserta kejadian alam yang lain. Pada saat itu, gempa bumi bukanlah suatu fenomena biasa melainkan suatu fenomena di mana Dewa Bumi yang sedang menggoyangkan kepalanya. Keluarnya orang Yunani dari kukungan mitologi dan mendapatkan dasar pengetahuan ilmiah merupakan titik awal manusia menggunakan rasio untuk meneliti dan sekaligus dan mempertanyakan dirinya dan alam jagad raya.
Pada periode ini muncullah filosof pertama yang mengkaji tentang asal usul alam  yaitu Thales (624-546 SM). Pada masa itu, Ia mengatakan bahwa asal alam adalah air karena unsur terpenting bagi setiap makhluk hidup adalah air. Air dapat berubah menjadi gas seperti uap dan benda padat seperti es, dan bumi ini juga berada di atas air.
Setelah Thales muncul Anaximandros (610-540SM) Anaximandros mencoba menjelaskan bahwa subtansi pertama itu bersifat kekal, tidak terbatas, dan meliputi segalanya unsur utama alam harus mencangkup segalanya yang dinamakan apeiron. Air harus meliputi segalanya, termasuk api yang merupakan lawannya. Padahal, tidak mungkin air menyingkirkan anasir api. Karena itu, Anaximandros tidak puas dengan penunjukan salah satu anasir sebagai prinsip alam, tetapi mencari yang lebih dalam, yaitu dzat yang tidak dapat diamati oleh panca indra.
Sedangkan Heraklitos berpendapat bahwa segala yang ada selalu berubah dan sedang menjadi. Ia mempercayai bahwa arche (asas yang pertama dari alam semesta) adalah api. Api dianggapnya sebagai lambang perubahan dan kesatuan. Api mempunyai sifat memusnahkan segala yang ada dan mengubah sesuatu tersebut menjadi abu atau asap. Sehingga Heraklitos menyimpulkan bahwa yang mendasar dalam alam semesta ini adalah bukan bahannya, melainkan aktor dan penyebabnya, yaitu api. Api adalah unsur yang paling asasi dalam alam karena api dapat mengeraskan adonan roti dan di sisi lain dapat melunakkan es. Artinya, api adalah sesuatu yang dapat menjadi pengubah seluruh isi alam semesta ini, sehingga api pantas dianggap sebagai simbol perubahan itu sendiri.[1]
Selain Heraclitos ada pula Permenides. Permenides lahir di kota Elea. Ia merupakan ahli filsuf yang pertama kali memikirkan tentang hakikat tentang ada. Menurut pendapat Permenides apa yang disebut sebagai realitas adalah bukan gerak dan perubahan. Yang ada itu ada, yang ada dapat hilang menjadi ada, yang tidak ada adalah tidak ada sehingga tidak dapat dipikirkan. Yang dapat dipikirkan hanyalah yang ada saja, yang tidak ada tidak dapat dipikirkan. Dengan demikian, yang ada itu satu, umum, tetap, dan tidak dapat di bagi-bagi karena membagi yang ada akan menimbulkan atau melahirkan banyak yang ada, dan itu tidak mungkin.
Benar tidaknya sesuatu dapat diukur dengan logika. Bentuk ekstrem pertanyaan itu ukuran kebenaran adalah manusia dari pandangan ini bahwa alam tidak bergerak, tetapi diam karena alam ini satu yatu ada dan ada ini satu. Gerakan alam yang terlihat, menurut Permenides sejatinya alam itu diam. Akibat dari pandangan ini kemudian muncul prinsip panteisme dalam memandang realitas.
Pythagoras (580-500SM) mengembalikan segala sesuatu kepada bilangan. Baginya tidak ada satupun yang dialam ini terlepas dari bilangan. Semua realitas dapat diukur dengan bilangan (kuantintas) bilangan adalah unsur utama dari alam dan sekaligus menjadi ukuran. Kesimpulan ini ditarik dari kenyataan bahwa realitas alam adalah harmoni antara bilangan dan gabungan antara dua hal yang berlawanan, seperti nada musik dapat dinikmati karna oktaf adalah hasil dari gabungan bilangan satu (bilangan ganji) dan dua adalah (bilangan genap).
Unsur-unsur bilangan itu adalah genap dan ganjil, terbatas dan tidak terbatas. Demikian juga seluruh jagat raya merupakan suatu harmoni yang mendamaikan hal-hal yang berlawanan. Artinya, segala sesuatu berdasarkan dan dapat dikembalikan pada bilangan jasa Pythagoras ini sangat besar dalam pengembangan ilmu, terutama ilmu pasti dan ilmu alam. Ilmu yang dikembangkan kemudian hari sampai hari ini sangat tergantung pada pendekatan matematika. Pythagoras menegaskan bahwa alam ditulis dalam bahasa matematika. Dalam filsafat ilmu, matematika, merupakan sarana ilmiyah yang terpenting dan akurat untuk melakukan pendekatan. Karena dengan matematikalah ilmu dapat diukur dengan benar dan akurat.
Setelah berakhirnya masa para filosof alam, maka muncul masa transisi, yakni penelitian terhadap alam tidak menjadi fokus utama, tetapi sudah mulai menjurus pada penyelidikan pada manusia. Filosof alam ternyata tidak dapat memberikan jawaban yang memuaskan, sehingga timbullah kaum Sofis. Tokoh utamanya adalah Protagoras (481-411SM). Ia menyatakan bahwa manusia adalah ukuran kebenaran. Pernyataan ini merupakan cikal bakal humanisme. Pertanyaan yang muncul adalah apakah yang dimaksudnya itu manusia individu atau manusia pada umumnya. Dua hal itu menimbulkan konsekuensi yang sungguh berbeda. Namun yang jelas ialah ia menyatakan bahwa kebenaran itu berfilsafat subjektif dan relatif. Akibatnya, tidak akan ada ukuran yang absolut dalam etika, metafisika, maupun agama. Bahkan teori matematika tidak di anggapnya mempunyai kebenaran yang absolut.
Tokoh lain dari kaum sofis adalah Gorgias (483-375SM), ia datang ke Athena pada tahun 427 SM dari Leontini. Menurutnya ada tiga proposisi: pertama, tidak ada yang ada, maksudnya realitas sebenarnya itu tidak ada. Pemikiran lebih baik tidak menyatakan apa-apa tentang realitas. Kedua, bila sesuatu itu ada ia tidak akan dapat diketahui. Ini disebabkan oleh penginderaan itu tidak dapat dipercaya, penginderaan itu sumber ilusi. Akal, tidak juga mampu meyakinkan kita bahwa semesta alam ini karna atau kita telah diperdaya oleh dilema subjektivitas. Dan ketiga, sekalipun realitas itu dapat kita ketahui, ia tidak dapat kita beritahukan kepada orang lain. Sikap skeptis Gorgias ini dianggap oleh sebagian filosof sebagai pandangan nihilisme yakni kebenaran itu tidak ada. Jadi, dia lebih ekstrim dibandingkan dengan Protagoras.
Pengaruh positif gerakan kaum sofis cukup terasa karena mereka membangkitkan semngat berfilsafat. Ilmu juga mendapat ruang yang sangat kondusif  dalam pemikiran kaum sofis karna mereka memberi ruang untuk berspekulasi dan sekaligus merelatifkan teori ilmu, sehingga muncul sintesa baru.
Namun, para filosof setelah kaum sofis dengan pandangan tersebut, seperti Socrates, Plato, dan Aristoteles. Mereka menolak relativisme kaum sofis. Menurut mereka, ada kebenaran objektif yang bergantung pada manusia. Socrates membuktikan adanya kebenaran objektif itu dengan menggunakan metode yang bersifat praktis dan di jalankan melalui percakapan-percakapan, sehingga metode yang digunakannya biasanya disebut metode dialog karena dialog mempunyai peranan penting dalam menggali kebenaran yang objektif. Contohnya, ketika dia ingin menemukan makna adil, dia bertanya kepada pedagang, prajurit, penguasa, dan guru. Dari semua penjelasan yang diberikan oleh semua lapisan masyarakat itu dapat ditarik sebuah benang merah yang bersifat universal tentang keadilan. Dari sinilah, menurut Socrates, kebenaran universal dapat ditemukan.
Socrates berpendapat bahwa ajaran dan kehidupan adalah satu dan tak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Oleh karna itu, dasar dari segala penelitian dan pembahasan adalah pengujian diri sendiri. Bagi Socrates, pengetahuan yang sangat berharga adalah pengetahuan tentang diri sendiri. Semboyan yang paling digemarinya adalah apa yang tertera pada kuil Delphi, yaitu “kenalilah dirimu sendiri”.
Zaman keemasan atau puncak dari filsafat Yunani Kuno atau Klasik, dicapai pada masa Sokrates (470 – 400 SM), Plato (428-348 SM) dan Aristoteles (384-322 SM). Sokrates  merupakan anak dari seorang pemahat Sophroniscos, ibunya bernama Phairmarete yang bekerja sebagai seorang bidan. Istrinya bernama Xantipe yang terkenal galak dan keras. Socrates adalah seorang guru. Setiap kali Socrates mengajarkan pengetahuannya, Socrates tidak pernah memungut bayaran kepada murid-muridnya. Oleh karena itulah, kaum sofis menuduh dirinya memberikan ajaran baru yang merusak moral dan menentang kepercayaan negara kepada para pemuda. Kemudian ia ditangkap dan dihukum mati dengan minum racun pada umur 70 tahun yakni pada tahun 399 SM. Pemikiran filsafatnya untuk menyelidiki manusia secara keseluruhan yaitu dengan menghargai nilai-nilai jasmaniah dan rohaniah yang keduanya tidak dapat dipisahkan karena dengan keterkaitan kedua hal tersebut banyak nilai yang dihasilkan.
Plato lahir di Athena, Ia belajar filsafat dari Socrates, Pythagoras, Heracleitos dan Parmenindes. Sebagai titik tolak pemikiran filsafatnya, ia mencoba menyelesaikan permasalahan  lama yakni mana yang benar yang berubah-ubah (Heracleitos) atau yang tetap (Parmenindes). Pengetahuan yang diperoleh lewat indera disebutnya sebagai pengetahuan indera dan pengetahuan yang diperoleh lewat akal disebutnya sebagai pengetahuan akal. Plato menerangkan bahwa manusia itu sesungguhnya berada dalam dua dunia yaitu dunia pengalaman yang bersifat tidak tetap dan dunia ide yang bersifat tetap. Dunia yang sesungguhnya atau dunia realitas adalah dunia ide. Menurut Plato ada beberapa masalah bagi manusia yang tidak pantas jika manusia tidak mengetahuinya, masalah tersebut adalah:[2]
a.       Manusia itu mempunyai Tuhan sebagai penciptanya.
b.      Tuhan itu mengetahui segala sesuatu yang diperbuat manusia
c.       Tuhan hanya dapat diketahui dengan cara negatif, tidak ada ayat, tidak ada anak dan lain-laian.
d.      Tuhanlah yang menjadikan alam ini dari tidak mempunyai peraturan menjadi memiliki peraturan yang di jadikan sebagai pedoman manusia didunia.
Sebagai puncak pemikiran filsafatnya adalah pemikiran tentang negara, yang tertera dalam Polites dan Nomoi. Konsepnya mengenai etika sama seperti Socrates yakni tujuan hidup manusia adalah hidup yang baik (eudaimonia atau well being). Menurut Plato di dalam negara yang ideal terdapat tiga golongan, antara lain:[3]
1.      Golongan yang tertinggi (para penjaga dan para filsuf).
2.      Golongan pembantu (prajurit yang bertugas untuk menjaga keamanan negara).
3.      Golongan rakyat biasa (petani, pedagang, dan tukang).
Plato mengemukakan bahwa tugas seorang negarawan adalah mencipta keselarasan semua keahlian dalam negara (polis) sehingga mewujudkan keseluruhan yang harmonis. Apabila suatu negara telah mempunyai undang-undang dasar maka bentuk pemerintahan yang tepat adalah monarki. Sementara itu, apabila suatu negara belum mempunyai undang-undang dasar, bentuk pemerintahan yang paling tepat adalah demokrasi. Filsafat Plato dikenal sebagai idealisme dalam hal ajarannya bahwa kenyataan itu tidak lain adalah proyeksi atau bayang-bayang bayangan dari suatu dunia ide yang abadi belaka dan oleh karena itu yang ada nyata adalah ide itu sendiri. Karya-karya lainnya dari Plato sangat dalam dan luas meliputi logika, epistemologi, antropologi metafisika, teologi, etika, estetika, politik, ontologi dan filsafat alam.
Sedangkan Aristoteles sebagai murid Plato, dalam banyak hal sering tidak setuju berlawanan dengan apa yang diperoleh dari gurunya (Plato). Aristoteles lahir di Stageira, Yunani Utara pada tahun 384 SM. Bagi Aristoteles ide bukanlah terletak dalam dunia abadi sebagaimana yang dikemukakan oleh Plato, tetapi justru terletak pada kenyataan atau benda-benda itu sendiri. Setiap benda mempunyai dua unsur yang tidak dapat dipisahkan, yaitu materi hyle dan bentuk morfe. Lebih jauh bahkan dikatakan bahwa ide tidak dapat dilepaskan atau dikatakan tanpa materi, sedangkan presentasi materi mestilah dengan bentuk. Dengan demikian maka bentuk-bentuk bertindak di dalam materi, artinya bentuk memberikan kenyataan kepada materi dan sekaligus adalah tujuan dari materi. Karya-karya Aristoteles meliputi logika, etika, politik, metafisika, psikologi, ilmu alam, Retorica dan poetika, politik dan ekonomi. Pemikiran-pemikirannya yang sistematis tersebut banyak menyumbang kepada perkembangan ilmu pengetahuan. Berikut ini beberapa pemikiran Aristoteles yang terdiri:[4]
a.       Ajarannya tentang logika yang memberikan suatu pengertian memuat dua golongan, yaitu substansi dan aksidensia. Dan dari dua golongan tersebut terurai menjadi sepuluh macam kategori, yaitu:
1.      Substansi (manusia, binatang).
2.      Kuantitas (dua, tiga).
3.      Kualitas (merah, baik).
4.      Relasi (rangkap, separuh).
5.      Tempat (di rumah, di pasar).
6.      Waktu (sekarang, besok).
7.      Keadaan (duduk, berjalan).
8.      Mempunyai (berpakaian, bersuami).
9.      Berbuat (memmbaca, menulis).
10.  Menderita (terpotong, tergilas). Sampai sekarang, Aristoteles dianggap sebagai Bapak logika tradisional.
b.      Ajaranya tentang sillogisme.
c.       Ajarannya tentang pengelompokkan ilmu pengetahuan. Aritoteles mengelompokkan ilmu pengetahuan menjadi tiga golongan.
d.      Ajarannya tentang potensia dan dinamika. Hule adalah suatu unsur yang menjadi permacaman. Sementara itu, morfe adalah unsur yang menjadi dasar kesatuan.
e.       Ajarannya tentang pengenalan.
f.       Ajarannya tentang etika.
g.      Ajarannya tentang negara.
B.        Perkembangan Pemikiran Filsafat Pada Zaman Moderen
Kelahiran dan perkembangan filsafat pada awal kelahirannya tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan (ilmu) pengetahuan yang munculnya pada masa peradaban kuno (masa Yunani) pada tahun 2000 SM Babylon yang hidup di lembah sungai Nil (Mesir) dan sungai Efrat, telah mengenal alat pengukur berat, table bilangan berpangkat, table perkalian dengan menggunakan sepuluh jari. Piramida yang merupakan salah satu keajaiban dunia itu, yang ternyata pembuatannya menggunakan geometri dan matematika, menunjukkan cara berpikirnya yang sudah tinggi. Selain itu merekapun sudah dapat mengadakan pengamatan benda-benda langit, baik bintang, bulan, matahari, sehingga dapat meramalkan gerhana bulan maupun gerhana matahari. Ternyata ilmu yang mereka pakai dewasa ini disebut astronomi. Di India dan Cina pada waktu itu telah ditemukan cara pembuatan kertas dan kompas sebagai petunjuk arah.
Belum diketahui batas jelas mengenai kapan dimulainya penghabisan abad pertengahan sulit ditentukan. Yang dapat ditentukan ialah bahwa abad pertengahan itu telah selesai tatkala datangnya zaman Renaisssance yang meliputi kurun waktu abad ke-15 dan ke-16. Abad pertengahan adalah abad ketika alam pikiran dikungkung oleh gereja. Dalam keadaan seperti itu kebebasan pemikiran amat sangat terbatas, perkembangan sains sulit terjadi, juga perkembangan filsafat, bahkan dikatakan manusia tidak mampu menemukan dirinya sendiri. Oleh karena itu, orang mulai mencari alternative. Di dalam perenungan mencari alternative itu orang teringat pada suatu zaman ketika peradaban begitu bebas, pemikiran tidak dikungkung, sains maju, yaitu zaman dan peradaban Yunani kuno. Usaha ini sebenarnya telah dimulai didalam karya orang-orang Italia di dalam kesusastraan, misalnya pada Petrarce (1304-1374) dan Boccaccio (1313-1375).[5]
Istilah Renaissance berasal dari bahasa Perancis. Dalam bahasa Latin berarti renasci berarti  lahir kembali rebirth. Istilah ini biasanya digunakan oleh sejarawan untuk menunjuk berbagai periode kebangkitan intelektual, khususnya yang terjadi di Eropa. Dan lebih khusus lagi di Italia, sepanjang abad ke-15 dan ke-16. Istilah ini mula-mula digunakan oleh seseorang sejarawan terkenal, Michelet dan dikembangkan oleh J. Burckhardt (1860) untuk konsep sejarah yang menunjuk kepada periode yang bersifat individualism, kebangkitan kebudayaan antik, penemuan dunia dan manusia, sebagai periode yang dilawankan dengan periode abad pertengahan. Karya filsafat pada abad ini sering disebut filsafat Renaissance.
Oleh sejarawan, istilah tersebut digunakan untuk menunjukkan berbagai periode kebangkitan intelektual, khususnya yang terjadi di Eropa. Dalam keadaan seperti itu kebebasan pemikiran amat dibatasi, sehingga perkembangan sains sulit terjadi, demikian pula filsafat tidak berkembang, bahkan dapat dikatakan bahwa manusia tidak mampu menemukan dirinya sendiri. Oleh karena itu, orang mulai mencari alternatif. Dalam perenungan mencari alternatif itulah orang teringat pada suatu zaman ketika peradaban begitu bebas dan maju, pemikiran tidak dikungkung, sehingga sains berkembang, yaitu zaman Yunani kuno. Pada zaman Yunani kuno tersebut orang melihat kemajuan kemanusiaan telah terjadi. Kondisi seperti itulah yang hendak dihidupkan kembali. Orang yang pertama menggunakan istilah tersebut adalah Jules Michelet, sejarawan Perancis  terkenal. Menurutnya, Renaissance ialah periode penemuan manusia dan dunia dan bukan senagai kebangkitan kembali yang merupakan permulaan kebangkitan modern. Bila dikaitkan dengan keadaan, Renaissence adalah masa antara zaman pertengahan dan zaman modern yang dapat dipandang sebagai masa peralihan, yang ditandai oleh sejumlah kekacauan dalam bidang pemikiran. Di satu pihak terdapat Astrologi, kepercayaan yang bersangkutan dengfan dunia hitam, perang-perang agama, dan sebagainya, dan di lain pihak muncul lah ilmu pengetahuan alam modern serta mulai berpengarunya suatu perasaan hidup baru. Pada saat itu muncul lah usaha-usaha penelitian yang lebih giat yang pada akhirnya memunculkan sains baru.[6]
Awal mula dari suatu masa baru ditandai oleh satu usaha besar dari Descartes (1596-1650) untuk memberikan kepada filsafat suatu bangunan yang baru dalam bidang filsafat, zaman Renaissance kurang menghasilkan karya penting bila dibandingkan dengan bidang seni dan sains. Namun, diantara perkembangan itu, terjadi pula perkembangan dalam bidang filsafat. Descartes sering disebut sebagai tokoh pertama filsafat modern.
Sejak itu dan juga telah dimunculkan sebelumnya, yaitu sejak permulaan Renaissance, sebenarnya individualisme dan humanisme telah dicanangkan. Descartes memperkuat idea-idea ini. Humanisme dan Indevidualisme merupakan ciri Renaissance yang penting. Humanisme adalah pandangan bahwa manusia mampu mengatur dunia dan dirinya. Ini suatu pandangan yang tidak menyenangkan orang orang yang beragama. Oleh karena itu, zaman ini sering juga disebut sebagai zaman Humanisme, maksudnya manusia diangkat dari abad pertangahan.
Ciri utama Renaissance ialah Humanisme, Individualisme, lepas dari agama (tidak mau diatur oleh agama), Empirisme, dan Rasionalisme. Filsafat berkembang bukan pada zaman Renaissance, melaunkan kelak pada zaman sesudahnya (zaman modern). Sains berkembang karena semangat dan hasil Empirisme itu. Agama Kristen semakin ditinggalkan, karena semangat Humanisme itu. Ini kelihatan dengan jelas kelak pada zaman modern. Pada zaman modern filsafat di dahului oleh zaman Renaissance. Ciri-ciri filsafat Renaissance ada pada filsafat modern. Tokoh pertama filsafat modern adalah Descartes. Yaitu menghidupkan kembali Rasionalisme Yunani, Individualisme, lepas dari pengaruh agama. Sekalipun demikian, para ahli lebih senang menyebut Descartes sebagai tokoh Rasionalisme.Pada zaman Renaissance ada banyak penemuan di bidang ilmu pengetahuan. Di antara tokoh-tokohnya adalah:[7]
1.      Nicolaus Copernicus (1473-1543)
Ia dilahirkan di Torun, Polandia dan belajar di Universitas Cracow. Walaupun ia tidak mengambil  studi astronomi, namun ia mempunyai koleksi buku-buku astronomi dan matematika. Ia sering disebut sebagai Founder of Astronomy. Ia mengembangkan teori bahwa matahari adalah pusat jagad raya dan Bumimempunyai dua macam gerak, yaitu : perputaran sehari-hari pada porosnya dan perputaran tahunan mengitari matahari. Teori itu disebut Heliocentric menggeser teori Ptolemaic. Ini adalah perkembangan besar, tetapi yang lebih penting adalah metode yang dipakai Copernicus, yaitu metode mencakup penelitian terhadap benda-benda langit dan kalkulasi matematik dari pergerakan benda-benda tersebut.
2.      Galileo Galilei (1564-1642)
Galileo Galilei adalah salah seorang penemu terbesar dibidang ilmu pengetahuan. Ia Menemukan bahwa sebuah peluru yang ditembakkan membuat suatu gerak parabola, bukan gerak horizontal yang kemudian berubah menjadi gerak vertical. Ia menerima pandangan bahwa matahari adalah pusat jagad raya. Dengan teleskopnya, ia mengamati jagad raya dan menemukan bahwa bintang Bimasakti terdiri dari bintang-bintang yang banyak sekali jumlahnya dan masing-masing berdiri sendiri. Selain itu, ia juga berhasil mengamati bentuk Venus dan menemukan beberapa satelit Jupiter.
3.      Francis Bacon (1561-1626)
Francis Bacon adalah seorang filosof dan plitikus Inggris. Ia belajar di Cambridge University dan kemudian menduduki jabatan penting dipemerintahan serta pernah terpilih menjadi anggota parlemen. Ia adalah pendukung penggunaan Scientific Methods, ia berpendapat bahwa pengakuan tentang pengetahuan pada zaman dahulu kebanyakan salah, tetapi ia percaya bahwa orang dapat mengungkapkan kebenaran dengan Inductive Methods, tetapi lebih dahulu harus membersihkan pikiran dari prasangka yang ia namakan idols arca. Bacon telah memberi kita pernyataan yang klasik tentang kesalahan-kesalahan berpikir dalam Idols of the Mind.
Pada masa Renaissance muncul aliran yang menetapkan kebenaran berpusat pada manusia, Yang kemudian disebut dengan Humanisme. Aliran ini lahir disebabkan oleh kekuasaan gereja yang telah menafikan berbagai penemuan manusia, bahkan dengan doktrin dan kekuasaan, gereja telah meredam para filosof dan ilmuwan yang dipandang dengan penemuan ilmiahnya telah mengingkari kitab suci yang selama ini diacu oleh kaum Kristiani.
Humanisme menurut Ali Syaryati, berkaitan dengan eksistensi manusia, bagian dari aliran filsafat yang menyatakan bahwa tujuan pokok dari segala sesuatu adalah kesempurnaan manusia. Aliran ini memandang bahwa manusia adalah makhluk mulia yang semua kebutuhan pokok diperuntukkan untuk memperbaiki spesiesnya. Ada empat aliran yang mengklaim sebagai bagian dari Humanisme, yaitu :[8]
1.      Liberalisme Barat
2.      Marxisme
3.      Esiktensialisme
4.      Agama
Liberalisme barat menyatakan diri sebagai pewaris asli filsafat dan peradaban. Humanisme Dalam sejarah dipandangnya sebagai aliran pemikiran peradaban yang dimulai dari Yunani kuno dan mencapai puncak kematangan kesempurnaan relative pada Eropa Modern.Teori Humanisme barat dibangun atas asas yang sama yang dimiliki oleh mitologi Yunani kuno bahwa antara langit dan bumi, alam dewa-dewa dan alam manusia, terdapat pertentangan dan pertarungan sampai-sampai muncul kebencian dan kedengkian antara keduanya. Para dewa adalah kekuatan yang memusuhi manusia. Seluruh perbuatan yang kesadarannya ditegakkan atas kekuasaannya yang lazim terhadap manusia yang dibelenggu oleh kelemahan dan kebodohannya. Hal ini dilakukan karena dewa-dewa takut menghadapi ancaman kesadaran, kebebasan, kemerdekaan, dan kepemimpinan manusia atas alam. Setiap manusia yang menempuh jalan ini dipandang telah melakukan dosa besar dan memberontak kepada dewa-dewa. Karena pemberontakkannya itu, manusia dihukum dengan berbagai siksaan yang amat kejam.
            Berdasarkan hal itu, pertempuran antara dewa-dewa dan manusia, pada dasarnya adalah pertempuran alam yang berlaku atas kehidupan, kehendak dan nasib manusia. Dengan kekuatan, kecerdasan, dan kesadarannya yang terus meningkat, manusia mencoba untuk membebaskan dirinya dari cengkraman kekuatan tersebut, agar dia bisa menentukan urusannya sendiri dan menjadi kekuatan paling berkuasa atas alam semesta ini. Artinya, ia bisa menjadi wakil zeus yang merupakan fenomena kekuasaan alam atas manusia.
            Kesalahan barat yang paling serius yang diatasnya ditegakkan bangunan Humanisme modern dunia mitologi Yunani kuno yang bergerak di seputar jiwa yang terbatas, alami dan fisikal, dan dunia spiritual yang sacral dalam pandangan agama-agama besar timur sekalipun ada perbedaan esensial antara keduanya sebagai dunia yang sama dan menganalogikan fenomena yang ada dalam hubungan manusia dengan Ahuramazda, Rhama, Tao, Yesus sang juru selamat, dengan hubungan manusia dengan zeus, bahkan mereka menyatakan adanya kesamaan antara keduanya. Padahal, mereka tahu bahwa kedua bentuk hubungan tersebut sepenuhnya berbanding terbalik.[9]
Pada mitologi Yunani Kuno pada terdapat bramateuf  yang menghadiahkan api ketuhanan kepada manusia, yang dicurinya dari pada dewa ketika mereka sedang tidur lelap, lalu dibawaknya kebumi. Bramateus memproleh siksaan keras akibat dosanya itu. Adapun dalam agama-agama terdapat malaikat besar, iblis, yang kemudian diusir dan dilaknat oleh tuhan,karena ia mengingkari perintah Allah dan tidak mau bersujud kepada Adam sebagaimana Malaikat lainnya.
Selanjutnya, api ketuhanan itu ditemukan dalam agama-agama dalam bentuk nur yang disebut dengan cahaya, hikmah atau dakwah dari langit yang dibawak oleh para utusan ilahi untuk disampaikan kepada manusia, dan seterusnya anak-cucu adam disuru untuk berkiprahdan berdakwah, takut (akan siksa ilahi) dan berharap agar mereka terbebas dari kegelapan menuju cahaya. Berbeda dengan zeus, dalam agama-agama, Tuhan berkhendak membebaskan manusia dari belenggu tersebut adalah mengikuti api bramateus.Itulah sebabnya, bila dalam pandangan Yunani Kuno yang memitoskan alam tersebut, humanisme mengambil bentuk sebagai penentang kekuasaan para dewa, yakni Tuhan-Tuhan alam dan sesembahan mereka. Berdasarkan itu hal itu, humanusme yunani berusaha untuk mencapai jati diri manusia dengan seluruh kebenciandengan tuhan pengingkarannya atas kekuasaannya serta memutuskan taliperhamban manusia dengan “langit”, ketika ketika ia menjadikan manusia sebagai penentu benar atau tidaknya suatu perbuatan, dan menentukan bahwa segala potensi keindahan itu terletak pada tubuh manusia.
Kosistensi humanisme seperti itu, manakala menampakkan dirinya di depan langit ia pun berubah sosoknya menjadi bercorak bumi dan menyimpang kearah materialisme atau pengagungan terhadap nilai-nilai materialis. Itu sebabnya, humanisme, dalam pandangan Barat sejak Yunani kuno hingga Eropa modern bermuara pada materialisme, dan menemukan nasibnya yang tercermin dalam liberalisasi sains, peradaban Borjuis barat, Marxisme timadur.
 Semua menyeret humanisme yang mengagungkan manusia di barat untuk memilih bentuk dengan posisi yang semakin meningkat penentangnya terhadap theisme, karena katolik abad pertengahan menjadi agama masehi yang dipandangnya sebagai agama mutlak, sebagai musuh humanisme, serta menciptakan pertarungan langit dan bumi yang juga ada pada metologi Yunai dan Romawi kuno. Akibatnya, manusia sejalan dengan interpretasi-interpretasi tentang Yunani dosa asal dan pengusiran manusia dari surga dinyatakan sebagai  mutlak yang dipaksa tunduk kepada kehendak tuhan dan tertindas di muka bumi, serta menyebutnya sebagai pendosa yang lemah dan terkutuk. yang memperoleh pengecualian dari komunitas manusia seperti itu hanyalah lapisan kaum pendekarvkarena pandang memiliki roh tuhan, dan bahwa satu-satunya jlan menuju kebahagian yang harus ditempuh orang lain adalah taklik buta kepada mereka, serta bergabung dalam lembaga resmi yang dikendalikan oleh suatu institusi formal yang mengatas namakan diri sebagai wakil tuhan dimuka bumi.
Metode berfikir seperti inilah yang menyebabkan theisme yang menjadi lawan humanisme, dan cara prealisasian kekuasaan tuhan ini, secara paksa, digerakan diatas mazhab yang menjadikan humanisme sebagai korbannya. Oleh karna itu, humanisme pada abad pertengahan betul-beul tertindas. Itulah sebabnya fenomena-fenomena abad pertengahan merupakan ungkapan dari lukisan-lukisan metafisik dan apa yang dibalik alam manusia: roh kudus, yesus kristus, malaikat, mukjizat, dan sebagainnya. Walupun disitu terlihat wajah manisnya, itu pasti wajah orang-orang suci. Itupun pasti dengan jubah yang menutup kepala hingga mata kaki, dan lazimnya merekapun tersembunyi demikian rupa, atau tenggelam dibalik cahaya malaikat. Inilah alasannya perhatian sepenuhnya dalam estitika yunani dicurahkan pada tubuh manusia, dan bangunan keindahan dipusatkan pada lekak-lekuk tubuh telanjang. Patung-patung dan lukisan yunani yang mengemukakan keindahan kepada manusia dan menjadikan puncak keindaha terletak pada tubuh telanjang, merupakan gaya yang muncul dari humanisme seperi itu. Oleh karna itu, seni di eropa mengenal unsur-unsur kemanusiaan.[10]
Kalau kita bisa mengatakan bahwa humanisme pasca renaissance di eropa modern merupakan kelanjutan dari humanisme yunani kuno, kitapun bisa mengatakan bahwa mazhab langit yang ada dalam agama masehi abad pertengahan juga merupakan kelanjutan dari mazhab langit dalam metologi yunani dan romawi kuno, baik yang ada pada abad pertengahan maupun abad modern sekarang ini.
Bagaimanapun, liberarisme barat yang borjuis maupun komunis, kedoa duanya mengklaim bahwa tercapainya pengembangan potensi-potensi manusia bisa dilakukan dengan cara pribadi dan kebebasan berfikir kepada manusia dalam penelitian ilmiyah, mengemukakan pendapat, dan produk-produk ekonomi. Adapun yang kedua mengklaim bahwa tujuan tersebut bisa tercapai dengan cara tidak mengakui kebebasan-kebebasan filsafat dan memasungnya dalam kepemimpinan diktator tunggal, yang di bantu kelompok tunggal, kemudian membentuk manusia dalam sosok yang sama pula.
Akan tetapi filsafat dan rekayasa manusianya persis sama dengan terkandung dalam filsafat borjuis-liberalis, yaitu meratanya borjuis pada seluruh bangunan masyarakat. Sebagaimana halnya dengan liberalisme barat borjuis yang mengklaim sebagai pewaris peradaban humanisme dalam sejarah, marxismepun mengklaim diri sebagai metode untuk merealisasikan humanisme dalam bentuk manusia sempurna. Eksistensialisme, mengajukan klaim lebih dari dua aliran sebelumnya, seperti yang terlihat dalam ucapan sartre, eksistensialisme adalah humanisme itu sendiri, dengan klaim seperti itu, otomatis eksistensialisme mempunyai hak yang lebih besar dari pada dua yang tersebut terdahul.
Mengingat semua agama menyatakan bahwa atas dakwahnya memberi petunjuk kepada manusia menuju kebahagiaan abadi, tidak bisa tidak, ia memilh filsafat tersendiri tentang manusia. Serba musthil berbicara tentang kebahagiaan manusia, sepanjang belum dijelaskan terlebih dahulu makna yang definitif tentang manusia.Dengan demikian, semua agama dimulai dengan filsafat pembentukan dan perekayasaan manusia. Berdasarkan hal itu, sejalan dengan pandangan berbagai aliran pemikiran tentang manusia yang berkembang dewasa ini, yang menganggap manusia sebagai jati diri atau sejenis itu, dan itu diklaim sesuai dengan pandangan aliran masing-masing.
Pemikiran filsafat dapat diupayakan lebih bersifat praktis, karena semakin pesatnya orang mngunakan metode induksi eksperimental dalam berbagai penelitian ilmiyah, akibatnya perkembangan pemikiran filsafat mulai tertinggal oleh perkembangan ilmu-ilmu alam kodrat (natural sciences). Rene Descartes (1596-1650) sebagai bapak filsafat modern yang berhasil melahrkan sebuah konsep dari perpaduan antara metode ilmu alam denganilmu filsafat.
Upaya ini dimaksudkan agar kebenaran dan kenyataan filsafat juga sebagai jelas dan terang. Pada abad ke-18, perkembangan pemikiran filsafat mengarah kepada filsafat ilmu pengetahuan, dimana pemikiran filsafat diisi dengan upaya manusia, bagaimana cara sarana apa yang dipakai untuk mencari kebenaran dan kenyataan.
Sebagai tokohnya George Berkeley (1685-1753), David Hume (1711-1776), J.Rousseaun (1722-1778). Dijerman muncul Cristian Wolft (1679-1754) dan Immanuel Kant (1724-1804), yang mengupayakan agar filsafat menjadi ilmu pengetahuan yang pasti dan berguna, yaitu dengan cara membentuk pengertian-pengertian yang jelas, bukti yang kuat. Pada abad ke-19, perkembangan pemikiran filsafat terpecah belah. Pemkiran filsafat pada saat itu telah mampu membentuk suatu kepribadian tiap-tiap bangsa dan pengertian dan caranya sendiri.Ada filsafat Amerika, Prancis, Inggris, Jerman, Tokoh-tokohnya adalah Hegel (1770-18311), Karl Marx (1818-1883), Augst Comte (1798-1857), JS.Mill (1806-1873), Jhon Dewey (1858-1952).
Demikian beberapa uraian tentang sejarah kelahiran filsaft secara umum.Dengan adanya ragam variasi model peikiran filsafat tersebut di maksudkan akan menciptakan suasana pikir generasi mendatang untuk lebih kritis. Terpacu dan terinspirasi untuk mengimplementasikan pemikiran filsafatyang kontekstual dengan perubahan zaman dimana ia tinggal. Karena hakikatnya berfikir secara mendalam sampai hakikat, atau berpikir secara global, menyeluruh, atau berpikir yang dilihat dari berbagai sudut pandang ilmu pengetahuan. Berfikir yang demikian ini sebagai upaya untuk dapat berpikir secara tepat dan benar serta dapat dipertanggung jawabkan.Dengan memahami konsep yang mendasari sejarah kelahiran masing-masing pemikiran filsafat, diharapkan dapat menjadikannya sebagai pandangan hidup, sebagai penjelmaan manusia secara total dan sentral sesuai dengan hakikat manusia sebagai makhluk modoalisme (manusia secara kodrat terdiri dari jiwa dan raga).[11]

C.      Perkembangan Pemikiran Filsafat Zaman Post Moderen
Perkembangan filsafat abad ke-20 juga ditandai oleh munculnya berbagai aliran filsafat, dan kebanyakan dari aliran filsafat itu merupakan kelanjutan dari aliran aliran filsafat yang telah berkembang pada abad Modern, seperti neokantianisme, neohegelianisme, neomarxisme, neopositivisme, dan lain sebagainya. Namun demikian ada juga aliran filsafat yang baru dengan ciri dan corak yang lain sama sekali, seperti fenomenologi, eksistensialisme, pragmatisme, strukturalisme, dan yang paling mutakhir adalah aliran Postmodernisme. Oleh karena banyaknya keterbatasan, maka dalam hal ini hanya dibicarakan beberapa aliran dan tokoh yang banyak pengaruhnya pada abad ke-20 ini.
            Tokoh utama fenomenologi, yaitu Edmund Husserl (Tahun 1859-1938) yang sekaligus juga pendirinya, ia banyak mempengaruhi pemikiran filsafat abad ke-20 ini secara amat spektakuler. Fenomenologi adalah ilmu pengetahuan (logos) tentang apa yang tampak (Yunani: Phainomenon). Dengan demikian fenomenologi adalah ilmu yang mempelajari apa yang menampakkan diri atau fenomenon . Fenomenon bagi Husserl adalah realitas sendiri yang tampak, tidak ada selubung atau tirai yang memisahkan subjek dengan realitas, sehingga realitas itu sendiri yang tampak bagi subjek. Husserl dengan pandangannya tentang fenomenon ini, mengadakan semacam revolusi dalam filsafat Barat. Karena sejak Descartes, bahwa kesadaran selalu dimengerti sebagai kesadaran tertutup atau cogito tertutup, artinya bahwa kesadaran mengenal diri sendiri dan hanya melalui jalan jalan itu mengenal realitas. Sebaliknya Husserl berpendapat bahwa kesadaran terarah pada realitas atau kesadaran bersifat intensional sebetulnya sama artinya dengan mengatakan realitas menampakkan diri.
            Eksistensialisme dan fenomenologi merupakan dua gerakan yang sangat erat dan menunjukkan pemberontakan tambahan terhadap metode-metode dan pandangan pandangan filsafat Barat. Istilah eksistensialisme tidak menunjukkan suatu sistem filsafat secara khusus. Meskipun terdapat perbedaan-perbedaan yang besar antara para pengikut aliran ini, namun terdapat tema-tema yang sama sebagai ciri khas aliran ini yang tampak pada para penganutnya. Aliran Eksistensialisme mengidentifikasi ciri-cirinya adalah sebagai berikut:[12]
1.      Eksistensialisme adalah pemberontakan dan protes terhadap rasionalisme dan masyarakat Modern, khususnya terhadap idealisme Hegel.
2.      Eksistensialisme adalah suatu protes atas nama individualis terhadap konsep-konsep filsafat akademis yang jauh dari kehidupan konkrit.
3.      Eksistensialisme juga merupakan pemberontakan terhadap alam yang impersonal (tanpa kepribadian) dari zaman industri Modern dan teknologi, serta gerakan masa. Oleh sebab itu masyarakat industri cenderung untuk seseorang kepada mesin.
4.      Eksistensialisme merupakan protes terhadap gerakan-gerakan totaliter, baik gerakan fisis, komunis, yang cenderung menghancurkan atau menenggelamkan perorangan dalam kolektif atau massa. Eksistensialisme menekankan situasi manusia dan prospek (harapan) manusia di dunia.
5.      Eksistensialisme menekankan keunikan dan kedudukan pertama eksistensi, pengalaman kesadaran yang dalam dan langsung.
Salah seorang tokoh eksistensialisme yang populer adaah Jean Paul Sartre (Tahun 1905-1980), ia membedakan rasio dialektis dengan rasio analitis. Rasio analitis dijalankan dalam ilmu pengetahuan. Rasio dialektis harus digunakan, jika berpikir tentang manusia, sejarah dan kehidupan sosial. Rasio terakhir ini bersifat dialektis, karena terdapat identitas dialektis antara Ada dan pengetahuan. Rasio ini dialektis, karena objek yang diselidikinya bersifat dialektis, dan juga karena ditentukan oleh tempatnya dalam sejarah.
Aliran filsafat eksistensialisme yang menjadi mode berfilsafat pada pertengahan abad ke-20 mendapat reaksi dari aliran strukturalisme. Jika aliran eksistensialisme menekankan pada peranan individu, maka aliran strukturalisme justru melihat manusia terkungkung dalam berbagai struktur dalam kehidupannya. Secara garis besar ada dua pengertian pokok yang sangat erat kaitannya dengan strukturalisme sebagai aliran filsafat.
Pertama, strukturalisme adalah metode atau metodologi yang digunakan untuk mempelajari ilmu-ilmu kemanusiaan dengan bertitik tolak dari prinsip-prinsip lingustik yang dirintis oleh Ferdinand de Saussure. Ilmu-ilmu kemanusiaan di sini dimaksudkan sebagai ilmu-ilmu yang dalam terminologi Dilthey disebut Geisteswissenschaften yang dibedakan dengan ilmu-ilmu pengetahuan alam atau Naturwissenschaften.
Kedua, struturalisme merupakan aliran filsafat yang hendak memahamimasalah yang muncul dalam sejarah filsafat.  Metodologi struktural di sini dipakai untuk membahas tentang manusia, sejarah, kebudayaan, serta hubungan antara kebudayaan dan alam, yaitu dengan membuka secara sistematik struktur-struktur yang lebih luas dalam kesusastraan dan dalam pola-pola psikologik tak sadar yang menggerakkan tindakan manusia.
Para strukturalis filosofis yang menerapkan prinsip-prinsip strukturalisme linguistik dalam berfilsafat bereaksi terhadap aliran filsafat fenomenologi dan eksistensialisme yang melihat manusia dari sudut pandangan yang subjektif. Para penganut aliran strukturalisme ini memilki corak yang beragam, namun demikian mereka memiliki kesamaan, yaitu: penolakan terhadap prioritas kesadaran. Bagi mereka manusia tidak lagi merupakan titik pusat yang otonom, manusia tidak lagi menciptakan sistem, melinkan takluk pada sistem.[13]
Tokoh berpengaruh dalam aliran filsafat strukturalisme, yaitu Michel Foucault (Tahun 1926-1984). Kesudahan manusia sudah dekat, itulah pendirian Foucault yang sudah terkenal tentang kematian manusia. Maksud Foucault bukannya bahwa nanti tidak ada manusia lagi, melainkan bahwa akan hilang konsep manusia sebagai suatu kategori istimewa dalam pikiran manusia. Manusia akan kehilangan tempatnya yang sentral dalam bidang pengetahuan dan dalam kultur seluruhnya.
Di abad ke-20 ada aliran filsafat yang pengaruhnya dalam dunia praksis cukup besar, yaitu aliran filsafat Pragmatisme. Pragmatisme merupakan gerakan filsafat Amerika yang menjadi terkenal selama satu abad terakhir. Aliran filsafat ini merupakan suatu sikap, metode dan filsafat yang memakai akibat-akibat praktis dari pikiran dan kepercayaan sebagai ukuran untuk menetapkan nilai kebenaran. Kelompok pragmatis bersikap kritis terhadap sistem-sistem filsafat sebelumnya seperti bentuk-bentuk aliran materialisme, idealisme, dan realisme. Mereka mengatakan bahwa pada masa lalu filsafat telah keliru karena mencari hal-hal mutlak, yang ultimate, esensi-esensi abadi, substansi, prinsip yang tetap dan sistem kelompok empiris, dunia yang berubah serta problema-problemanya, dan alam sebagai sesuatu dan manusia tidak dapat melangkah keluar daripadanya.
Salah satu tokoh Pragmatisme adalah William James (Tahun 1842-1910), berpandangan bahwa pikirannya sendiri sebagai kelanjutan empirisme Inggris, namun empirismenya bukan merupakan upaya untuk menyusun kenyataan berdasar atas fakta lepas sebagai hasil pengamatan. James membedakan dua macam bentuk pengetahuan, yaitu:[14]
1.      Pengetahuan yang langsung diperoleh dengan jalan pengamatan.
2.      Pengetahuan merupakan tidak langsung yang diperoleh dengan melalui pengertian.
Kebenaran itu suatu proses, suatu idea dapat menjadi benar apabila didukung oleh peristiwa-peristiwa sebagai akibat atau buah dari idea itu. Oleh karena kebenaran itu hanya satu yang potensial, baru setelah verifikasi praktis berdasarkan hasil atau buah pikiran, maka kebenaran potensial menjadi real. Postmodernisme sebagai trend dari suatu pemikiran yang sangat populer pada penghujung abad ke-20 ini merambah ke berbagai bidang dan disiplin filsafat serta ilmu pengetahuan. Istilah Postmodern telah digunakan dalam demikian banyak bidang dengan meriah dan hiruk-pikkuk. Kemeriahan ini menyebabkan setiap referensi kepadanya mengandung resiko dicap sebagai ikut mengabadikan mode intelektual yang dangkal dan kosong.
Pada awalnya Postmodernisme lahir sebagai reaksi terhadap kegagalan Modernisme. Filsafat dalam Modernisme memang berpusat pada Epistemologi yang bersabda pada gagasan tentang subjektivitas dan objektivitas murni yang satu sama lain terpisah dan tak saling berkaitan. Tugas pokok filsafat adalah mencari fondasi segala pengetahuan Fondasionalisme, dan tugas pokok subjek adalah merepresentasikan kenyataan objektif Representasionalisme. Dengan demikian klaim-klaim dari kaum Posmodernis tentang berakhirnya Modernisme biasanya dimaksudkan untuk menunjukkan berakhirnya anggapan Modern tentang subjek dan dunia objektif.
Wacana Postmodern menjadi populer setelah Francois Lyotard Tahun 1924 menerbitkan bukunya The Postmodern Condition: A Report on Knowldge  Modernitas menurut Lyotard ditandai oleh kisah-kisah besar yang mempunyai fungsi mengarahkan serta menjiwai masyarakat Modern, mirip dengan mitos-mitos yang mendasari masyarakat primitive dulu. Seperti halnya dengan mitos dalam masyarakat primitive, kisah-kisah besar pun melegitimasi institusi-institusi serta praktek-praktek social politik, sistem hukum serta moral, dan seluruh cara berpikir. Namun berbeda dengan mitos-mitos, kisah-kisah besar itu tidak mencari legitimasi dalam suatu peristiwa yang terjadi pada awal mula seperti penciptaan oleh dewa-dewa melainkan dalam suatu masa depan, dalam suatu idea yang harus diwujudkan . Salah satu contoh kisah besar yang berusaha mewujudkan idea seperti itu adalah emansipasi progresif dan rasio serta kebebasan dalam liberalisme politik.[15]



BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Dalam perkembangan pemikiran filsafat terus mengalami perkembangan pemikirannya semenjak zaman yunani kuno yang merubah pemikiran orang yunani yang semula mitosentris menjadi logosentris menggunakan rasio untuk meneliti sekaligus mempertanyakan dirinya. Berbagai pemikiran filsafat terus berkembang yang dilanjutkan dengan kemunculan kaum sofis sampai pada saat filsafat mengalami puncak kejayaannya pada masa yunani klasik.
Pada masa perkembangan pemikiran fisafat moderen perkembangan ilmu sangatlah terbatas kerena pada masa ini perkembngan ilmu pengetahuan sangat dipengaruhi oleh kekuasan gereja sehingga pada masa ini para filosof berusaha untuk melepaskan diri dari tekanan gereja, dan pada masa ini pula muncul berbagai aliran moderen yang sangat berpengaruh pada masa itu.
Perkembangan filsafat post moderen ditandai dengan munculnya berbagai aliran filsafat, dan kebanyakan dari aliran filsafat itu merupakan kelanjutan dari aliran aliran filsafat yang telah berkembang pada abad Modern, seperti neokantianisme, neohegelianisme, neomarxisme, neopositivisme, dan lain sebagainya. Namun demikian ada juga aliran filsafat yang baru dengan ciri dan corak yang lain sama sekali, seperti fenomenologi, eksistensialisme, pragmatisme, strukturalisme, dan yang paling mutakhir adalah aliran Postmodernisme.
B.   Saran
Tiada gading yang tak retak karena sesungguhnya kesempurnaan itu hanya milik allah semata dan segala kekurangan itu semuanya berasal dari kami semata. Saran dan masukan sangat kami butuhkan untuk lebih maju kedepannya.





                                                     Daftar Pustaka
Hadi, Muhdafir. Epistimologi dalam Filsafat Pengetahuan, Yogyakarta: Kansius,1997.
Muhdhafar, Ali. Filsafat Ilmu.Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 1996.
Muhdhafir, Noeng. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Rake Sarasin, 2001.



[1] Muhdafir Hadi. Epistimologi dalam Filsafat Pengetahuan, (Yogyakarta: Kansius,1997), hl .34.
[2]Ali Muhdhafar. Filsafat Ilmu.(Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 1996), hl.27.
[3] Hadi. Epistimologi, hl. 40.
[4] Hadi. Epistimologi, hl.43.
[5] Noeng Muhdhafir, Filsafat Ilmu. (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2001), hl.52
[6] Hadi. Epistimologi, hl.56.
[7] Muhdhafar. Filsafat Ilmu,hl.60.
[8] Muhdhafir, Filsafat Ilmu, hl.62.
[9] Hadi. Epistimologi, hl.64.
[10] Muhdhafar,filsafat ilmu, hl.66.
[11] Hadi,Epistimologi Dalam Pemikiran Filsafat, hl.72.
[12] Muhdhafar, Filsafat Ilmu,hl.69.
[13]Muhdafir, Filsafat Ilmu, hl.75.
[14] Hadi, Epistimologi Dalam Filsafat Pengetahuan,hl.72.
[15] Muhdafir, Filsafat Ilmu, hl.74.

0 komentar:

Posting Komentar