A. Latar Belakang
Dalam aplikasinya
aspek-aspek ilmu kalam merupakan sebuah
pemikiran manusia yang wacana-wacananya dihasilkan oleh aliran kalam
seperti halnya aliran pemikiran keislaman yang konstruktif. Diskursus ketuhanan
yang menyentuh persoalan-persoalan ril manusia yang kurang mendapat perhatian
dari ilmu kalam yang banyak disoroti didalam aspek kehidupan.
Pembahasan Ilmu Kalam dalam
aspek-aspek kehidupan dihadapkan pada barbagai macam gerakan pemikiran-pemikiran
besar yang semuanya itu dapat dijadikan sebagai gambaran bahwa agama Islam
telah hadir sebagai pelopor munculnya pemikiran-pemikiran yang hingga sekarang
semuanya itu dapat dijumpai hampir diseluruh dunia. Hal ini juga dapat dijadikan
alasan bahwa Islam sebagimana di jumpai dalam sejarah dunia, bukanlah sesempit
yang dipahami pada umumnya, karena Islam bersumber pada Al-Qu’ran dan As-Sunnah
dapat dapat menghubungkan agama dan masyarakat dalam aspek-aspek kehidupan.
Dalam setiap
aspek-aspek kehidupan yang muncul di kalangan umat Islam bukanlah masalah
teologi, melainkan persolaan di bidang politik, hal ini di dasari dengan
fakta sejarah yang menunjukkan bahwa, titik awal munculnya persolan pertama ini
di tandai dengan lahirnya kelompok-kelompok dari kaum muslimin yang telah
terpecah yang kesemuanya itu di awali dengan persoalan politik yang kemudian
memunculkan kelompok-kelompok dengan berbagai Aliran teologi dan berbagai
pendapat-pendapat yang berbeda-beda dalam segi aplikasi dan penerapannya.
B.
Rumusan Makalah
1.
Apa pengertian aspek-aspek ilmu kalam?
2.
Bagaimama kekuranagan aplikasi ilmu
kalam dalam kehidupan?
PEMBAHASAN
A. Pengertian Aspek-Aspek
Ilmu Kalam
a. Aspek Epistemologi
Epistemologi berasal dari bahasa Yunani, episteme yang artinya pengetahuan dan
logos artinya diskursus yang merupakan
cabang dari aspek ilmu kalam yang berkaitan dengan teori pengetahuan.Epistemologi mempelajari tentang
hakikat dari pengetahuan, justifikasi, dan rasionalitas keyakinan. Banyak
perdebatan dalam epistemologi berpusat pada analisis ilmu kalam yang terkait dengan
hakikat dari pengetahuan dan bagaimana hal tersebut berkaitan dengan
konsep-konsep seperti kebenaran, keyakinan, dan justifikasi,dan juga berbagai
masalah skeptisisme berserta sumber-sumbernya dalam
sebuah ruang lingkup pengetahuan atas keyakinan sebagai kriteria dalam
pengetahuan dan justifikasi ilmu kalam.
Epistimologi dalam ilmu kalam adalah cara yang
digunakan oleh para pemuka aliran kalam dalam menyelsaikan persoalan kalam
ketika menafsirkan al-qur’an yang dalam konteksnya disesuailkan dengan sudut
pandang tertentu, penafsiran-penafsiran teologis yang telah mendekati Al-Qur’an
secara atomistik dan parsial serta yang melingkupi konteks kesejarahan
dan kesusastraannya.
b.
Aspek
Ontologi
Menurut bahasa Ontologi berasal dari bahasa
Yunani yaitu On atau Ontos yang berati ada dan Logos yang berati ilmu. Jadi ontologi
adalah ilmu tentang yang ada. Sedangkan menurut istilah Ontologi adalah ilmu
yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate realita baik yang
terbentuk dalam aspek-aspek kehidupan dalam pembahasan ilmu
kalam.
Ilmu Kalam mencangkup diskursus aliran-aliran kalam
yang ada pada persoalan-persoalan ketuhanan dan yang berkaitan dengannya, yang
berkesan samar dan persoalan-persoalan yang terjadi dalam kehidupan
manusia.
c.
Aspek
Aksiologi
Aksiologi
berasal dari kata Yunani
yaitu axion berati nilai dan logos berati teori, yang berarti
teori tentang nilai. Menurut istilah Aksiologi adalah nilai suatu yang dimiliki
manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai dalam
realita kehidupan yang menjadi pembahasan dalam suatu ilmu kalam. [1]
Pada
aspek aksiologi ilmu kalam
menyangkut pada kegunaan ilmu itu sendiri dalam menyingkapi hakikat kebenaran
yang terjadi dalam realita-rialita kehidupanyang tidak terlepas oleh
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologiberdasarkan perkembangan zaman.
B. Kekurangan
Aplikasi Aspek-Aspek Ilmu Kalam
a.
Aspek
Epistemologi
Epistemologi pada
pembahasan ini cara yang digunakan para pemuka aliran kalam dalam meyelesaikan
persoalan- persoalan kalam, terutama
cara penafsiran Al-Qu’ran. Kritikan terhadap terhadap aspek ini
dikemukakan oleh taufiq adnan amal dan syamsul rizal pangabean.berrikut asdalah
pendapat menurut keduanya
Amal dan Pangambean melihat
bahwa penafsiran- penafsiran teologis umumnya telah mendekati Al-Qu’ran secara
atomistik dan parsial serta terlepas dari konteks kesejahteraan dan
kesusastraannya, demi membela sudut pandang tertentu. Pemaksaan gagasan-gagasan
asing ke dalam Al-Qu’ran juga merupakan gejala mewabah didalamnya, seperti
halnya berbedanya cara pandang yang ada didalamnya mengenai keabsaan Al-Qu’ran.[2]
Dalam hal ini golongan
asy’ariah percaya bahwa Al-Qu’ran atau kalam allah itu abadi (qadim) Al-Qu’ran
merupakan perintah tuhan dan kata kretif kun adamerupakan seluruh bentuk sifat
kata yamg abadi. Untuk menjelaskan ini golongan asy’ariah merujuk pada firman
allah berikut ini.
إنَّمَآ أَمْرُهُۥٓ إِذَآ أَرَادَ شَيْـًٔا أَن يَقُولَ لَهُۥ كُن فَيَكُونُ
Terjemahannya :”Sesunggunya urusannya apabila dia menhendaki sesuatu dia hanya berkata
kepadanya “jadilah”maka terjadilah sesuatu”.(Qs.Yasin:25)
Menurut golongan asy’ariah
ayat di atas menunjukan adanya perintah kreatif dan perkataan kreatif kun
mendahului segala yang ada di alam. Di samping itu allah swt berfirman:
وَمِنْ ءَايٰتِهِۦٓ أَن تَقُومَ السَّمَآءُ وَالْأَرْضُ بِأَمْرِهِۦ ۚ ثُمَّ إِذَا دَعَاكُمْ دَعْوَةً مِّنَ الْأَرْضِ
إِذَآ أَنتُمْ تَخْرُجُونَ
Terjemahnya :”Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah berdirinya langit dan
bumi dengan iradat-Nya. Kemudian apabila Dia memanggil kamu sekali panggil dari
bumi, seketika itu (juga) kamu keluar (dari kubur)”.(Qs.Ar-Rum:25)
Ayat-ayat yang di rujuk
tersebut menjelaskan maksud untk menegaskan kemaha kuasaan tuhan sebagai
pencipta dan pemelihara alam semesta. Ayat ini telah di belokan maknanya oleh
golongan asy’ariah untuk mendukung gagasan keabadian Al-Qu’ran sebagai
tanggapan terhadap pandangan kalangan muntazilah. Teori golongan asy’ariah
teori keabadian Al-Qu’ran dalam kenyataannya senada dan berada di bawah
pengaruh teori-teori teolog Kristen dan pengikut aliran stoa tentang
logos.perintah tuhan dan kata kreatif logos di jelmakan serta diberi kekuasaan
untuk menciptakan dan memelihara yang telah di ciptakan.selanjutnya logos satu
hal identik dengan tuhan dan dalam hal lainnya berbeda dengan tuhan .akan
tetapi kedua duanya kekal abadi dengan tuhan. Kata kretif tuhan disebut memra
dalam teologi yahudi dan oknum kedua dalam ajaran trinitas Kristen.
Adnan dan Rijal melihat
bahwa penafsiran golongan asy’ariah merupakan tanggapan dalam kebutuhan
sejarah,yaitu membela sudut pandang golongan ahlisunnah.penafsiran tersebut
tidak di curahkan dalam Al-Qu’ran,tetapi lebih merupakan pemaksaan
gagasan-gagasan asing ke dalamnya.itulah sebabnya ayat itu di rujuk untuk
membela pandangan mereka dilepaskan dari konteks sastra dan konteks sejarah
yang kemudian di abaikan contoh tentang gagasan asing telah dipaksakan ke dalam
Al-Qu’ran dapat dilihat dalam paparan mengenai kebangkitan manusia di
akhirat.dikalangan ahlisunnah, terdapat keyakinan yang kut mengenai kebankitan
fisik di akhirat.keyakinan semacam ini yang diperoleh melui pemahaman harfiah
akan ayat-ayat ukhrawi Al-Qu’ran yang sulit diterima kaum fisluf. Oleh karena
itu semua ditafsirkan secara alegoris .
Kritik serupa dikemukakan oleh Muhamad Husein Adz-Dzarabi yang
berpendapat bahwa ada kecenderungan pemuka-pemuka aliran kalam yang mencocokkan
Al-Qu’ran denagan pandangan madzhabnya.mereka menafsirkan dengan jalan
pemikiaran dan keinginannya serta nenakwilkan Al-Qu’ran berbeda dengan pendapat
madzhabnya sehingga berlawanan dan bertentangan dengan madzhab serta
kepercayaannya. Mereka berusaha keras untuk mempertahankan dan menyebarluaskan
madzhabnya dengan menggunakan berbagai penafsiran yang cenderung menyimpang
makna dari firman allah.[3]
Aliran kalam yang
banyak mendapat sorotan Adz-Dzahabi adalah khawariz muntazilah, dan syiah yang
dipandang banyak menakwilkan Al-Qu’ran secara tidak proposional dan
menyimpangkan makna sebenarnya dalam rangka mendukung prinsip dan kebenarannya.
Contohnya penafsiran golongan khawarizj dalam firman allah :
إِنَّا أَنْزَلْنَا التَّوْرَاةَ فِيهَا هُدًى وَنُورٌ
ۚ يَحْكُمُ بِهَا النَّبِيُّونَ الَّذِينَ أَسْلَمُوا
لِلَّذِينَ هَادُوا وَالرَّبَّانِيُّونَ وَالْأَحْبَارُ بِمَا اسْتُحْفِظُوا مِنْ كِتَابِ
اللَّهِ وَكَانُوا عَلَيْهِ شُهَدَاءَ ۚ فَلَا تَخْشَوُا النَّاسَ وَاخْشَوْنِ وَلَا تَشْتَرُوا
بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلًا ۚ وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ
Terjemahnya :”Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada)
petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan perkara
orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh
orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka
diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi
terhadapnya. Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah
kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa
yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah
orang-orang yang kafir”.(Qs.Al-Maidah:44)
Tanpa menyebutkan
alasannya Adz-Dzahabi menjelaskan bahwa para pemuka khawariz berusaha
menafsirkan ayat di atas sesuai dengan pendapat madzhabnya, yaitu yaitu bahwa
setiap orang yang melakukan dosa besar berati telah melakikan keputusan hukum
selain dengan hukuman yang di turunkan allah.[4]contoh
lain adalah penafsiran Al-Qu’ran oleh tokoh-tokoh muntazilah terhadap firman
allah:
وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَّاضِرَة() إِلَىٰ رَبِّهَا نَاظِرَةٌ
Terjemahnya :“Dan wajah-wajah
(orang-orang Mukmin) pada hari itu berseri-seri.”(Qs. Al-Qiyamah:22-23)
Tokoh-tokoh muntazilah
menakwilkan ayat diatas sesuai denagan pendapatnya, yaitu ketidak munggkinan
allah dapat dilihat diakhirat kelak.dengan penakwilan nadhira dari arti
sebenarnya ,yaitu melihatnya dengan kepala sendiri.
Contoh penafsiran lain yang dilakukan
kelompok muntazilah dan dianggap menyimpang oleh adz-dzahabi adalah penafsiran
terhadap firman allah:
وَرُسُلًا قَدْ قَصَصْنَٰهُمْ عَلَيْكَ مِن قَبْلُ وَرُسُلًا لَّمْ نَقْصُصْهُمْ
عَلَيْكَ وَكَلَّمَ ٱللَّهُ مُوسَىٰ تَكْلِيمًا
Terjemanya : ”Dan (kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan
tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan
tentang mereka kepadamu. Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung”.(Qs.an-nissa:164)
Agar tidak bertentangan
dengan pendapat tentang sifat allah “al-kalam” mereka menjelaskan bahwa kallama
berasal dari kata al-kalim yang berati luka
Agar tidak bertentangan pendapat tentang
sifat allah “al-kalam” tokoh-tokoh muntazilah menjelaskan bahwa kata kallama
berasal dari kata al-kalim yang barati luka (al-jahr).oleh karena itu makna
ayat tersebut adalah allah melukai musa dengan kuku-kuku ujian dan cobaan
hidup. Pendapat ini sebagaimana disebutkan Adz-Dzahabi terdapat dalam Kalam
Tafsir Al-Kasysyaf Karya Az-Zamakhari juz 1 halaman 397-398.[5]
Contoh penyimpangan
syiah dan dipandang menyimpang oleh Ad-Dzahabi adalah apa yang dilakukan Hasan
Asykari ketika menafsirkan firman allah:
وَإِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ ۖ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ الرَّحْمَٰنُ الرَّحِيمُۖ
Terjemahnya :”Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia
Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”.(Qs.Al-Baqarah:163)
Al-asykari mengatakan
bahwa kata ar-rahman berati maha pemurah kepada hamba-hambanya yang beriman
dari kalangan (syiah) keluarga muhamad saw.allah memperkenakan mereka untuk
melakukan taqiyah. Mereka memperlihatkan kesetiaaan kepada para kekasih allah
dan siap melawan musuhnya apabila mereka mampu melukainya atau bersikap diam
apabila mereka mereka lemah.
Mananggapi penafsiran
diatas, Adz-Dzahabi menjelaskan penyimpangan yang dilakukan Al-Asykari didorong
oleh prinsip ajaran taqiyah yang dinut oleh paham syiah imamiah. Adz-Dzahabi lebih
melihat bahwa penafsiran diatas bernuansa politik.meskipun masih perlu di
kritik kembali tuduhan-tuduhan Adz-Dzahabi diatas cukup menggambarkan bahwa
dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qu’ran, para pemuka aliran kalam terkesan
“memaksakan”menafsirkan Al-Qu’ran sesuai dengan ajaran yang mereka anut. Dalam
bahasa Amin Abdullah tiap-tiap aliran kalammemanfaatkan untuk tidak
memanfaatkan untuk tidak mengatakan eksploitasi ayat-ayat atau hadis-hadis yang
sesuai dengan alur pandangan yang menguntungkan masing-masing. Semua argumen
berserta dalil-dalil penguatnya yang muncul didorong untuk memenangkan aliran atau
golongan yang diinginkan dan didukung oleh golongan pengusaha atau kelompok
tertentu.esensi dan subtansi ketuhanan dan keberagaman menjadi dinomorduakan
bahkan nyaris terlupakan.
Berkaitan dengan kritik
yang ditunjukan pada epistemologi ilmu kalam, Muhamad Iqbal melihat adanya
anomali (penyimpangan) yang melekat pada literature ilmu kalam klasik. Teologi
asy’ariah menggunakan cara dan pola pikir yunani untuk mempertahankan dan
mendefinisikan ortodoksi islam .mutazilah sebaliknya terlalu jauh bersandar
pada akal, yang akibatnya tidak menyadari bahwa dalam wilayah pengetahuan
agama, pemisahan antara pemilkiran keagamaan dari pengalaman konkret merupakan
kesalahan besar.
Dengan meninjau ulang
adanya anomali-anomali yang melekat pada rancang bangun epistemologi ilmu
kalam, dapat dapat disimpulkan secara tentatif bahwa ilmu kalam dapat
disimpulkan bahwa ilmu kalam dapat dikembangkan dan diperbaharui sesuai dengan
tuntutan perkembangan zaman yang searah dengan kehidupan manusia sebagai
aplikasinya dalam aspek-aspek kehidupan.[6]
b.
Aspek
Ontologi
Diskursus ilmu kalam
tidak hanya menyentuh persoalan kehidupan manusia, persoalan tersebut adlah
sesuatu yang terjadi pada masa lampau dan berbeda dengan masa sekarang dengan
demikian ilmu kalam dapat memecahkan aspek-aspek kehidupan manusia kekinian, Falzul
Rahman (1929-1982) berupaya mereformulasi lagi hakikat ilmi kalam dan
memperluas dirkursus-dirkirsusnya. Teologi atau berteologi, harus dapat
menumbuhkan moralitas atau sistem atika untuk membimbing dan menanamkan
dalamdiri manusia agar memiliki tanggung jawab moral, yang dalam Al-Qu’ran
disebut takwa. Secara pasti, teologi islam merupakan usaha konstektual yang
memberi penuturan yang koheren yang sesuai dengan isi yang ada dalam Al-Qu’ran.
Teologi harus memiliki kegunaan dalam agama apabila teologi itu fungsional
dalam kehidupan agama.
Dalam perspektif
perkembangan masyarakat modern islam harus mampu meletakakan landasan pemecahan
dalam aspek-aspek kehidupan. Teologi yang fungsional adalah teologi yang
memenuhi aspek-aspek tersebut, sekaligus menunjukan jalan keluar terhadap
berbagai persoalan empiris kehidupan.
Teologi islam dan kalam
saat ini adalah sebuah teologi yang berdialog dengan realitas dan perkembangan
pemikiran yang berjalan saat ini. Telaah masa islam diperbolehkan hanya sekedar
untuk memenuhi rasa kuirositas manusia.dan sedangkan teologi islam kontenporer
yang diakinatkan oleh perubahan sosial yang dibawa oleh kemajuan ilmu dan
teknologi, yang ditegaskan bahwa ilmu kalam klasik berdialog dengan pemikiran
dan bergaul dengan format pemikiran dan epistemologi yunani (hellenisme),
teologi islam atau kalam moderen harus bersentuhan dengan pemikiran dan
falsafah barat moderen karena falsafah barat kontemporer di bentuk dan diilhami
oleh arus perubahan dan arus perkembangan iptek.
Diantara diskursus ilmu
kalam yang menjadi bahan sorotan tajam para pemikir kontemporer adalah
konstruksi ilmu kalam ala Asy’ariyah,
yaitu konsepsi mereka tentang hukum kausalitas. Sebagaimana
diketahui oleh para peminat studi ilmu kalam Asy’ariyah, yang kemudian dikokohkan oleh
Al-Ghazali bahwa kausalitas tidak cocok dengan realita keilmuan yang berkembang
dewasa ini. Pemikiran kausalitas ilmu kalam Asy’ariyah tidak kondusif untuk menumbuhkan etos kerja
keilmuan, baik dalam wilayah ilmu-ilmu keagaman maupun humanior.
c.
Aspek
Aksiologi
Kritikan yang
dialamatkan pada aspek aksiologi
ilmu kalam menyangkut pada kegunaan ilmu itu sendiri dalam menyingkap
hakikat kebenaran. Al-Ghazali tidak serta merta menolak ilmu kalam, tetapi
menggaris bawahi keterbatasan- keterbatasan ilmu ini sehingga menyimpulkan ilmu
initidak dapat mengantarkan manusia untuk mendekati Tuhan. Hanya kehidupan
sufilah yang dapat mengantarkan seseorang dekat dengan Tuhan. Alasan itulah
yang menjadikan Ibn Taimiyah dengan penuh semangat menganjurkan kaum muslimin
untuk menjauhi ilmu kalam seperti halnya orang menjauhi singa.
Bertolak dari
kelemahan-kelemahan ilmu kalam di atas, tampaknya dekonstruksi terhadap ilmu
kalam ini merupakan sebuah keniscayaan. Dekonstruksi tidak hanya berarti
membongkar konstruksi yang sudah ada. Tujuan dekonstruksi adalah melakukan
demitologisasi konsep atau pandangan-pandangan yang ada, yang telah menjadi
teks sakral dan mitos keilmuan dalam dunia Islam.
Ahmad Hanafi melihat
perlunya pergeseran paradigma dari yang bercorak tradisional, yang bersandar
pada paradigma logika-metafisika (dialektika
kata-kata), ke arah teologi yang mendasarkan pada paradigma empiris (dialektika
sosial politik). teologi bukan mempelajari tentang Tuhan semata, tetapi menjadi
ilmu kalam (ilmu tentang analisis kalam atau ucapan semata dan juga sebagai
konteks ucapan, yang berkaitan dengan pengertian yang mengacu pada iman). Jadi, teologi juga bisa diartikan dengan antropologi dan hermeneutika, teologi berarti suatu
teori pemahaman tentang proses wahyu dari huruf sampai ke tingkat kenyataan,
dari logos ke praktis, dan juga
transformatika wahyu dari pikiran Tuhan kedalam kehidupan manusia. Untuk itu
perlu keasadaran historis yang menetukan keaslian teks dan tingkat
kepastiannya; kesadaran eidetik yang menjelaskan makna teks menjadi rasional
dan kesadaran paktis yang menggunakan makna tersebut sebagai dasar teoritik
bagi tindakan dan mengantarkan wahyu pada tujuan akhir dalam kehidupan manusia
di dunia.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Epistemologi berasal dari bahasa
Yunani, episteme yang
artinya pengetahuan dan logos artinya
diskursus yang merupakan cabang dari aspek ilmu kalam yang berkaitan dengan
teori pengetahuan. Epistimologi dalam ilmu kalam adalah
cara yang digunakan oleh para pemuka aliran kalam dalam menyelsaikan persoalan
kalam.
Menurut bahasa Ontologi berasal dari bahasa
Yunani yaitu On atau Ontos yang berati ada dan Logos yang berati ilmu. Jadi ontologi
adalah ilmu tentang yang ada. Sedangkan menurut istilah Ontologi adalah ilmu
yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate realita baik
yang terbentuk dalam aspek-aspek kehidupan dalam pembahasan ilmu
kalam.
Aksiologi berasal dari
kata Yunani
yaitu axion berati nilai dan logos berati teori, yang berarti
teori tentang nilai. Menurut istilah Aksiologi adalah nilai suatu yang dimiliki
manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai dalam
realita kehidupan yang menjadi pembahasan dalam suatu ilmu kalam.
Kekurangan studi kritis
terhadap ilmu kalam dari aspek estimologilnya:
1.
Penafsiran-penafsiran teologis umumnya
telah mendekati Al-Qu’ran secara atomistik dan parisal serta terlepas dari
konteks sejarahan dan kesusastraannya demi membela sudut pandang tertentu.
2.
Ada kecenderungan pemuka-pemuka aliran
kalam yang mencocokkan Al-Qu’ran dengan pandangan madzhabnya, yaitu menafsirkan
Al-Qu’ran sesuai dengan jalan pikiran dan keinginannya serta menakwilkan ayat
yang berbeda sesuai dengan pandangan madzhabnya sehingga tidak Nampak
berlawanan dan bertentangan dengan madzhab kepercayaannya.
3.
Ada anomali (penyimpangan) lain yang
melekat pada litenatur ilmu kalam klasik.
Kekurangan studi kritis
terhadap ilmu kalam dari aspek ontologinya:
Diskursus
aliran- aliran kalam yang berkisar persoaalan ketuhanan yang terkesan jauh dari
persoalan-persoalan kehidupan manusia.
Kekurangan studi kritis terhadap ilmu kalam
dari aspek aksiologinya:
1.
Ilmu kalam tidak mengantarkan manusia
mendekati tuhan, tetapi hanya kehidupan sufi yang mengantarkan seseorang dekat
dengan tuhan.
2.
Obyek penelaaahan dan penelitian akal
pikiran manusia pada dasarnya adalah sifat-sifat dasar dari segala macam
fenomena yang ditemui dalam kehidupan, dari penelitian sifat-sifat dasar
tersebut akaln ditemukan hukum sebab dan akibat yang melatarbelakanginya.
Diluar wilayah itu akal pikiran tidak dapat menembusnya.
C. SaranTiada gading yang tak retak karena sesungguhnya makalah ini masih banyak kekurangannya, kritik dan saran sangat kami butuhkan untuk lebih baik kedepannya.dan saya berharap makalah ini dapat manjadi referensi bagi para pembacanya.
DAFTAR
PUSTAKA
Ismail
Fuad Farid dan Mutawalli Abdul Hamid, Berfilsaf Itu Gampang (Yogyakarta:Diva
Press,2017)
Amal
Taufiq Adnan dan Panggambean Syamsul Rizal, Tafsir
dan Konstektual Al-Qu’ran(Bandung:Mizan,1989)
Adz-Dzahabi
Muhamad Husein, penyimpangan-penyimpangan
dalam penafsiran Al-Qu’ran, (Jakarta :Rajawali Press,1978)
Rozak
Abdul dan Anwar Rohison,ilmu kalam,(bandung:pustaka
setia 2013),
[1] Fuad Farid Ismail dan Abdul Hamid Mutawalli, Berfilsaf Itu Gampang (Yogyakarta:Diva
Press,2017)hl.170
[2] Taufiq Adnan Amal dan Syamsul
Rizal Panggambean , Tafsir dan
Konstektual Al-Qu’ran(Bandung:Mizan,1989)hl.18
[3] Muhamad Husein Adz-Dzahabi, Penyimpangan-Penyimpangan Dalam Penafsiran Al-Qu’ran,
(Jakarta :Rajawali Press,1978)hl53
[4] Adz-Dzahabi, Penyimpangan-Penyimpangan Dalam Penafsiran,hl.80
[5] Adz-Dzahabi, Penyimpangan-Penyimpangan Dalam Penafsiran,hl.81-82
[6] Abdul Rozak dan Rohison Anwar,ilmu kalam,(bandung:pustaka setia
2013),hl.243
0 komentar:
Posting Komentar