Jumat, 22 Februari 2019

PROFIL PONDOK PESANTREN DI INDONESIA


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Eksitensi pondok pesantren tidak dapat di pisahkan dari kehidupan umat islam di indonesia. Pesantren dikenal luas oleh masyarakat indonesia bersamaan dengan masuknya islam kewilayah nusantara, oleh karena itu eksitensi dan perkembangannya menjadi bagian penting dalam sejarah perjalanan masyarakat islam di indonesia sebagai ssebuah lembaga yang membawa pengaruh besar diindonesia.
Sejarah panjang pesantren di indonesia telah menumbuhkan ragam aktivitas atau kegiatan yang berkembang di pesantren mulai dari kiprah pesantren sebagai sebuah lembaga dari ssebagian sistmpendidikan nasional, pengembangan masyarakat, hingga progam kekinian yang bertautan engan pendidian nasional.
B.       Rumusan Masalah
1.      Apa pengertiaan lembaga dan pesantren?
2.      Bagaimana profil lembaga pesantren di indonesia?
C.      Tujuan dan Manfaat
1.      Untuk mengetahui pengertiaan lembaga dan pesantren.
2.      Untuk mengaplikasi profil lembaga pesantren di indonesia.











BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Lembaga dan Pesantren
Lembaga adalah institusi atau pranata yang di dalamnya terdapat seperangkat hubungan norma-norma, nilai-nilai, dan keyakinan-keyakinan yang nyata dan berpusat kepada berbagai kebutuhan sosial serta serangkaian tindakan yang penting dan berulang. Secara etimologi, lembaga adalah asal sesuatu, acuan, sesuatu, sesuatu yang memberi bentuk pada yang lain, badan atau organisasi yang bertujuan mengadakan suatu penelitian keilmuan atau melakukan sesuatu usaha. Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa lembaga mengandung dua arti yaitu pengertian secara fisik, materil, kongkrit, dan pengertian secara non-fisik, non materil dan abstrak.[1]
Menurut Macmillan pengertian lembaga adalah seperangkat hubungan norma-norma, keyakinan-keyakinan, dan nilai-nilai nyata, yang terpusat pada kebutuhan sosial dan serangkaian tindakan yang penting dan berulang. Menurut Hendropuspito pengertian lembaga adalah bentuk lain organisasi yang tersusun secara tetap dari pola-pola kelakuan, peranan-peranan dan relasi sebagai cara yang mengikat guna tercapainya kebutuhan-kebutuhan sosial dasar. sedangkan menurut Kartodiharjo pengertian lembaga adalah instrument yang mengatur hubungan antar individu. Lembaga juga berarti seperangkat ketentuan yang mengatur masyarakat yang telah mendefinisikan bentuk aktifitas yang dapat dilakukan oleh pihak tertentu terhadap pihak lainnya, hak istimewa yang telah diberikan serta tanggungjawab yang harus dilakukan.
Pesantren secara etomologi berasal dari akar kata santri yang kemudian mendapat imbuhan diawal menggunakan “pe” dan akhiran menggunakan “n” menjadi pesantren yaitu asrama tempat santri atau murid-murid untuk belajar mengaji. kata santri yang merupakan akar kata dari kata pesanten yang merupankan istilah yang berkembang di Jawa dan Madura yang di gunakan untuk menyebut orang-orang yang menimba ilmu di lembaga agama pendidikan islam tradisional.
di lihat dari segi etimologi ada beberapa pendapat mengenai asal mula asal pesantren. menurut Robbson pesantren berasal dari bahasa Tamil yakni sattiri yang memiliki arti orang yang tinggal di sebuah rumah miskin atau bangunan umum. menurut C.C. Berg pesantren berasal dari bahasa India shastia yang berate buku-buku suci atau buku-buku agama.
Menurut Abu Hamid pesantren berasal dari bahasa Sansekerta yang memperoleh dimensi pengertian tersendiri dalam bahasa Indonesia. kata tersebut berasal dari kata sant yang berati orang baik dan tra yang berati menolong, sedangkan pesantren adalah suatau tempat untuk membina seseorang menjadi lebih baik.
Pendapat lainya menurut Nurcholis Madjid bahwa asal mula kata pesantren berasal dari bahasa Sansekerta dan bahasa Jawa, dari pendapat pertama tersebut diambil akar katanya dari bahasa sansekerta shastri yang berati melek huruf, sedangkan pendapat yang kedua kata santri berasal dari bahasa Jawa cantrik yang artinya seseorang yang mengabdi pada seorang guru. dalam pengertian tersebut terdapat pola relasi antara guru-cantrik sehingga dalam evolusi selanjutnya istilah tersebut berubqah menjadi guru-santri, karena guru masih bermakna luas kemudian digunakan kata kyai sehingga dalam perkembangan selanjutnya dikenal dengan istilah kyai-santri.[2]
B.       Profil Lembaga Pesantren Di Indonesia
a.         Sejarah Pondok Pesantren
Pesantren merupakan lembaga pendidikan dan pengajaran islam tertua di indonesia yang masih belum bisa dipastikan kapan sejarah awal berdirinya. Menurut Karel A. Steenbrik  dan Martin Van Bruinessen pesantren merupakan lembaga pendidikan yang diadopsi dari negara lain. Menurut Karel A. Steenbrik pesantren adalah lembaga pendidikan yang berasal dari India dan hal tersebut diperkuat dengan adanya alasan terminologi dan adanya alasan persamaan bentuk seperti beberapa istilah yang digunakan, diantaranya adalah mengaji dan pondok yang telah lazaim sejak dulu.
Dilihat dari bentuk pendidikan yang ada dipesantren, pesantren telah mengadopsi sistem dan pengajaran hindu dan budha  yang telah tersebar di Jawa pada awal kedatangannya, dengan adanya penyerahan tanah milik negara untuk kepentingan agama, pengajaran yang didalamnya murni hanya ilmu-ilmu agama, kyai yang tidak pernah mendapatkan gaji, serta letak pesntren yang jauh dari keramaian kota.
Di posisi lain Martin Van Bruinessen berpendapat bahwa pesantren berasal dari arab, yang merujuk pada tradisi kitab kuning yang tersebar luas diseluruh nusantara pada zaman dahulu, lebih lanjut Martin Van Bruinessen menuliskan:
“Tradisi kitab kuning jelas bukan dari indonesia semua kitab klasik yang dipelajari berasa dari arab, dan sebagian besar ditulis sebelum islam tersebar luas di Indonesia. Demikian juga syarah atas teks kitab klasik yang bukan berasal dari indonesia (meskipun jumlah syarah yang ditulis ulam indonesia makin banyak). Bahkan, pergeseran perhatian utama dalam tradisi tersebut sejalan dengan pergeseran serupa yang terjadi disebagian bersar pusat dunia islam. Sejumlah kitab yang di pelajari relatif baru, tetapi tidak ditulis di Indonesia, melainkan di Makkah dan Madinah (meskipun pengarangnya orang Idonesia itu sendiri)”
Selain bukti dari adanya kitab kuning bukti lainnya berupa persamaan pendidikan yang ada di Timur Tengah berupa madrasah dan zawiah, yang mana lembaga pendidikan tersebut merupakan tempat belajar calon ulama termasuk yang dari indonesia, sehingga ketika kembali ketanah airnya pola pendidikan tersebut diterapkan dan dikembangkan didaerahnya masing-masing.
Setelah ditemukan adanya catatan Nurcholish Madjid, semua pendapat dari Karel A. Steenbrik  dan Martin Van Bruinessen tidak dapat diterima dengan adanya empat istilah yag dominan yang dominan dipakai di pesantren seperti santri, kyai, ngaji, dan jenggot, yang merupakan istilah yang berasal dari bahasa jawa. Kata santri berasal dari kata “cantrik” adalah seseorang yang mengikuti kemana saja guru itu pergi, sedangkan kyai adalah sebuah kata yang didalamnya mengandung unsur penghormatan terhadap orang yang lebih tua.
Istilah lainya yang dominan digunakan adalah ngaji yag berasal dari kata “aji” yang berati terhormat dan mahal, kata ini kemudian dirangkai dengan kata kitab akrirnya menjadi ngaji kitab yang berati orang yang mempelajari karya para ulama zaman dahulu, dalam istilah ini juga dikenal dengan istilah jenggoti atau disebut dengan manai karena tulisan yang diterjemahkan ditulis menggantung seperti janggut. Penggunaan istilah jawa tersebut menunjukan bahwa pesantren merupakan lembaga pendidikan khas Indonesia yang pada awalnya hanya berkembang di Jawa dan pada selanjutnya pesanren kemudian berkembang di daerah luar Jawa.
Sementara itu tradisi kitab kuning yang telah berkembang dinusantara tidak bisa dijadikan rujukan bahwa pesantren berasal dari arab, karena menurut Mahmud Yunus kitab kuning yang ada di Indonesia  baru ada sekitar tahun 1900-an karena pada zaman dulu percetakan belum dikenal secara luas didunia islam di nusantara dan beberapa kitab yang ada dipesantren tidak seluruhnya karangan dari ulama timur tengah atau arab, bahkan kitab tersebut merupakan karangan dari ulama nusantara seperti syeikh Ahmad Khotib  al-Minagkabawi, syeikh nawawi al-Bantani, dan syeikh al-Banjari.
Pengaruh tradisi hindu dan budha pada pendidikan pesantren tidak cukup kuat untuk membuktikan bahwa pendidikan pesantren berasal dari ajaran hindu dan budha, karena tradisi pesantren sangat berhati-hati terhadap singkretisme dan senantiasa memperbaharui diri berdasarkan sumbernya sendiri yang berorientasi dari sumber ajaran islam.
Berdasarkan informasi yang bersumber dari Departemen Agama tahun 1984-1985 bahwa pesantren tertua di Indonesia adalah pesantren Jam Tampes II, tapi informasi ini ditolak oleh Mastuhu karena sebelum ada pesantren Jam Tampes II pasti ada pesantren Jam Tampes I yang lebih tua. ketika dilakukan penelitian ulang ternyata masih banyak pesantren yang lebih tua dan belum diketahui kapan tahun berdirinya.
Informasi Departemen Agama ini juga ditolak oleh Martin Van Bruinessem, pesantren tertua di Indonesia adalah pesantren tegal sari di ponorogo yang didirikan pada tahun 1742 M, yang secara fisik sekarang tidak ditemukan keberada’annya, dalam penelitiannya Martin Van Bruinessem tidak menemukan lembaga pesantren sebelum abad ke-20 M, karena kegiatan pendidikan yang ada di nusantara waktu itu masih berbentuk informal.
Menurut A.G Muhaimin di Jawa Barat ditemukan pesantren yang ada didesa buntet yang didirikan beberapa tahun sebelum berdirinya pesantren tegal sari oleh kyai Muqoyyim bin Abdul hadi pesantren ini didirikan karena reaksi negatif   Belanda pada sistim pendidikan islam di Jawa Barat, sehingga wilayah ini menjadi pusat kegiatan pendidikan islam.
Manfred Ziemekk salah satu peneliti pendidikan islam Indonesia asal Jerman mengutip temuan UNESCO tahun 1954 terdapat 53.077 pesantren di seluruh Indonesia, setelah di periksa ulang oleh Manfred  Ziemekk ternyata UNESCO memasukkan pendidikan islam yang ada di langgar, masjid dan surau kedalam lingkungan jumlah pesantren. Data lebih baru ditemukan Departemen Agama yang menyatakan bahwa pesantren diseluruh Indonesia hanya 5.373 pesantren pada tahun 1982 M. Secara historis benang merah kehadiran pesantren merupakan respon dari kondisi sosial suatu masyarakat ditengah runtuhnya moral melalui tranformasi pendidikan ke agama’an.[3]
b.        Karakteristik Pesantren
Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan Indonesia yang didalamya terdapat beberapa komponen diantaranya:[4]
1.      Pondok
Pondok pesantren pada dasarnya selalu khas dengan pondokan atau asrama yang khusus digunakan untuk tempat tinggal para santri. Kata pondok diambil dari bahasa arab yang berarti ruang tidur, hotel sederhana dan wisma. Dalam pengertian ini pondok merupakan asrama bagi santri yang tinggal dipesantren. Menurut Zamakhsyari Dhofier pondok adalah komponen terpenting yang harus disediakan pesantren karena:
1)      Kemasyhuran seorang kyai yang menarik perhatian seorang para santri yang dari jauh sehingga diperlukan tempat untuk menampung para santri tersebut.
2)      Tidak adanya akomodasi yang cukup disuatu daerah sehingga diperlukannya asrama.
3)      Agar santri dapat menetap dan tinggal dekat dengan kyai sehingga terciptanya hubungan kekeluarga’an layaknya orang tua dan anak.
Dalam segi bangunan asrama disuatu pondok tidak memiliki pola yang begitu baku karena setiap pesantren memiliki krakteristik bangunan tersendiri. Untuk pondok yang masih kecil biasanya bangunan pondok relatif sederhana dengan fasilitas pondok yang juga relatif sederhana, berbeda dengan pondok pesantren besar, bangunan pondok biasanya berbentuk blok yang diberi nama-nama tersendiri dan biasanya terdapat seksi-seksi tertentu dalam setiap bloknya.
2.      Masjid
Kedudukan masjid merupakan maneviestasi dari sistem pendidikan islam sebagaimana yang telah dilakukan rosulullah, sahabat dan orang-orang sesudahnya, sehingga tradisi ini terus dilestarikan dikalangan pesantren. Para kyai selalu mengajar santrinya di masjid dengan anggapan tempat tersebut adalah tempat yang paling tepat untuk menanamkan nilai keislaman kepada para santri. secara historis kedudukan masjid merupakan pusat transformasi pendidikan islam. Menurut Dhofier:
“kedudukan masjid sebagai pusat pendidikan islam dalam tradisi pesantren merupakan manisfestasi universalisme dari sistem pendidikan pesantren. Dengan kata lain, kesinambungan sistem pendidikan islam yang berpusat pada masjid al-Qubba didirikan dekat madinah pada masa nabi muhamad saw. Tetap terpancar dalam sistem pesantren. sejak zaman nabi, masjid telah menjadi pusat pendidikan islam. Dimanapun kaum muslimin berada mereka selalu menggunakan masjid sebagai tempat pertemuan, pusat pendidikan, aktivitas adminitrasi dan kultural. Hal ini berlangsung selama 13 abad bahkan, dalam zaman sekarang didaerah dimana umat islam belum terpengaruh oleh kehidupan barat, kita temukan para ulama yang dengan penuh pengapdian mengajar siswa-siswi di masjid serta memberi wejangan dan anjuran pada siswa-siswi tersebut untuk meneruskan tradisi yang terbentuk sejak zaman permulaan islam itu.”
3.      Pengajian kitab kuning
Kitab kuning atau biasa di sebut dengan kitab klasik merupakan upaya untuk melestarikan dan mentransfer litelatur-litelatur islam klasik dari generasi ke generasi. Pengajian kitab kuning biasa di sampaikan oleh kyai atau ustad dengan tujuan utama mendidik ddan mempersiapkan seorang santri untuk menjadi estafet dallam menegakan agam islam.
Kitab kuning yang biasa di ajarkan di pondok pesantren berupa pelajaran tajjwid, tafsir, hadis, aklaq, fiqih, tauhid dan sebagainya, dengan menggunakan sistem dan pembelajaran masing-masing. Menurut Abdur Rahman Wahid pengajaran kitab-kitab islam klasik oleh pesantren dijadikan sarana unbtuk membekali para santri dengan pemahaman warisan keilmuan islam masa lampau atau jalan kebenaran menuju kesadaran esoteris ihwal status penghambaan dihadpan Tuhan, bahkan juga dengan tugas-tugas masa depan dalam kehidupan masyarakat.
Dalam pengajaran kitab kuning di pesantren menurut Nur Cholis Majid dapat digolongkan menjaadi tujuh diantaranya nahwu (syntax), shorof (morfologi), fiqih, ushuluddin, thasawuf, tafsir, hadist dan bahasa arab.
4.      Kyai
Kyai adalah komponen paling penting yang sangat menentukan keberhasilan pendidikan pesantren (key of person) karena disetiap pondok pesantren selalu tergantung pada figur seorang kyai dalam segala aspek untuk dijadikan rujukan. Terkait dengan keberadaan seorang kyai pada umumnya adalah seorang pendiri dari pondok pesantren itu sendiri atau garis keturunan dari pendiri pesantren tersebut.
5.      Santri
Santri adalah sebutan bagi seorang yang menimba ilmu di pesantren. Secara generik santri dibagi menjadi dua kelompok besar diantarnya, santri mukim dan santri kalong. Santri mukim adalah santri yang tinggal dan menetap di pesantren, sedangkan santri kalong adalah santri hanya mengaji tetapi tidak menetap di pondok pesantren, biasanya karena jarak antara pondok dan rumah mereka terlalu dekat atau berada di sekitar pesantren.
Dalam fokus belajar antara ssantri kalong dan santri mukim sangat berbeda hasilnya dikarenakan, pertama santri mukim lebih leluasa untuk mempelajari dan membahas kitab-kitabnya dibawah bimbingan kyai, kedua santri mukim lebih memperoleh kualitas pengalaman yang lebih mendalam dari santri kalong, ketiga santri mukim lebih disibukkan dalam kegiatan belajar dari pada santri kalong.
Menurut Suteja dilihat dari komitmennya terhadap nilai yang diajarkan kyai, santri dapat digolongkan menjadi tiga macam:
1.      Santri konserfatif adalah santri yang selalu membina dan memelihara nilai yang ada di pesantren dengan caranya masing-masing.
2.      Santri reformatif adalah santri yang selalu memperhatikan kaidah-kaidah keagamaan serta menggantinya dengan model dan bentuk baru yang diperlukan.
3.      Santri transformatif adalah santri yang melakukan lompatan budaya dan intelektual secara progresif dengan tetap memperhatikan nilai dan kaidah keagamaan yang diperoleh dari pesantren.
c.       Tipologi pesantren
Berdasarkan ragam dan sistem pembelajarannya pesantren dikategorikan menjadi tiga bentuk:[5]
1.      Pesantren salafiyah
Secara etimologi salaf berati lama, terdahulu, dan tradisional, gambarannya pondok pesantren salafiyah adalah pondok pesantren yang menyelenggarakan pembelajaran dengan sistem tradisional yang berlangsung sejak awal berdirinya. Hal ini berdasarkan ciri-ciri:
1)      Para santri menetap dan tinggal di pesantren
2)      kurikulum yang digunakan adalah kurikulum hinden yang tidak tertulis secara eksplisit.
3)      Menggunakan pola pembelajaran asli milik pesantren.
4)      Tidak menyelenggarakan sistem madrasah.
2.      pondok pesantren khalafiyah (ashriyah)
Secara etimologi khalaf berati belakang atau kemudian, ashariyah berati sekarang atau moderen. Pondok pesantren khalafiyah adalah pondok pesantren yang melakukan pendekatan moderen tapi juga melakukan pendekatan klasikal. Pola tersebut berdasarkan ciri-ciri:
1)      para santri menetap dan tinggal di asrama atau pondok.
2)      Perpaduan antara pola pendidikan madrasah atau sekolah.
3)      Terdapat kurikulum yang jelas.
4)      Memiliki tempat khusus untuk sekolah dan madrasah.
3.      Pondok pesantren kombinasi
Pondok pesantren kombinasi adalah pondok pesantren yang menggunakan pola pendidikan salafiyah dan khalafiyah yang didalamnya terdapat progam keterampilan dan keahlian khusus.
1)      Pesantren menyediakan asrama bagi para santri.
2)      Santri belajar diluar pesantren.
3)      Waktu belajar dipesantren dilakukan diluar jam sekolah.
4)      Umumnya tidak menggunakan progam yang jelas dan baku.
Berdasarkan penggolongan fisik yang dimiliki oleh pesantren, mafred ziemek membagi pesantren menjadi lima tipe:[6]
1)      Pesantren tipe pertama
Pesantren hanya memiliki tiga komponen utama yang terdiri dari kyai, rumah dan masjid, sehingga kyai hanya menjadikan rumah dan masjidnya menjadi tempat transmisi dan transfer keilmuan. Pesantren yang pertama ini hanya dibedakan menjadi dua jenis:
Jenis yang pertama adalah pesantren yang di khususkan bagi santri yang ingin mempelajari ilmu tasawuf amali sebagai bidang kajianny, sehingga  apabila santri ingin menetap maka kyainya mempersilahkan untuk tinggal bersamany, karena biasanya pada tipe ini santri santri tidak bermaksud untuk menetapbersama kyainya
Jenis yang kedua adalah rintisan karena baru tahap awal dalam mendirikan pesantren sehingga pesantren hanya memiliki komponen-komponen yang sangat sederhana diantaranya, kyai, santri, kitab kuning, masjid dan rumah kyai. Dalam jenis ini kegiatan keilmuan dilakukan di masjid dan rumah saja.
2)      Pesantren tipe ke dua
Pesantren tipe kedua ini merupakan pesantren yang memiliki komponen utama diantaranya, kyai, masjid, dan pondok. Perbedaan pesantren tipe pertama dan tipe kedua terletak pada kesediaan pondok didalamya, sehingga santri tidak menetap di rumah kyai melainkan di asrama atau pondok.
Dalam segi progam pondok pesantren tipe pertama dan ke dua masuk kedalam pondok pesantren tradisional atau salafiyah, menurut Lukens Bull pesantren tradisional adalah pesantren yang didalamnya diajarkan kitab-kitab klasik sebagai pendidikan keagamaan.
3)      Pesantren tipe ke tiga
 Pesantren tipe ke tiga adalah pesantren yang didalamnya merespon perkembangan moderen dengan mengakomondasi sistem pendidikan dari pemerintah sehingga pesantren ini memiliki empat sarana penting untuk kegiatan pendidikan diantaranya, kyai, santri, rumah kyai, masjid, dan madrasah. Dilain sisi pesantren tipe ini para santri tidak hanya menerima pendidikan yang didasarkan pada kitab-kitab klasik tapi juga pendidikan formal.
Menurut Lukens-Bull pesantren tipe ini masuk pada pesantren modern (khalafiyah) karena didalamnya terdapat pelajaran sekuler disamping adanya pelajaran agama dan pendidikan moral, namun pesantren tipe ini belum memberikan pendidikan ketrampilan pada santrinya.
4)      Pesantren tipe ke empat
Pesantren tipe ke empat adalah pesantren yang memiliki lima komponen utama dalam pesantren yang didalamnya terdapat madrasah yang memiliki progam ketrampilan seperti pertanian, perternakan, perikanan, otomotif, pertukangan dan lain-lain.
Penambahan progam  keahlian dan ketrampilan tersebut tidak hanya di peruntukan bagi para santri tapi juga basgi para remaja yang ada disekitar pesantren untuk menciptakan peluang kerja di masyarakat dan juga kesejahteraan bagi masyarakat yang ada di sekitar pesantren.
5)      Pesantren tipe ke lima
Pesantren tipe ke lima adalh pesantren yang didalam nya terdapat lima komponen utama, madrasah, progam ketrampilan, sekolah umum dan perguruan tinggi untuk memenuhi tuntutan perkembangabn zaman. dalam perkembangannya pesantren tipe ini menjadi lembaga pendidikan yang eksklusif tapi juga inklusif, karena pesantren member peluang seluas luasnya untuk memilih progam yang ada di pesantren.
Progam pendidikan yang ada di tipe pesantren empat dan lima adalah pesantren yang termasuk dalam pesantren terpadu. menurut Lunkens-Bull pesantren terpadu adalah pesantren yang didalamnya terdapat perpaduan antara pesantren tradisional dan pesantren moderen yang dilengkapi dengan pendidikan ketrampilan.
d.        Kurikulum pesantren
Pesantren merupakan lembaga pendidikan indonesisa yang bebas dan otonom dalam segi kurikulum, menurut Lukens-Bull kurikulum pesantren ada empat bentuk:[7]
Pertama kurikulum pendidikan agama islam, kegiatan pendidikan agama islam ini biasa disebut dengan mengaji, mengaji adalah tingkatan paling awal dalam tingkatan pendidikan agama islam. karena pada tahap ini santri hanya belajar menulis, dan membaca tulisan arab sebagai usaha minimal yang harus di kuasai.
Tingkatan selanjutnya santri akan mempelajari kitab-kitab kuning seperti fiqih, aqidah, tauhid, nahwu, sharaf, hadis, tasawuf, aklak dan lain-lain. menurut Affandi Mochtar kitab kuning adalah refrensi dan kurikulum yang sangat penting di pesantren karena isi kandungan yang ada didalamnya merupakan karya ulama zaman dahulu yang tidak perlu dipertanyakan lagi untuk mefasilitasi proses keagamaan yang ada di pesantren.
Ke dua kurikulum yang berbentuk pengalaman dan pendidikan moral, hal yang paling ditekankan dalam pesantren adalah bentuk kesalehan dan komitmen para santri karena dapat menumbuhkan kesadaran para santri untuk mengamalkan nilai-nilai moral yang diajarkan ketika mengaji. menurut Lukens-Bull santri dapat mengamalkan moralitas pada saat mengaji, dalam hal ini Lukens-Bull menuliskan:
“Sebagai contoh sholat lima waktu adalah kewajiban dalam islam, tetapi tetapi kadang belum menekankan pentingnya jamaah. bagaimanapun berjamaah dianggap cara yang paling baik dalam sholat dan pada umumnya diwajibkan dalam pesantren yang tidak mewajibkan dalam pesantren dianggap bukan lagi pesantren yang sebenarnya. para kyai pengatakan praktek jamaah ini merupakan pengajaran dalam persaudaraan dan kebersamaan, yaitu nilai-nilai yang harus di tumbuhkan dalam masyarakat yang solod, maka berjamaah tiap hari akan memperkuat nilai dan tali persaudaraan”
Adapun nilai keiklasan dan kesederhanaan dibiasakan pesantren melalui kebersamaan juga gaya hidup dan cara berpakaian santri yang sederhana. dilain sisi santri juga dilatih untuk mandiri dengan cara mengurusi kebutuhan dasarnya sendiri.
Ke tiga, kurikulum berbentuk sekolah dan pendidikan umum. pesantren memberlskuksn pendidikan sekolah yang mengacu pada departemen pendidikan nasional dan kurikulum madrasah yang mengacu pada departemen agama. menurut Mastuhu hal tersebut memiliki dua keuntungan pendidikan bagi pesantren dan pendidikan bagi nasional. bagi pesantren hal tersebut merupakan jemnbatan bagi pesantren dengan sistem pendidikan nasional, sedangkan bagi pendidikan nasional hal tersebut memperoleh penyempurnaan dari sistem pendidikan pesantren dengan adanya pendidikan moral. dalam hal ini Mastuhu berpendapat:
“Dengan demikian terjadi simbiosis mutualisme kurikulum antara ketiga jenis pendidikan tersebut yakni pesantren, madrasah, dan sekolah umum. dengan kata lain makna pesantren sebagai jenis pendidikan non formal berbeda dengan makna pendidikan non formal dalam tren pendidikan umum dimana makna pendidikan formal dalam tren terakhir meberi komplemen dan suplemen pada ketrampilan atau kemampuan yang dimiliki anak didik agar mampu melayani kebutuhan yang semakin meninggkat sehubungan dengan semakin kompleksitasnya tantangan pekerjaan yang dihadapinya. sedangkan makna pendidikan non formal pada pesantren berati mendasari, menjiwai, dan melengkapi akan nilai-nilai pendidikan formal karena tidak semua diajarkan atau di didikkan melalui progam-progam sekolah formal”
Dengan adanya sumber belajar baru di pesantren maka akan membawa wawasan para santri dalam menghadapi moderenisasi yaqng terjadi yang dapat dilihat dari presfektif kitab kuning dan buku konteporer.
Ke empat kurikulum berbentuk ketrampilan dan kursus adalah kurikulum yang diajarkan dan diprogam melalui kegiatan ekstrakurikuel. kurikulum ini diberlakukan untuk meningkatakan SDM (sumber daya manusia) agar memiliki skill melalui ketrampilan.
kurikulum ini merupakan fungsi komplemeter bagi pesantren untuk memenuhi tuntutan masyarakat agar santri dapat memilki beragam ketrampilan untuk masa depan mereka melaui progam ketrampilan
e.         Metode pembelajaran
Secara etimologis metode berasal dari kata “met” dan “hodes” yag berarti melalui. Sedangkan secara istilah metode adalah jalan atau cara yang harus ditempuh untuk mencapai suatu tujuan. Pembelajaran adalah kegiatan belajar-mengajar yang berlangsung secara ineteraktif antara santri (muta’allim) dan kyai atau ustadz sebagai pendidik (leaner muta’allim) yang diatur berdasarkan kuraikulum yang telah disusun dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Jadi, yang dimaksud dengan metode pembelajaran adalah cara-cara yang harus ditempuh dalam kegiatan belajar-mengajar anatara santri dan kyai atau ustadz untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Metode pembelajaran di pesatnren ada yang bersifat tradisional dan modern. Metode tradisional adalah metode pembelajaran yang diselenggarakan menurut kebiasaan-kebiasaan yang telah lama dipergunakan pada institusi pesantren atau metode pembelajaran asli (original) pesantren. Metode modern adalah metode-metode yang berkembang yang merupakan pembaharuan dari hasil pembelajaran dengan mengadopsi metode-metode yang berkembang di masyarakat modern. Diantara metode-metode berikut adalah:[8]
1.      Metode sorogan
Metode sorogan merupakan kegiatan pembelajran santri yang lebih menitikberatkan pada pengembangan kemampuan seseorang (individu) dibawah bimbingan seorang ustadz atau kyai. Pengajian dengan sistem ini biasanya diselenggarakan disebuah ruangan dengan posisi tempat duduk kyai atau ustadz berhadapan dengan meja pendek yang digunakan untuk meletakan kitab kuning bagi santri yang mengahadap untuk membaca. Sementara santri yang lain duduk agak jauh untuk mendengarkan apa yang diajarkan kyai atau ustadznya sekaligus menunggu giliran untuk dipanggil. Santri harus sudah mempelajari dan menguasai kitab yang akan dia sorogkan sesuai dengan target pembelajaran.
2.      Metode bandongan
Metode bandongan merupakan metode yang dilakukan oleh seorang kyai atau ustadz terhadap kelompok santri yang akan mendengarkan dan menyimak kitab yang dibacanya. Dalam metode ini kyai atau ustadz membaca, menerjemahkan, menerangkan, dan mengulas teks-teks kitab berbahsa arab dengan memegang kitab yang sama dan masing-masing santri melakukan pendhobitan harokat, pencatatan simbol kata, dan arti kata yang dimaksud.
3.      Metode musyawarah atau bahtsul masail
Metode musyawarah atau bahtsul masail merupakan metode pembelajaran yang lebih mirip dengan metode diskusi atau seminar. Beberapa orang santri dengan jumlah tertentu membentuk halaqoh yang dipimpin langsung oleh seorang kyai, ustadz atau mungkin santri senior untuk membahas dan mengkaji suatu persoalan yang telah ditentukan sebelemunya. Untuk melakukan pembelajaran dengan metode ini, sebelumnya kyai telah mempertimbangkan kesesuaian topik atau persoalan (materi) dengan kondisi dan kemampuan peserta (para santri). Ada sebagian pesantren yang menerapkan metode ini hanya untuk kalangan santri pada tingkatan yang tinggi dan hal ini sekaligus menjadi predikat untuk menunjukkan tingkatan mereka, yakni para santri pada tingkatan ini disebut sebagai Musyawwirin.
4.      Metode pengajian pasaran
Metode pengajian pasaran adalah kegiatan belajar para santri melalui pengkajian materi (kitab) tertentu pada seorang kyai senior yang dilakukan secara terus menerus (maraton) selama tenggang waktu tertentu. Pada umumya dilakukan pada bulan Ramadhan, dan targetnya adalah selesai membaca kitab. Titik berat pengkajiannya bukan pemahaman melainkan pembacaan. Sekalipun dimungkinkan bagi para pamula untuk ikut dalam pengajian ini, namun pada umumnya pesertanya adalah mereka yang telah mempelajari kitab tersebut sebelumnya. Bahkan kebanyakan pesertanya adalah para kyai yang datang dari tempat-tempat lain untuk keperluan itu. Pengajian ini lebih bermakna untuk mengambil berkah atau ijazah dari kyai yang dianggap senior.
Dalam perspektif yang lebih luas, pengajian pasaran ini dapat dimaknai sebagai proses pembentukan jaringan pengajaran kitab-kitab tertentu di antara pesantren-pesantren. Mereka yang mengikuti pengajian pasaran di tempat tertentu akan menjadi bagian dari jaringan pengajian pesantren itu. Dalam konteks pesantren, hal ini sangat penting karena akan memperkuat keabsahan pengajian di pesantren-pesantren para kyai yang telah mengikuti pengajian pasaran tersebut.
5.      Metode muhafadoh (hafalan)
Metode hapalan ialah kegiatan belajar santri dengan cara menghapal suatu teks tertentu di bawah bimbingan dan pengwasan kyai atau ustadz. Selanjutnya hapalan yang telah dimiliki santri dilafalkan di hadapan kyai atau ustadz secara periodik atau insidental tergantung petunjuk kyai atau ustadz tersebut.
6.      Metode demonstrasi
Metode demonstrasi atau praktek ibadah ialah cara pembelajaran dengan memperagakan (mendemonstrasikan) suatu ketrampilan dalam hal pelaksanaan ibadah tertentu yang dilakukan secara perorangan atau kelompok di bawah petunjuk dan bimbingan kyai atau ustadz.
7.      Metode rihlah ilmiah
Metode rihlah ilmiyah adalah kegiatan pembelajaran yang diselenggarakan melalui kegiatan kunjungan (perjalanan) menuju ke suatu tempat tertentu dangan tujuan untuk mencari ilmu. Kegiatan kunjungan yang bersifat keilmuan ini dilakukan oleh para santri untuk menyelidiki atau mempelajari suatu hal dengan bimbingan ustadz atau kyai.
8.      Metode muhadastah
Metode Muhawarah merupakan latihan bercakap-cakap dengan bahasa Arab, dalam beberapa pondok pesantren juga dengan bahasa Inggris yang diwajibkan oleh pondok kepada para santri selama mereka tinggal di pondok pesantren. Bagi para pemula akan diberikan perbendaharaan kata-kata yang sering dipergunakan untuk dihapalkan sedikit demi sedikit dalam jangka waktu tertentu. Setelah mencapai target yang ditentukan, maka diwajibkan bagi para santri untuk menggunakannya dalam percakapan sehari-hari. Penggunaan bahasa asing (Arab maupun Inggris) di lingkungan pondok pesantren, biasanya ditetapkan pada hari-hari tertentu.
9.      Metode mudzakarah
Mudzakarah merupakan suatu pertemuan ilmiah yang secara spesifik membahas masalah diniyah seperti ibadah dan aqidah serta masalah agama pada umumnya. Dalam mudzakarah tersebut dapat di bedakan atas dua tingkat kegiatan Pertama, Mudzakarah diselenggarakan oleh sesama santri untuk membahas suatu masalah dengan tujuan, melatih para santri agar terlatih dalam memecahkan persoalan dengan mempergunakan kitab-kitab yang tersedia. Salah seorng santri mesti ditunjuk sebagai juru bicara untuk menyampaikan kesimpulan dari masalah yang didiskusikan Kedua, Mudzakarah yang dipimpin oleh kyai, dimana hasil mudzakarah para santri diajukan untuk dibahas dan dinilai seperti dalam suatu seminar. Biasanya lebih banyak berisi Tanya jawab dan hampir seluruhnya diselenggarakan dalam bahasa Arab. 


















BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Lembaga adalah institusi atau pranata yang di dalamnya terdapat seperangkat hubungan norma-norma, nilai-nilai, dan keyakinan-keyakinan yang nyata dan berpusat kepada berbagai kebutuhan sosial serta serangkaian tindakan yang penting dan berulang. Pesantren adalah tempat santri atau murid-murid untuk belajar mengaji dan menimba ilmu-ilmu agama.
Pondok pesantren merupakan salah satu lembaga non formal yang tersebar di Indonesia. Dimana pondok pesantren lahir ditengah-tengah masyarakat. Setiap pondok pesantren memiliki ciri khas yang berbeda-beda tergantung dari bagaimana tipe reader shipnya dan metode seperti apa yang diterapkan dalam pembelajarannya.
Seiring dengan perkembangan zaman, tidak sedikit pesantren yang mencoba menyesuaikan dan bersedia menerima akan suatu perubahan sehingga menjadi pesantren modern atau lebih di kenal khalafiyah dan kombinasi, namun tidak sedikit pula pesantren yang memiliki sikap penutup diri dari segala perubahan-perubahan dan pengaruh perkembangan zaman dan cenderung mempertahankan apa yang menjadi keyakinan yang dikenal dengan salafiyah. dalam perkembangannya pondok pesantren menggunakan metode dan kurikulumnya masing-masing.
B.       Saran
Tiada gading yang tak retak karena sesungguhnya kesempurnaan itu hanya milik allah semata, kritik dan saran sangat kami butuhkan untuk lebih baik kedepanya dan kami berharap makalah ini dapat berguna bagi para pembacanya.



Daftar Pustaka
Dhofier, Zamakhsyari. 2009, Tradisi Pesantren, LP3ES: Jakarta
Madjid, Nurcholish. 1997, Bilik-Bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalan, Paramida: Jakarta
Mahmud,Ahmad. 2006, Model-Model Pembelajaran di Pesantren, Media Nusantara: Tanggerang
Mahmud, Ahmad. 2006 Model-Model Kegiatan di Pesantren, Media Nusantara: Tangerang
Raharjo, Dawam. 2011, Pembaharuaan Pesantren, LP3ES: Jakarta




[1] Ahmad Mahmud, Model-Model Pembelajaran di Pesantren, (Media Nusantara: Tanggerang 2006), hl.43
[2] Nurcholish Madjid, Bilik-Bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalan, (Paramida: Jakarta, 1997), hl.76
[3] Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, (LP3ES: Jakarta, 2009) hl.18
[4] Dawam Raharjo, Pembaharuaan Pesantren, (LP3ES: Jakarta, 2011) hl.34
[5] Ahmad Mahmud, Model-Model Kegiatan di Pesantren, (Media Nusantara: Tangerang, 2006), hl.87
[6] Mahmud, Model-Model, hl.99
[7] Mahmud, Model-Model Pembelajaran, hl.65
[8] Raharjo, Pembaharuan Pesantren, hl.78

0 komentar:

Posting Komentar