BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Eksitensi
pondok pesantren tidak dapat di pisahkan dari kehidupan umat islam di
indonesia. Pesantren dikenal luas oleh masyarakat indonesia bersamaan dengan
masuknya islam kewilayah nusantara, oleh karena itu eksitensi dan
perkembangannya menjadi bagian penting dalam sejarah perjalanan masyarakat
islam di indonesia sebagai ssebuah lembaga yang membawa pengaruh besar
diindonesia.
Sejarah
panjang pesantren di indonesia telah menumbuhkan ragam aktivitas atau kegiatan
yang berkembang di pesantren mulai dari kiprah pesantren sebagai sebuah lembaga
dari ssebagian sistem pendidikan
nasional, pengembangan masyarakat, hingga progam kekinian yang bertautan dengan
pendidikan nasional.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
pengertiaan lembaga dan pesantren?
2.
Bagaimana
profil lembaga pesantren di indonesia?
C.
Tujuan dan Manfaat
1.
Untuk
mengetahui pengertiaan lembaga dan pesantren.
2.
Untuk
mengaplikasi profil lembaga pesantren di indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Lembaga dan Pesantren
Lembaga adalah institusi atau pranata yang di dalamnya terdapat
seperangkat hubungan norma-norma, nilai-nilai, dan keyakinan-keyakinan yang
nyata dan berpusat kepada berbagai kebutuhan sosial serta serangkaian tindakan
yang penting dan berulang. Secara etimologi, lembaga adalah asal sesuatu, acuan,
sesuatu, sesuatu yang memberi bentuk pada yang lain, badan atau organisasi yang
bertujuan mengadakan suatu penelitian keilmuan atau melakukan sesuatu usaha.
Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa lembaga mengandung dua arti yaitu
pengertian secara fisik, materil, kongkrit, dan pengertian secara non-fisik,
non materil dan abstrak.[1]
Menurut Macmillan pengertian lembaga adalah seperangkat
hubungan norma-norma, keyakinan-keyakinan, dan nilai-nilai nyata, yang terpusat
pada kebutuhan sosial dan serangkaian tindakan yang penting dan berulang.
Menurut Hendropuspito pengertian lembaga adalah bentuk lain organisasi yang tersusun
secara tetap dari pola-pola kelakuan, peranan-peranan dan relasi sebagai cara
yang mengikat guna tercapainya kebutuhan-kebutuhan sosial dasar. sedangkan menurut Kartodiharjo pengertian lembaga adalah
instrument yang mengatur hubungan antar individu. Lembaga juga berarti
seperangkat ketentuan yang mengatur masyarakat yang telah mendefinisikan bentuk
aktifitas yang dapat dilakukan oleh pihak tertentu terhadap pihak lainnya, hak
istimewa yang telah diberikan serta tanggungjawab yang harus dilakukan.
Pesantren secara etomologi berasal dari akar kata
santri yang kemudian mendapat imbuhan diawal menggunakan “pe” dan akhiran
menggunakan “n” menjadi pesantren yaitu asrama tempat santri atau murid-murid
untuk belajar mengaji. kata santri yang merupakan akar kata dari kata pesanten
yang merupankan istilah yang berkembang di Jawa dan Madura yang di gunakan
untuk menyebut orang-orang yang menimba ilmu di lembaga agama pendidikan islam
tradisional.
di lihat dari segi etimologi ada beberapa pendapat
mengenai asal mula asal pesantren. menurut Robbson pesantren berasal dari
bahasa Tamil yakni sattiri yang memiliki arti orang yang tinggal di
sebuah rumah miskin atau bangunan umum. menurut C.C. Berg pesantren berasal
dari bahasa India shastia yang berate buku-buku suci atau buku-buku
agama.
Menurut Abu Hamid
pesantren berasal dari bahasa Sansekerta yang memperoleh dimensi pengertian
tersendiri dalam bahasa Indonesia. kata tersebut berasal dari kata sant
yang berati orang baik dan tra yang berati menolong, sedangkan pesantren
adalah suatau tempat untuk membina seseorang menjadi lebih baik.
Pendapat lainya
menurut Nurcholis Madjid bahwa asal mula kata pesantren berasal dari bahasa Sansekerta
dan bahasa Jawa, dari pendapat pertama tersebut diambil akar katanya dari
bahasa sansekerta shastri yang berati melek huruf, sedangkan pendapat
yang kedua kata santri berasal dari bahasa Jawa cantrik yang artinya
seseorang yang mengabdi pada seorang guru. dalam pengertian tersebut terdapat
pola relasi antara guru-cantrik sehingga dalam evolusi selanjutnya istilah
tersebut berubqah menjadi guru-santri, karena guru masih bermakna luas kemudian
digunakan kata kyai sehingga dalam perkembangan selanjutnya dikenal dengan
istilah kyai-santri.[2]
B.
Profil Lembaga Pesantren Di Indonesia
a.
Sejarah
Pondok Pesantren
Pesantren merupakan lembaga pendidikan dan pengajaran islam tertua di
indonesia yang masih belum bisa dipastikan kapan sejarah awal berdirinya.
Menurut Karel A. Steenbrik dan Martin
Van Bruinessen pesantren merupakan lembaga pendidikan yang diadopsi dari negara
lain. Menurut Karel A. Steenbrik pesantren adalah lembaga pendidikan yang berasal
dari India dan hal tersebut diperkuat dengan adanya alasan terminologi dan
adanya alasan persamaan bentuk seperti beberapa istilah yang digunakan,
diantaranya adalah mengaji dan pondok yang telah lazim sejak dulu.
Dilihat dari bentuk pendidikan yang ada dipesantren, pesantren telah
mengadopsi sistem dan pengajaran hindu dan budha yang telah tersebar di Jawa pada awal
kedatangannya, dengan adanya penyerahan tanah milik negara untuk kepentingan
agama, pengajaran yang didalamnya murni hanya ilmu-ilmu agama, kyai yang tidak
pernah mendapatkan gaji, serta letak pesntren yang jauh dari keramaian kota.
Di posisi lain Martin Van Bruinessen berpendapat bahwa pesantren berasal
dari arab, yang merujuk pada tradisi kitab kuning yang tersebar luas diseluruh
nusantara pada zaman dahulu, lebih lanjut Martin Van Bruinessen menuliskan:
“Tradisi
kitab kuning jelas bukan dari indonesia semua kitab klasik yang dipelajari
berasa dari arab, dan sebagian besar ditulis sebelum islam tersebar luas di
Indonesia. Demikian juga syarah atas teks kitab klasik yang bukan berasal dari
indonesia (meskipun jumlah syarah yang ditulis ulam indonesia makin banyak).
Bahkan, pergeseran perhatian utama dalam tradisi tersebut sejalan dengan
pergeseran serupa yang terjadi disebagian bersar pusat dunia islam. Sejumlah
kitab yang di pelajari relatif baru, tetapi tidak ditulis di Indonesia,
melainkan di Makkah dan Madinah (meskipun pengarangnya orang Idonesia itu
sendiri)”
Selain bukti dari adanya kitab kuning bukti lainnya berupa persamaan
pendidikan yang ada di Timur Tengah berupa madrasah dan zawiah, yang mana
lembaga pendidikan tersebut merupakan tempat belajar calon ulama termasuk yang
dari indonesia, sehingga ketika kembali ketanah airnya pola pendidikan tersebut
diterapkan dan dikembangkan didaerahnya masing-masing.
Setelah ditemukan adanya catatan Nurcholish Madjid, semua pendapat dari
Karel A. Steenbrik dan Martin Van
Bruinessen tidak dapat diterima dengan adanya empat istilah yag dominan yang
dominan dipakai di pesantren seperti santri, kyai, ngaji, dan jenggot, yang
merupakan istilah yang berasal dari bahasa jawa. Kata santri berasal dari kata
“cantrik” adalah seseorang yang
mengikuti kemana saja guru itu pergi, sedangkan kyai adalah sebuah kata yang didalamnya
mengandung unsur penghormatan terhadap orang yang lebih tua.
Istilah lainya yang dominan digunakan adalah ngaji yag berasal dari kata
“aji” yang berati terhormat dan
mahal, kata ini kemudian dirangkai dengan kata kitab akrirnya menjadi ngaji
kitab yang berati orang yang mempelajari karya para ulama zaman dahulu, dalam
istilah ini juga dikenal dengan istilah jenggoti atau disebut dengan manai
karena tulisan yang diterjemahkan ditulis menggantung seperti janggut.
Penggunaan istilah jawa tersebut menunjukan bahwa pesantren merupakan lembaga
pendidikan khas Indonesia yang pada awalnya hanya berkembang di Jawa dan pada
selanjutnya pesanren kemudian berkembang di daerah luar Jawa.
Sementara itu tradisi kitab kuning yang telah
berkembang dinusantara tidak bisa dijadikan rujukan bahwa pesantren berasal
dari arab, karena menurut Mahmud Yunus kitab kuning yang ada di Indonesia baru ada sekitar tahun 1900-an karena pada
zaman dulu percetakan belum dikenal secara luas didunia islam di nusantara dan
beberapa kitab yang ada dipesantren tidak seluruhnya karangan dari ulama timur
tengah atau arab, bahkan kitab tersebut merupakan karangan dari ulama nusantara
seperti syeikh Ahmad Khotib
al-Minagkabawi, syeikh nawawi al-Bantani, dan syeikh al-Banjari.
Pengaruh tradisi hindu dan budha pada
pendidikan pesantren tidak cukup kuat untuk membuktikan bahwa pendidikan
pesantren berasal dari ajaran hindu dan budha, karena tradisi pesantren sangat
berhati-hati terhadap singkretisme dan senantiasa memperbaharui diri berdasarkan
sumbernya sendiri yang berorientasi dari sumber ajaran islam.
Berdasarkan informasi yang bersumber dari
Departemen Agama tahun 1984-1985 bahwa pesantren tertua di Indonesia adalah
pesantren Jam Tampes II, tapi informasi ini ditolak oleh Mastuhu karena sebelum
ada pesantren Jam Tampes II pasti ada pesantren Jam Tampes I yang lebih tua.
ketika dilakukan penelitian ulang ternyata masih banyak pesantren yang lebih
tua dan belum diketahui kapan tahun berdirinya.
Informasi Departemen Agama ini juga ditolak
oleh Martin Van Bruinessem, pesantren tertua di Indonesia adalah pesantren
tegal sari di ponorogo yang didirikan pada tahun 1742 M, yang secara fisik
sekarang tidak ditemukan keberada’annya, dalam penelitiannya Martin Van
Bruinessem tidak menemukan lembaga pesantren sebelum abad ke-20 M, karena
kegiatan pendidikan yang ada di nusantara waktu itu masih berbentuk informal.
Menurut A.G Muhaimin di Jawa Barat ditemukan
pesantren yang ada didesa buntet yang didirikan beberapa tahun sebelum berdirinya
pesantren tegal sari oleh kyai Muqoyyim bin Abdul hadi pesantren ini didirikan
karena reaksi negatif Belanda pada
sistim pendidikan islam di Jawa Barat, sehingga wilayah ini menjadi pusat
kegiatan pendidikan islam.
Manfred Ziemek salah satu peneliti pendidikan
islam Indonesia asal Jerman mengutip temuan UNESCO tahun 1954 terdapat 53.077
pesantren di seluruh Indonesia, setelah di periksa ulang oleh Manfred Ziemekk ternyata UNESCO memasukkan pendidikan
islam yang ada di langgar, masjid dan surau kedalam lingkungan jumlah pesantren.
Data lebih baru ditemukan Departemen Agama yang menyatakan bahwa pesantren
diseluruh Indonesia hanya 5.373 pesantren pada tahun 1982 M. Secara historis
benang merah kehadiran pesantren merupakan respon dari kondisi sosial suatu
masyarakat ditengah runtuhnya moral melalui tranformasi pendidikan ke agama’an.[3]
b.
Karakteristik Pesantren
Pesantren merupakan salah satu lembaga
pendidikan Indonesia yang didalamya terdapat beberapa komponen diantaranya:[4]
1. Pondok
Pondok pesantren pada dasarnya selalu khas
dengan pondokan atau asrama yang khusus digunakan untuk tempat tinggal para
santri. Kata pondok diambil dari bahasa arab yang berarti ruang tidur, hotel
sederhana dan wisma. Dalam pengertian ini pondok merupakan asrama bagi santri
yang tinggal dipesantren. Menurut Zamakhsyari Dhofier pondok adalah komponen
terpenting yang harus disediakan pesantren karena:
1) Kemasyhuran seorang kyai yang menarik
perhatian seorang para santri yang dari jauh sehingga diperlukan tempat untuk
menampung para santri tersebut.
2) Tidak adanya akomodasi yang cukup disuatu
daerah sehingga diperlukannya asrama.
3) Agar santri dapat menetap dan tinggal dekat
dengan kyai sehingga terciptanya hubungan kekeluarga’an layaknya orang tua dan
anak.
Dalam segi bangunan asrama disuatu pondok tidak
memiliki pola yang begitu baku karena setiap pesantren memiliki krakteristik
bangunan tersendiri. Untuk pondok yang masih kecil biasanya bangunan pondok
relatif sederhana dengan fasilitas pondok yang juga relatif sederhana, berbeda
dengan pondok pesantren besar, bangunan pondok biasanya berbentuk blok yang
diberi nama-nama tersendiri dan biasanya terdapat seksi-seksi tertentu dalam
setiap bloknya.
2. Masjid
Kedudukan masjid merupakan maneviestasi dari
sistem pendidikan islam sebagaimana yang telah dilakukan rosulullah, sahabat
dan orang-orang sesudahnya, sehingga tradisi ini terus dilestarikan dikalangan
pesantren. Para kyai selalu mengajar santrinya di masjid dengan anggapan tempat
tersebut adalah tempat yang paling tepat untuk menanamkan nilai keislaman
kepada para santri. secara historis kedudukan masjid merupakan pusat
transformasi pendidikan islam. Menurut Dhofier:
“kedudukan masjid sebagai pusat pendidikan
islam dalam tradisi pesantren merupakan manisfestasi universalisme dari sistem
pendidikan pesantren. Dengan kata lain, kesinambungan sistem pendidikan islam
yang berpusat pada masjid al-Qubba didirikan dekat madinah pada masa nabi
muhamad saw. Tetap terpancar dalam sistem pesantren. sejak zaman nabi, masjid
telah menjadi pusat pendidikan islam. Dimanapun kaum muslimin berada mereka
selalu menggunakan masjid sebagai tempat pertemuan, pusat pendidikan, aktivitas
adminitrasi dan kultural. Hal ini berlangsung selama 13 abad bahkan, dalam
zaman sekarang didaerah dimana umat islam belum terpengaruh oleh kehidupan
barat, kita temukan para ulama yang dengan penuh pengapdian mengajar
siswa-siswi di masjid serta memberi wejangan dan anjuran pada siswa-siswi
tersebut untuk meneruskan tradisi yang terbentuk sejak zaman permulaan islam
itu.”
3. Pengajian kitab kuning
Kitab kuning atau biasa di sebut dengan kitab
klasik merupakan upaya untuk melestarikan dan mentransfer litelatur-litelatur
islam klasik dari generasi ke generasi. Pengajian kitab kuning biasa di
sampaikan oleh kyai atau ustad dengan tujuan utama mendidik ddan mempersiapkan
seorang santri untuk menjadi estafet dallam menegakan agam islam.
Kitab kuning yang biasa di ajarkan di pondok
pesantren berupa pelajaran tajjwid, tafsir, hadis, aklaq, fiqih, tauhid dan
sebagainya, dengan menggunakan sistem dan pembelajaran masing-masing. Menurut
Abdur Rahman Wahid pengajaran kitab-kitab islam klasik oleh pesantren dijadikan
sarana unbtuk membekali para santri dengan pemahaman warisan keilmuan islam
masa lampau atau jalan kebenaran menuju kesadaran esoteris ihwal status
penghambaan dihadpan Tuhan, bahkan juga dengan tugas-tugas masa depan dalam
kehidupan masyarakat.
Dalam pengajaran kitab kuning di pesantren
menurut Nur Cholis Majid dapat digolongkan menjaadi tujuh diantaranya nahwu
(syntax), shorof (morfologi), fiqih, ushuluddin, thasawuf, tafsir, hadist dan
bahasa arab.
4. Kyai
Kyai adalah komponen paling penting yang
sangat menentukan keberhasilan pendidikan pesantren (key of person) karena
disetiap pondok pesantren selalu tergantung pada figur seorang kyai dalam
segala aspek untuk dijadikan rujukan. Terkait dengan keberadaan seorang kyai
pada umumnya adalah seorang pendiri dari pondok pesantren itu sendiri atau
garis keturunan dari pendiri pesantren tersebut.
5. Santri
Santri adalah sebutan bagi seorang yang
menimba ilmu di pesantren. Secara generik santri dibagi menjadi dua kelompok
besar diantarnya, santri mukim dan santri kalong. Santri mukim adalah santri
yang tinggal dan menetap di pesantren, sedangkan santri kalong adalah santri
hanya mengaji tetapi tidak menetap di pondok pesantren, biasanya karena jarak
antara pondok dan rumah mereka terlalu dekat atau berada di sekitar pesantren.
Dalam fokus belajar antara ssantri kalong dan
santri mukim sangat berbeda hasilnya dikarenakan, pertama santri mukim lebih
leluasa untuk mempelajari dan membahas kitab-kitabnya dibawah bimbingan kyai,
kedua santri mukim lebih memperoleh kualitas pengalaman yang lebih mendalam
dari santri kalong, ketiga santri mukim lebih disibukkan dalam kegiatan belajar
dari pada santri kalong.
Menurut Suteja dilihat dari komitmennya
terhadap nilai yang diajarkan kyai, santri dapat digolongkan menjadi tiga
macam:
1. Santri konserfatif adalah santri yang selalu
membina dan memelihara nilai yang ada di pesantren dengan caranya masing-masing.
2. Santri reformatif adalah santri yang selalu
memperhatikan kaidah-kaidah keagamaan serta menggantinya dengan model dan
bentuk baru yang diperlukan.
3. Santri transformatif adalah santri yang
melakukan lompatan budaya dan intelektual secara progresif dengan tetap
memperhatikan nilai dan kaidah keagamaan yang diperoleh dari pesantren.
c.
Tipologi
pesantren
Berdasarkan ragam dan sistem pembelajarannya pesantren dikategorikan
menjadi tiga bentuk:[5]
1.
Pesantren
salafiyah
Secara etimologi salaf berati lama, terdahulu, dan tradisional, gambarannya
pondok pesantren salafiyah adalah pondok pesantren yang menyelenggarakan
pembelajaran dengan sistem tradisional yang berlangsung sejak awal berdirinya.
Hal ini berdasarkan ciri-ciri:
1)
Para
santri menetap dan tinggal di pesantren
2)
kurikulum
yang digunakan adalah kurikulum hinden yang tidak tertulis secara eksplisit.
3)
Menggunakan
pola pembelajaran asli milik pesantren.
4)
Tidak
menyelenggarakan sistem madrasah.
2.
pondok
pesantren khalafiyah (ashriyah)
Secara etimologi khalaf berati belakang atau kemudian, ashariyah berati
sekarang atau moderen. Pondok pesantren khalafiyah adalah pondok pesantren yang
melakukan pendekatan moderen tapi juga melakukan pendekatan klasikal. Pola
tersebut berdasarkan ciri-ciri:
1)
para
santri menetap dan tinggal di asrama atau pondok.
2)
Perpaduan
antara pola pendidikan madrasah atau sekolah.
3)
Terdapat
kurikulum yang jelas.
4)
Memiliki
tempat khusus untuk sekolah dan madrasah.
3.
Pondok
pesantren kombinasi
Pondok pesantren kombinasi adalah pondok pesantren yang menggunakan pola pendidikan
salafiyah dan khalafiyah yang didalamnya terdapat progam keterampilan dan
keahlian khusus.
1)
Pesantren
menyediakan asrama bagi para santri.
2)
Santri
belajar diluar pesantren.
3)
Waktu
belajar dipesantren dilakukan diluar jam sekolah.
4)
Umumnya
tidak menggunakan progam yang jelas dan baku.
Berdasarkan penggolongan fisik yang dimiliki oleh pesantren, mafred
ziemek membagi pesantren menjadi lima tipe:[6]
1)
Pesantren
tipe pertama
Pesantren hanya memiliki tiga komponen utama yang terdiri dari kyai,
rumah dan masjid, sehingga kyai hanya menjadikan rumah dan masjidnya menjadi
tempat transmisi dan transfer keilmuan. Pesantren yang pertama ini hanya dibedakan
menjadi dua jenis:
Jenis yang pertama
adalah pesantren yang di khususkan bagi santri yang ingin mempelajari ilmu
tasawuf amali sebagai bidang kajianny, sehingga
apabila santri ingin menetap maka kyainya mempersilahkan untuk tinggal
bersamany, karena biasanya pada tipe ini santri santri tidak bermaksud untuk
menetapbersama kyainya
Jenis yang kedua
adalah rintisan karena baru tahap awal dalam mendirikan pesantren sehingga
pesantren hanya memiliki komponen-komponen yang sangat sederhana diantaranya,
kyai, santri, kitab kuning, masjid dan rumah kyai. Dalam jenis ini kegiatan
keilmuan dilakukan di masjid dan rumah saja.
2)
Pesantren
tipe ke dua
Pesantren tipe kedua ini merupakan pesantren yang memiliki komponen
utama diantaranya, kyai, masjid, dan pondok. Perbedaan pesantren tipe pertama
dan tipe kedua terletak pada kesediaan pondok didalamya, sehingga santri tidak
menetap di rumah kyai melainkan di asrama atau pondok.
Dalam segi progam pondok pesantren tipe pertama dan ke dua masuk kedalam
pondok pesantren tradisional atau salafiyah, menurut Lukens Bull pesantren
tradisional adalah pesantren yang didalamnya diajarkan kitab-kitab klasik
sebagai pendidikan keagamaan.
3)
Pesantren
tipe ke tiga
Pesantren tipe ke
tiga adalah pesantren yang didalamnya merespon perkembangan moderen dengan
mengakomondasi sistem pendidikan dari pemerintah sehingga pesantren ini
memiliki empat sarana penting untuk kegiatan pendidikan diantaranya, kyai,
santri, rumah kyai, masjid, dan madrasah. Dilain sisi pesantren tipe ini para
santri tidak hanya menerima pendidikan yang didasarkan pada kitab-kitab klasik
tapi juga pendidikan formal.
Menurut
Lukens-Bull pesantren tipe ini masuk pada pesantren modern (khalafiyah) karena
didalamnya terdapat pelajaran sekuler disamping adanya pelajaran agama dan
pendidikan moral, namun pesantren tipe ini belum memberikan pendidikan
ketrampilan pada santrinya.
4)
Pesantren
tipe ke empat
Pesantren tipe
ke empat adalah pesantren yang memiliki lima komponen utama dalam pesantren
yang didalamnya terdapat madrasah yang memiliki progam ketrampilan seperti
pertanian, perternakan, perikanan, otomotif, pertukangan dan lain-lain.
Penambahan
progam keahlian dan ketrampilan tersebut
tidak hanya di peruntukan bagi para santri tapi juga basgi para remaja yang ada
disekitar pesantren untuk menciptakan peluang kerja di masyarakat dan juga
kesejahteraan bagi masyarakat yang ada di sekitar pesantren.
5)
Pesantren
tipe ke lima
Pesantren tipe ke lima adalah pesantren yang didalam nya terdapat lima
komponen utama, madrasah, progam ketrampilan, sekolah umum dan perguruan tinggi
untuk memenuhi tuntutan perkembangabn zaman. dalam perkembangannya pesantren
tipe ini menjadi lembaga pendidikan yang eksklusif tapi juga inklusif, karena
pesantren member peluang seluas luasnya untuk memilih progam yang ada di
pesantren.
Progam
pendidikan yang ada di tipe pesantren empat dan lima adalah pesantren yang
termasuk dalam pesantren terpadu. menurut Lunkens-Bull pesantren terpadu adalah
pesantren yang didalamnya terdapat perpaduan antara pesantren tradisional dan
pesantren moderen yang dilengkapi dengan pendidikan ketrampilan.
d.
Kurikulum pesantren
Pesantren
merupakan lembaga pendidikan indonesisa yang bebas dan otonom dalam segi
kurikulum, menurut Lukens-Bull kurikulum pesantren ada empat bentuk:[7]
Pertama
kurikulum pendidikan agama islam, kegiatan pendidikan agama islam ini biasa
disebut dengan mengaji, mengaji adalah tingkatan paling awal dalam tingkatan
pendidikan agama islam. karena pada tahap ini santri hanya belajar menulis, dan
membaca tulisan arab sebagai usaha minimal yang harus di kuasai.
Tingkatan
selanjutnya santri akan mempelajari kitab-kitab kuning seperti fiqih, aqidah, tauhid,
nahwu, sharaf, hadis, tasawuf, aklak dan lain-lain. menurut Affandi Mochtar
kitab kuning adalah refrensi dan kurikulum yang sangat penting di pesantren
karena isi kandungan yang ada didalamnya merupakan karya ulama zaman dahulu
yang tidak perlu dipertanyakan lagi untuk mefasilitasi proses keagamaan yang
ada di pesantren.
Ke dua kurikulum
yang berbentuk pengalaman dan pendidikan moral, hal yang paling ditekankan
dalam pesantren adalah bentuk kesalehan dan komitmen para santri karena dapat
menumbuhkan kesadaran para santri untuk mengamalkan nilai-nilai moral yang
diajarkan ketika mengaji. menurut Lukens-Bull santri dapat mengamalkan
moralitas pada saat mengaji, dalam hal ini Lukens-Bull menuliskan:
“Sebagai contoh sholat lima waktu adalah
kewajiban dalam islam, tetapi tetapi kadang belum menekankan pentingnya jamaah.
bagaimanapun berjamaah dianggap cara yang paling baik dalam sholat dan pada
umumnya diwajibkan dalam pesantren yang tidak mewajibkan dalam pesantren dianggap
bukan lagi pesantren yang sebenarnya. para kyai pengatakan praktek jamaah ini
merupakan pengajaran dalam persaudaraan dan kebersamaan, yaitu nilai-nilai yang
harus di tumbuhkan dalam masyarakat yang solod, maka berjamaah tiap hari akan
memperkuat nilai dan tali persaudaraan”
Adapun nilai
keiklasan dan kesederhanaan dibiasakan pesantren melalui kebersamaan juga gaya
hidup dan cara berpakaian santri yang sederhana. dilain sisi santri juga
dilatih untuk mandiri dengan cara mengurusi kebutuhan dasarnya sendiri.
Ke tiga,
kurikulum berbentuk sekolah dan pendidikan umum. pesantren memberlskuksn
pendidikan sekolah yang mengacu pada departemen pendidikan nasional dan
kurikulum madrasah yang mengacu pada departemen agama. menurut Mastuhu hal
tersebut memiliki dua keuntungan pendidikan bagi pesantren dan pendidikan bagi
nasional. bagi pesantren hal tersebut merupakan jemnbatan bagi pesantren dengan
sistem pendidikan nasional, sedangkan bagi pendidikan nasional hal tersebut
memperoleh penyempurnaan dari sistem pendidikan pesantren dengan adanya
pendidikan moral. dalam hal ini Mastuhu berpendapat:
“Dengan demikian terjadi simbiosis mutualisme
kurikulum antara ketiga jenis pendidikan tersebut yakni pesantren, madrasah,
dan sekolah umum. dengan kata lain makna pesantren sebagai jenis pendidikan non
formal berbeda dengan makna pendidikan non formal dalam tren pendidikan umum
dimana makna pendidikan formal dalam tren terakhir meberi komplemen dan
suplemen pada ketrampilan atau kemampuan yang dimiliki anak didik agar mampu melayani
kebutuhan yang semakin meninggkat sehubungan dengan semakin kompleksitasnya
tantangan pekerjaan yang dihadapinya. sedangkan makna pendidikan non formal
pada pesantren berati mendasari, menjiwai, dan melengkapi akan nilai-nilai
pendidikan formal karena tidak semua diajarkan atau di didikkan melalui
progam-progam sekolah formal”
Dengan adanya
sumber belajar baru di pesantren maka akan membawa wawasan para santri dalam
menghadapi moderenisasi yaqng terjadi yang dapat dilihat dari presfektif kitab
kuning dan buku konteporer.
Ke empat
kurikulum berbentuk ketrampilan dan kursus adalah kurikulum yang diajarkan dan
diprogam melalui kegiatan ekstrakurikuel. kurikulum ini diberlakukan untuk
meningkatakan SDM (sumber daya manusia) agar memiliki skill melalui ketrampilan.
kurikulum ini
merupakan fungsi komplemeter bagi pesantren untuk memenuhi tuntutan masyarakat
agar santri dapat memilki beragam ketrampilan untuk masa depan mereka melaui
progam ketrampilan
e.
Metode
pembelajaran
Secara etimologis metode berasal dari kata “met” dan “hodes” yag berarti
melalui. Sedangkan secara istilah metode adalah jalan atau cara yang harus
ditempuh untuk mencapai suatu tujuan. Pembelajaran adalah kegiatan
belajar-mengajar yang berlangsung secara ineteraktif antara santri (muta’allim)
dan kyai atau ustadz sebagai pendidik (leaner muta’allim) yang diatur
berdasarkan kuraikulum yang telah disusun dalam rangka mencapai tujuan
tertentu. Jadi, yang dimaksud dengan metode pembelajaran adalah cara-cara yang
harus ditempuh dalam kegiatan belajar-mengajar anatara santri dan kyai atau
ustadz untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Metode pembelajaran di pesatnren ada yang bersifat tradisional dan
modern. Metode tradisional adalah metode pembelajaran yang diselenggarakan
menurut kebiasaan-kebiasaan yang telah lama dipergunakan pada institusi
pesantren atau metode pembelajaran asli (original) pesantren. Metode modern
adalah metode-metode yang berkembang yang merupakan pembaharuan dari hasil
pembelajaran dengan mengadopsi metode-metode yang berkembang di masyarakat
modern. Diantara metode-metode berikut adalah:[8]
1.
Metode
sorogan
Metode sorogan merupakan kegiatan pembelajran santri yang lebih
menitikberatkan pada pengembangan kemampuan seseorang (individu) dibawah
bimbingan seorang ustadz atau kyai. Pengajian dengan sistem ini biasanya
diselenggarakan disebuah ruangan dengan posisi tempat duduk kyai atau ustadz
berhadapan dengan meja pendek yang digunakan untuk meletakan kitab kuning bagi
santri yang mengahadap untuk membaca. Sementara santri yang lain duduk agak
jauh untuk mendengarkan apa yang diajarkan kyai atau ustadznya sekaligus
menunggu giliran untuk dipanggil. Santri harus sudah mempelajari dan menguasai
kitab yang akan dia sorogkan sesuai dengan target pembelajaran.
2.
Metode
bandongan
Metode bandongan merupakan metode yang dilakukan oleh seorang kyai atau
ustadz terhadap kelompok santri yang akan mendengarkan dan menyimak kitab yang
dibacanya. Dalam metode ini kyai atau ustadz membaca, menerjemahkan,
menerangkan, dan mengulas teks-teks kitab berbahsa arab dengan memegang kitab
yang sama dan masing-masing santri melakukan pendhobitan harokat, pencatatan
simbol kata, dan arti kata yang dimaksud.
3.
Metode
musyawarah atau bahtsul masail
Metode musyawarah atau bahtsul masail merupakan metode pembelajaran yang
lebih mirip dengan metode diskusi atau seminar. Beberapa orang santri dengan
jumlah tertentu membentuk halaqoh yang dipimpin langsung oleh seorang kyai,
ustadz atau mungkin santri senior untuk membahas dan mengkaji suatu persoalan
yang telah ditentukan sebelemunya. Untuk
melakukan pembelajaran dengan metode ini, sebelumnya kyai telah
mempertimbangkan kesesuaian topik atau persoalan (materi) dengan kondisi dan
kemampuan peserta (para santri). Ada sebagian pesantren yang menerapkan metode
ini hanya untuk kalangan santri pada tingkatan yang tinggi dan hal ini
sekaligus menjadi predikat untuk menunjukkan tingkatan mereka, yakni para
santri pada tingkatan ini disebut sebagai Musyawirin.
4.
Metode
pengajian pasaran
Metode pengajian pasaran adalah kegiatan belajar para
santri melalui pengkajian materi (kitab) tertentu pada seorang kyai senior yang
dilakukan secara terus menerus (maraton) selama tenggang waktu tertentu. Pada
umumya dilakukan pada bulan Ramadhan, dan targetnya adalah selesai membaca
kitab. Titik berat pengkajiannya bukan pemahaman melainkan pembacaan. Sekalipun
dimungkinkan bagi para pamula untuk ikut dalam pengajian ini, namun pada
umumnya pesertanya adalah mereka yang telah mempelajari kitab tersebut
sebelumnya. Bahkan kebanyakan pesertanya adalah para kyai yang datang dari
tempat-tempat lain untuk keperluan itu. Pengajian ini lebih bermakna untuk
mengambil berkah atau ijazah dari kyai yang dianggap senior.
Dalam perspektif yang lebih luas, pengajian pasaran ini
dapat dimaknai sebagai proses pembentukan jaringan pengajaran kitab-kitab
tertentu di antara pesantren-pesantren. Mereka yang mengikuti pengajian pasaran
di tempat tertentu akan menjadi bagian dari jaringan pengajian pesantren itu.
Dalam konteks pesantren, hal ini sangat penting karena akan memperkuat
keabsahan pengajian di pesantren-pesantren para kyai yang telah mengikuti
pengajian pasaran tersebut.
5.
Metode
muhafadoh (hafalan)
Metode hafalan ialah kegiatan belajar santri dengan cara menghafal suatu teks tertentu di bawah bimbingan dan pengwasan kyai
atau ustadz. Selanjutnya hapalan yang telah dimiliki santri dilafalkan di
hadapan kyai atau ustadz secara periodik atau insidental tergantung petunjuk
kyai atau ustadz tersebut.
6.
Metode
demonstrasi
Metode demonstrasi atau praktek ibadah ialah cara
pembelajaran dengan memperagakan (mendemonstrasikan) suatu ketrampilan dalam
hal pelaksanaan ibadah tertentu yang dilakukan secara perorangan atau kelompok
di bawah petunjuk dan bimbingan kyai atau ustadz.
7.
Metode
rihlah ilmiah
Metode rihlah ilmiyah adalah kegiatan pembelajaran yang
di selenggarakan melalui kegiatan kunjungan (perjalanan) menuju ke suatu tempat
tertentu dangan tujuan untuk mencari ilmu. Kegiatan kunjungan yang bersifat
keilmuan ini dilakukan oleh para santri untuk menyelidiki atau mempelajari
suatu hal dengan bimbingan ustadz atau kyai.
8.
Metode
muhadastah
Metode Muhadasah merupakan latihan bercakap-cakap
dengan bahasa Arab, dalam beberapa pondok pesantren juga dengan bahasa Inggris
yang diwajibkan oleh pondok kepada para santri selama mereka tinggal di pondok
pesantren. Bagi para pemula akan diberikan perbendaharaan kata-kata yang sering
dipergunakan untuk dihapalkan sedikit demi sedikit dalam jangka waktu tertentu.
Setelah mencapai target yang ditentukan, maka diwajibkan bagi para santri untuk
menggunakannya dalam percakapan sehari-hari. Penggunaan bahasa asing di lingkungan pondok pesantren, biasanya ditetapkan pada
hari-hari tertentu.
9.
Metode
mudzakarah
Mudzakarah merupakan suatu pertemuan ilmiah yang secara spesifik
membahas masalah diniyah seperti ibadah dan aqidah serta masalah agama pada
umumnya. Dalam mudzakarah tersebut dapat di bedakan atas dua tingkat kegiatan
Pertama, Mudzakarah diselenggarakan oleh sesama santri untuk membahas suatu
masalah dengan tujuan, melatih para santri agar terlatih dalam memecahkan
persoalan dengan mempergunakan kitab-kitab yang tersedia. Salah seorng santri
mesti ditunjuk sebagai juru bicara untuk menyampaikan kesimpulan dari masalah
yang didiskusikan Kedua, Mudzakarah yang dipimpin oleh kyai, dimana hasil
mudzakarah para santri diajukan untuk dibahas dan dinilai seperti dalam suatu
seminar. Biasanya lebih banyak berisi Tanya jawab dan hampir seluruhnya
diselenggarakan dalam bahasa Arab.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Lembaga adalah institusi atau pranata yang di dalamnya terdapat
seperangkat hubungan norma-norma, nilai-nilai, dan keyakinan-keyakinan yang
nyata dan berpusat kepada berbagai kebutuhan sosial serta serangkaian tindakan
yang penting dan berulang. Pesantren adalah tempat santri atau murid-murid untuk belajar
mengaji dan menimba ilmu-ilmu agama.
Pondok
pesantren merupakan salah satu lembaga non formal yang tersebar di Indonesia.
Dimana pondok pesantren lahir ditengah-tengah masyarakat. Setiap pondok
pesantren memiliki ciri khas yang berbeda-beda tergantung dari bagaimana tipe
reader shipnya dan metode seperti apa yang diterapkan dalam pembelajarannya.
Seiring
dengan perkembangan zaman, tidak sedikit pesantren yang mencoba menyesuaikan
dan bersedia menerima akan suatu perubahan sehingga menjadi pesantren modern atau lebih di kenal
khalafiyah dan kombinasi, namun tidak sedikit pula pesantren yang
memiliki sikap penutup diri dari segala perubahan-perubahan dan pengaruh
perkembangan zaman dan cenderung mempertahankan apa yang menjadi keyakinan yang dikenal dengan salafiyah. dalam perkembangannya pondok pesantren menggunakan
metode dan kurikulumnya masing-masing.
B. Saran
Tiada gading yang tak retak karena
sesungguhnya kesempurnaan itu hanya milik allah semata, kritik dan saran sangat
kami butuhkan untuk lebih baik kedepanya dan
kami berharap makalah ini dapat berguna bagi para pembacanya.
Daftar Pustaka
Dhofier,
Zamakhsyari. 2009, Tradisi Pesantren, LP3ES: Jakarta
Madjid, Nurcholish.
1997, Bilik-Bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalan, Paramida: Jakarta
Mahmud,Ahmad. 2006, Model-Model
Pembelajaran di Pesantren, Media Nusantara: Tanggerang
Mahmud,
Ahmad. 2006 Model-Model Kegiatan di Pesantren, Media Nusantara:
Tangerang
Raharjo, Dawam.
2011, Pembaharuaan Pesantren, LP3ES: Jakarta
[2] Nurcholish Madjid, Bilik-Bilik Pesantren:
Sebuah Potret Perjalan, (Paramida: Jakarta, 1997), hl.76