This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Selasa, 22 Januari 2019

tufah al saaniyah


التوكيد وأنواعه وحكمه
² TAUKID BESERTA MACAM DAN HUKUMNYA ²

Taukid yaitu lafadz yang ikut kepada lafad yang di taukidi baik dalam tingkah rofa’, nasob, jer dan ma’rifatnya. Taukid secara bahasa yaitu menguatkan           adapun taukid secara istilah itu di bagi menjadi 2 macam:
1.     Taukid lafdzi
yaitu menguatkan kalimat dengan cara mengulangi lafadznya. Pengadatannya dengan ‘ain dan sesamanya. Pengulangn lafadz berupa isim. Contoh : “ جَاءَ مُحَمد مُحمد ”.atau yang berupa fi’il, contoh: جاء جاء محمد ”, dan yang berupa huruf, contoh: “ نعم نعم جاء محمد ”.
2.    Taukid ma’nawi yaitu lafadz yang ikut yang berfcaidah menghilangkan keserupaan atau dugaan pada lafadz yang di ikuti, maka jika kamu mengucapkan “ فإ نك لو قلت جاء الأمير ” masih ada dugaan atau perluasan kalam bahwasanya yang datang itu utusannya ratu atau suratnya, dan sebaliknya, contoh: “ جاء الأميرعينه ” atau “ جاء الأمير نفسه ”. Maka pada hatinya sami’ dugaan itu menjadi hilang bahwa yang telah datang itu ratu, ialah dirinya.
Adapun hukumnya lafadz yang ikut (taukid) itu di cocokkan pada lafadz yang di ikutinya dalam segi pengi’robanya. Ketika lafadz yang diikuti itu di baca rofa’ maka lafadz yang diikutinya juga di baca rofa’, contoh: “ حضر خالد نفسه  ”, ketika matbu’nya dibaca nasob maka tabi’nya juga di baca nasob, contoh: “ حَفِظتُ القُرانَ كُلُّهُ ”. Dan ketika matbu’nya dibaca jer maka tabi’nya juga sama seperti matbu’nya, contoh: “ تَدَبَّرتُ فِي الكِتَبِ كله ”. Dan tabi’ harus mengikuti matbu’nya dalam segi ma’rifatnya juga, seperti keterangan yang memuat beberapa contoh.

الفاظ التوكيد المعنوي
² BEBERAPA LAFADZ TAUKID MA’NAWI ²

Muallif berkata ada beberapa lafadznya taukid yang diketahui yaitu: “ نفس,عين، كل, أجمع ” dan yang mengikuti “أجمع ” yaitu” أكتع، أبتع، أبصع ”. Contoh:
a.    قَامَ زَيدٌ نَفسُهُzaid telah berdiri, ia sendiri
b.    رَأَيتُ القَومَ كُلَّهُمsaya melihat suatu kaum, semuanya
c.    مَرَرتُ بِالقَومِ أجمَعِينَsaya lewat bertemu dengan suatu kaum, semuanya
Muallif berkata taukid ma’nawi mempunyai beberapa lafadz yang sudah ditentukan dan di ketahui untuk menata bicara dalam menggunakan bahasa arab.
Lafadz “ نفس ” dan “ عين ” wajib di mudlofkan pada isim dhohir yang kembali pada muakkadnya ketika muakkadnya mufrod, dhomirnya mufrod dan lafadnya taukid juga mufrod. Contoh: “جَاءَ عَلي نَفسُهُ ”(ali telah datang, ia sendiri) dan ketika muakkadnya jama’ dhomirnya jama’ dan lafadnya juga harus jama’ contoh: “جَاءَ الرِّجَل أنفُسهُم  ”(beberapa lelaki telah datang, diri mereka sendiri). Dan ada muakkad yang tasniyah dhomirnya tasniyah dan lafadz taukidnya jama’, contoh: “ حَضَرَ الرِّجَلَانِ أنفُسهما ”(kedua lelaki telah datang, mereka sendiri).
كل ” yang beramal seperti halnya “ جميع ” syaratnya dengan diidofahkan pada dhomir yang cocok pada muakkadnya, contoh:
 جاء الجيش كلهم”(pasukan itu datang semuanya), “ حضر الرجلان جميعهم ” (kedua lelaki telah datang semuanya). Dan lafadz “ أجمع ” tidak ditaukidi seperti lafadz biasanya, kecuali jutuh setelah lafadz “ كل ”.
Contoh:
a.    Umum
فسجد الملائكة كلهم أجمعون
b.    Tidak umum, dalam syair:
إذا ظللت الدهر أبكي أجمعا
Dan terkadang untuk menguatkan ma’na dibutuhkan penambahan taukid yang lain untuk mendampingi “ أجمع ” yaitu “ أبصع، أبتع، أكتع ”. Adapun beberapa lafad yang tidak ditaukidi dengan mendahulukan lafadz “ كل ” hanya sedikit.

البدل وحكمه
² BADAL DAN HUKUMNYA ²

Muallif berkata gantilah isim pada isim, atau fi’il pada fi’il yang mana harus mengikuti pada semua i’robnya.
Badal menurut bahasa adalah mengganti. Sedangkan secara istilah adalah lafadz yang ikut yang menjadi maksud dengan hukum dan tanpa perantara. Adapun hukumnya badal itu ikut pada mubdalnya dalam pengi’robannya. Ketika mubdalnya dibaca rofa’ maka badalnya di baca rofa’, contoh:
حضر إبراهيمُ أبوكَ” ketika badalnya dibaca nasob, maka badalnya juga dibaca nasob, contoh: “ قابلتُ إبراهيم أخاك  ”. Ketika mubdalnya dibaca jer, maka badalnya juga dibaca jer, contoh: “ أعجبتني أخلاق محمد خالك ”. Dan ketika mubdal minhunya dibaca jazm, maka badalnya pun juga dibaca jazm, contoh: “ من يشكر ربه يسجد له يفز ”.

انواع البدل
² MACAM-MACAM BADAL ²

Muallif berkata badal itu dibagi menjadi 4:
1.     Badal syai’ min syai’
2.    Badal ba’du min kul
3.    Badal isytimal
4.    Badal gholath
Badal ada 4 macam:
1.     Badal syai’ min syai’ atau badal kul min kul, yaitu badal yang cocok dan sesuai dengan mubdal minhunya, contoh: “ زارني محمدٌ عمُّكَ
2.    Badal ba’du min kul, yaitu badal merupakan juz(bagian) dari mubdal minhu baik sedikit, menyamai atau lebih banyak, contoh:
حفظتُ القران ثلاثة أو نصفه أوثلثية ”. Dan di wajibkan dalam badal ba’du min kul dimudlofkan pada dhomir yang kembali pada mubdal minhunya.
3.    Badal isytimal, yaitu antara badal dan mubdal minhu ada persambungan tanpa adanya bagian, dan dalam badal isytimal badal wajib di idlofahkan pada dhomir yang kembali pada mubdal minhunya juga. Contoh: “ أعجبني الجارية حديثها ”.
4.    Badal gholath, adapun macamnya dibagi menjadi 3 bagian:
a.    Badal bida’, menyengaja melakukan sesuatu kemudian ia berpindah berkata sesuatu yang lain, seakan ia tidak mengucapkan hal yang pertama, contoh: “ هذه الجارية بدر ” Kemudian setelah itu mengucapkan “شمسٍ ”.
b.     Badal nisyan, yaitu badal yang mengucapkan mubdal minhunya disengaja, tapi yang di sengaja itu salah, lalu diganti dengan badal, contoh: “ رأيت الإنسانًا ”, kemudian mengucapkan
فرسًا”. Maka menjadi “ رأيت الإنسانًا فرسًا ”.
c.    Badal gholath, yaitu badal yang mengucapkan mubdal minhunya tidak disengaja tetapi karena terpelesetnya lisan,
contoh: “ رأيت محمدًا الفرسَ ”.

عدد المنصوبات وأمثلتها
² BILANGAN-BILANGAN ISIM YANG DIBACA NASOB DAN CONTOHNYA ²

Muallif berkata isim yang dibaca nasob itu ada 15: Maf’ul bih, Masdar, Dhorof zaman dan dhorof makan, Hal, Tamyiz, Mustasna, Isim “لا”, Munada, Maf’ul li ajlih, Maf’ul ma’ah, Khobar “كان” dan saudaranya, Isim “إنّ” dan saudaranya, Isim yang ikut yang di baca nasob, yaitu ada 4: na’at, athof, taukid, badal.
Muallif berkata isim yang ada 15 diatas itu dibaca nasob, dan dijelaskan satu persatu di bab yang telah di tentukan, dan berikut contoh yang dijelaskan:
1.     Maf’ul bih, contoh: lafadz “نوحاً” dari firman allah “إنَّا أرسَلنَا نوحًا
2.    Masdar, contoh: lafadz “جَذَلًا” dari ucapanmu “جَذَلَ محمد جَذَلًا
3.    Dhorof makan, contoh: “جلستُأمامَ الأُستَاذِ” dan dhorof zaman, contoh: “حضر الأبي يوم الخميس
4.    Hal, contoh: lafadz “ضاحِكًا” dari kalimat “فتبسَّمَ ضَاحِكًا
5.    Tamyiz, contoh: lafadz “عرقًا” dari kalimat “تصبَّبَ زَيدٌ عرَقًا
6.    Mustasna, contoh: lafadz “محمد” dari kalimat “حضر القوم الا محمَّدًا
7.    Isim “لا” yang menafikan, contoh: lafadz “طالب علم” dari kalimat
 لاطالبَ علمِ مذمُوم
8.    Munada, contoh: lafadz “ رسول الله ” dari kalimat “يا رسول الله
9.    Maf’ul li ajlih, contoh: lafadz “تأديبا ” dari kalimat “عنف الأستاذ التميذ تأديبا
10. Maful ma’ah, contoh: lafadz “المصباح ” dari kalimat “ذاكرت والمصباح  
11.  Khobar “ كان ” dan saudaranya, contoh: “ كان إبراهيم صديقا لعلي
12. Na’at yang mansub, contoh: lafadz “ الفاضل ” dari kalimat  صاحبت محمدا الفاضل
13. Athof yang mansub, contoh: lafadz “ بكرا ” dari kalimat “ضرب خالد عمرا وبكرا 
14. Taukid yang dinasobkan, contoh: lafadz “ كله ” dari kalimat “ حفظت القرأن كله
15. Badal yang dibaca nasob, contoh: lafadz “نصفه ” dari firman allah “ قم اليل إلا قليلا نصفه اوانقص منه قليلا   

باب المفعول به
² MAF’UL BIH ²

Maf’ul bih yaitu isim yang di baca nasob yang menjadi pelengkap dan jatuh setelah fi’il, Contoh: “ ضَرَبْتُ زَيْدًا ”. Mushonif berkata maf’ul bih di ucapkan ketika berkumpulnya 3 perkara:
1.     Isim, maka tidak ada maf’ul bih yang berupa fi’il dan huruf.
2.    Nasob, maka tidak ada maf’ul bih yang berupa rofa’ dan jer.
3.    Fi’il fa’il yang jatuh setelah maf’ul bih.
Contoh: “ فَهَمْتُ الدرس

شروط الحال وشروط صاحبها
² SYARAT-SYARAT HAL & SHOHIBUL HAL ²

Muallif berkata tidak ada hal kecuali berupa isim nakiroh dan jatuh setelah sempurnanya kalam dan tidak ada shohibul hal kecuali berupa isim ma’rifah. Saya berkata bahwa hal itu harus berupa isim nakiroh, tidak boleh ma’rifah. Apabila ada tarkib yang di dalamnya menyatakan bahwa hal itu ma’rifat secara dhohir, maka hal yang ma’rifat tersebut harus dita’wil dengan isim nakiroh. Contoh: “ جَاءَ الأَمِيرُ وَ حْدَهُ “, lafadz " وَحْدَهُ "adalah hal dari lafadz “ الأَمِيْرُdan hukumnya ma’rifah sebab diidhofahkan pada isim dhohir, akan tetapi dita’wil nakiroh. Ta’wilannya yaitu seperti ucapanmu pada lafadz " مُنْفَرِدًا ", seakan-akan engkau  mengucapkan " جَاءَ الأَمِيْرُ مُنْفَرِدًا " Sesamanya ta’wil seperti contoh:
1.     أَرْسَلَهَا العِرَاكَ  dita’wil menjadi مُعْتَرِكَةً
2.    جَاؤُوا الأوَّل فالأوّل dita’wil menjadi مترتبين
Hukum asli dalam hal yaitu di datangkan setelah istiifaul kalam yaitu jika fiil sudah ada failnya, atau mubtada sudah ada khobarnya. Dan terkadang wajib untuk mendahulukan hal dari semua bagian/juznya kalam. Seperti halnya ketika hal menjadi istiham. Contoh: “  قَدِمَ عَلِي كَيْفَ  “, lafadz “ كَيْفَ “ adalah isim istifham yang mabni fathah mahal nasab karena menjadi hal dari lafadz “ عَلِي ”, dan tidak diperbolehkan mengakhirkan isim istifham. Shohibul hal itu disyaratkan harus berupa isim ma’rifah, maka tidak diperbolehkan jika berupa isim nakiroh tanpa adanya musawigh (qorinah yang menjadikan sesuatu yang tidak boleh menjadi boleh).
Musawigh –musawigh tersebut diantaranya;
1.     Hal berupa isim nakiroh dan mendahului isimnya :
Seperti dalam sya’ir :
       
يلوح كأنه خلل
¯
لميّة موحشا طلل
Lafadz “ موحشا “ adalah hal dari lafadz “ طلل “,dan lafadz طلل "  “ itu hukumnya nakiroh. Dari syair tersebut diperbolehkan mendahulukan hal atas isimnya.
2.    Shohibul hal diperbolehkan berupa isim nakiroh karena halnya mendahului shohibul hal.
3.    Hal boleh  berupa isim nakiroh ketika nakirohnya ditahsis dengan idhofah  atau sifat.
a.    Contoh yang pertama seperti firman Allah:
 فِيْ أَرْبَعَةِ أَيَّامٍ سَوَاءَ
Artinya:
Lafadz “ سواء “ adalah hal dari “ أربعة “. Lafadz “ سواء “ adalah isim nakiroh. Hal diperbolehkan berupa isim nakiroh karena ditahsis dengan idhofah.
b.    Contoh yang kedua yaitu :
 نَجَيْتَ يَارَبِّ نُوْحًا وَاسْتَجَبْتَ لَهُ فِي فُلكٍ مَاخِرٍفِي اليم مشحونا    
Artinya: 
Ya Allah Engkau yang menyelamatkan dan mengabulkan doa nabi nuh dalam perahu

التمييز
² TAMYIZ ²
         
Muallif barkata dalam bab tamyiz, Tamyiz adalah isim yang dirbaca nashob yang menjelaskan dzat yang masih samar.
Contoh:
a.    تَصَبَّبَ زَيْدٌ عَرَقًا
Zaid bercucuran keringatnya
b.    تَفَقَّاءَ بَكْرٌ شَحْمًا
"              "
c.    طَابَ مُحَمَّدٌ نَفْسًا
Muhammad baik hatinya
d.    اجْمَلَ مِنْكَ وَجْهًا
“ Engkau tampan wajahnya ”
Saya berkata, secara lughot (bahasa) tamyiz mempunyai dua makna:
1.     Tafsir secara mutlak.
Contoh:
 مَيَّزْتُ كَذَا أي فَسَرْتُهُ
Saya menafsirinya demikian
2.    Memisah sebagian perkara dari sebagian yang lain.
Contoh:
مَيَّزْتُ القَوْمَ أي فَصَلْتُ بَعْضَهُمْ عَنْ بَعْضٍ
Saya memisah sebagian perkara dari sebagian yang lain
Sedangkan tamyiz secara istilah ulama’ nahwu yaitu suatu ucapan berupa isim shorih yang dibaca nashob yang menjelaskan suatu dzat atau nisbat yang masih samar. Perkataan mushonif “ الإسم “ artinya tamyiz tidak bolah berupa kalimah fiil atau huruf. Pada perkataan muallif “ الصريح “ berarti mengecualikan isim yang dita’wil.
Berbada dengan hal, tamyiz tidak boleh berupa dhorof atau jumlah. Perkataan muallif “ المفسر لما انبهم من الذوات او النسب  “ mengisyaratkan bahwa tamyiz ada dua macam:
1.     Tafsir Ad-Dzat
2.    Tafsir As-Shifat
Tamyiz dzat juga dinamakan tamyiz mufrod. Tamyiz dazat adalah sesuatu yang menghilangkan kesamaran isim yang disebutkan sebelumnya dengan keumuman hakiki. Tamyiz dzat itu jatuh setelah/ berfungsi menjelaskan:
a.    العدد   (bilangan)
Contoh:
إنِّي رَأَيْتُ اَحَدَ عَشَرَ كَوكَبًا
Sungguh aku benar-benar melihat sebelas bintang
إنَّ عِدَّةَ الشُهُورِ عِنْدَ اللهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا
Sesungguhnya jumlah bulan disisi Allah ada dua belas bulan
b.    Timabangan.
Contoh:
إِشْتَرَيْتُ رِطْلاً زَيْتًا
Aku membeli satu rithl zaitun
c.    Takaran.
Contoh:
إِشْتَرَيْتُ فَدَّانًا قَمْحًا
"                            "
d.    Ukuran.
Contoh:
إِشْتَرَيْتُ فَدّانًا
"                            "
          Adapun tamyiz nisbat juga dinamakan tamyiz jumlah, yaitu sesuatu yang menghilangkan kesamaran nisbat pada jumlah yang mendahuluinya. Tamyiz nisbat ada 2 macam:
1.     المحوّل (memindah)
2.    غير محوّل
Tamyiz nisbat ” المحوّل “ ada tiga macam:
a.    المحول عن الفاعل                          
contoh:
 تَفَقَاءَ زَيْدٌ شَحْمًا  
Aslinya “ تَفَقَاءَ شَحْمُ زَيْدٍ “ kemuadian mudlofnya ( lafadz شحم  ) dibuang dan mudlof  ilaih ditampakkan. Maka mudlof ilaih menempati tempatnya mudlof   ( lafadz زيد ). Maka lafadz  زيد “ dibaca rofa’ karena menempati rofa’nya lafadz ” شحم “ dan mudlof yang di buang  . Di datangkan dan dibaca nasob karena menjdi tamyiz.

b.     المحول عن المفعول                        
contoh:
 وَفَجَرْنَا الأَرْضَ عُيُوْنًا
Aslinya “ وفجرنا عيونا الأ رض Kemudian diberlakukan seperti contoh yang telah lewat.                                                                                                                             
c.     المحول عن  المبتداء
contoh:
أنا أكثر منك مالا
Aslinya “ مالي أكثر من مالك ”, Kemudian mudlof yakni lafadz “ مال ” dibuang  dan mudlof ilaih yakni dlomir ya’ mutakallim yang menempati tempatnya mudhof didatangkan. Maka mudhof ilaih  dibaca rofa’ seperti rofa’nya mudlof. Dan dipisah karena ya’ mutakallim adalah dlomir muttashil seperti yang telah kamu ketahui, adapun ya’ untuk ibtida’ kemudian didatangkan dengan mudlof yang dibuang. Kemudian lafadz “ مال ”dijadikan tamyiz. Maka jadilah seperti yang anda lihat. Adapun  غير المحولcontohnya:
امتلأ الإناء ”.

شروط التمييز
² SYARAT-SYARAT TAMYIZ ²

Muallif berkata tidak ada tamyiz kecuali berupa isim nakiroh dan disebutkan setelah sempurnanya kalam. Saya berkata disyaratkan dalam tamyiz tidak ada tamyiz kecuali berupa isim nakiroh dan disebutkan setelah sempurnanya kalam. Saya berkata ndalam tamyiz disyaratkan harus berupa isim nakioh. Maka tidak boleh berupa isim ma’rifah. Adapun ucapan syair:
صدرت و طبت النفس يا قيس عن عمرو
¯
رأيتك لما أن عرفت وجوهنا
Kata “ النفس ” adalah tamyiz. “ ال ”disini bukanlah isim ma’rifah sehingga “ ال ” tersebut menjadikan tamyiz masuk pada isim ma’rifah. Akan tetapi tersebut adalah zaidah yang tidak berfaidah ta’rif pada lafadz yang dimasukinya. Lafadz “ النفس ”dihukumi nakiroh dan sudah sesuai dengan syarat yang kami sebutkan. Dalam tamyiz tidak diperbolehkan mendahulukan tamyiz atas amilnya. Akan tetapi tamyiz tidak boleh didatangkan kecuali setelah sempurnanya kalam yaitu setelah fiil sudah ada failnya dan setelah mubtada sudah ada khobarnya.

² ISTISNA’ ²

Muallif berkata dalam bab istisna’: Huruf istisna’ ada 8: “ إلا, غير, سِوى, سُو ى, سواء, خلا, عدا, حاشا   . Saya berkata istisna menurut bahasa adalah mengeluarkan/ mengecualikan  secara mutlak. Sedangkan menurut istilah ahli nahwu yaitu perkataan mengeluarkan atau mengecualikan dengan adat “ إلا ”atau salah satu lafadh yang semakna dengannya atas sesuatu yang tidak ada pengecualian karena suatu tersebut masuk pada kalam sebelum dipasang adat istisna’ contoh:“ نجح التلاميد إلا عامرا ” (para siswa sukses kecuali amir) kamu mengeluarkan dengan ucapan “ kecuali amir ” atas salah satu siswa. Salah satu siswa tersebut adalah Amir. Jika tidak ada pengecualian maka Amir masuk dalam golongan siswa yang sukses. Ketahuilah sesungguhnya adat-adat istisna’ itu banyak .
 Mualif menuturkan adat tersebut ada 8 dan  membaginya menjadi 3 macam:
1.     Huruf selamanya yaitu “ إلاّ
2.    Isim selamanya, ada 4 yaitu “ سِوى ”( dengan dibaca qosr dan kasroh sinnya), “ سُوى ” (dengan membaca qosr dan domah sin’nya), “ سواء ” (dengan dibaca panjang dan dibaca fathah sin’nya) dan juga  غير .
3.    Lafadz-afadz yang disatu sisi adalah huruf dan isisi lain adalah isim. Jumlahnya ada 3 yaitu: “ جلا, عدا, حاشا

² HUKUM MUSTASNA DENGAN “ إلا²

Muallif berkata mustasna dengan “ إلا ” itu dibaca nasob apabila berupa kalam tam mujab. Contoh “ قَامَ القَوم إلا زَيْدًا” dan “ خَرَجَ النَسُ إلا عَمْرًا ” . Apabila kalamnya berupa kalam tam manfi maka mustasna boleh dibaca nasob atau badal. Contoh “ مَا قَامَ القومُ إِلّا زَيْدًا  ” Apabila kalamnya berupa kalam naqis, maka mustasna dii’robi sebagaimana amil yang memasukinya. Contoh: “ ما قَامَ  إلا زَيْدٌ  
Saya berkata bahwa isim yang dibaca setelah “إلا ” itu ada 3 tingkah (hukum) :
1.     Mustasna wajib dibaca nasob. Karena posisinya menjadi  istisna’.
2.    boleh  di i’robi sebagaimana lafadz yang jatauh setelah “ إلا ” karena isim tersebut adalah badal dari lafadz sebelumnya dan mustasna boleh dibaca nasob karena posisinya menjadi istisna’.
3.    wajib memberlakukan isim atas amil yang disebutkan sebelum “إلا  ”. Penjelasan ketiga tingkah (hukum) ini apabila sebelum “إلا    adalah kalam tam mujab, kalam tam manfi atau kalam naqis dan bukan manfi.
Makna kalam yang awal yaitu kalam tam adalah apabila dalam kalam menyebutkan mustasna minhu. Makna kalam naqis yaitu jika dalam kalam tidak menyebutkannn mustasna minhu. Makna kalam mujab yaitu jika kalam tidak  didahului nafi atau syibh nafi. Adapun yang serupa dengan nafi adalah nahi adalah dan istifham. Makna kalam manfi yaitu apabila kalam didahului salah satu dari perkara-perkara ini. Apabila kalam yang awal adalah tam mujab maka isim yang jatuh setelah “إلا  ” harus dibaca nasob karna menjadi istisna contoh “ قام القومُ إلا زيدًا ” dan “ خرج الناسُ إلا عمرًا ”.Umar dan Zaid adalah mustasna dari kalam tam karena menyebutkan mustsna minhu. Mustasna minhunya adalah lafadz “ القوم ”. Pada contoh pertama dan kedua .kalam dalam contoh tadi dinamakan kalam mujab karna tidak didahului nafi atau syibh nafi, maka wajib dibaca nasob. Contoh ini adalah tingkah yang pertama. Apabila kalamnya berupa kalam tam manfi maka boleh itba’ karena menjadi badal atau nasob karna menjadi istisna contoh “  ما قام القوم إلا زيدٌ ”, lafadz “ زيد ” adalah mustasna dalam kalam tam karna kalam ini menyebutkan mustasna minhu. Mustasna minhunya adalah lafadz “ القوم ”. Kalam tam ini adalah kalam tam manfi karena didahului “ما النافية   ” maka kalam ini boleh dibaca itba’. Maka ketika kamu mengucapkan “إلا زيدٌ  ” dengan dibaca rofa karena mustasna minhunya dibaca rofa dan  merupakan badal yang dibaca rofa, dalam kalam ini boleh juga dibaca nasob karna menjadi istisna tapi hukumnya qillah (sedikit).  Maka kamu mengucapkan “إلا زيدًا”qaul ini adalah tingakah kedua. Apabila kalamnya berupa kalam naqish dan manfi maka mustasna dibaca sesuai lafad atau amil yang jatuh setelah “إلا  ”. Maka apabila amilnya menuntut rofa’ atas posisinya yang menjadi  fail, maka harus dibaca rofa’ . Contoh: “ ما حضي إلا علي”. Dan apabila amilnya menuntut nashob  atas posisinya yang menjadi maf’ul maka harus dibaca nashob. Contoh: “ ما رأيت إلاعليّا ”. Dan apabila amilnya menuntut jer dengan adanya huruf jer. Maka harus dibaca jer Contoh: “ ما مررت إلابزيدٍ ” Dan qoul ini adalah tingkah (hukum) yang ketiga.


أنواع المفعول به
MACAM-MACAM MAF’UL BIH

Muallif berkata maf’ul bih terbagi menjadi 2 yaitu:
1.     maf’ul bih isim dhohir, penjelasanya sudah di jelaskan seperti yang terdahulu.
2.    maf’ul bih isim dhomir, terbagi menjadi 2 yaitu:
a.    maf’ul bih isim dhomir muttasil

·         ضَرَبَنِي
·         ضَرَبَنَا
·          ضَرَبَكَ
·         ضَرَبَكِ
·         ضَرَبَكُمَا
·          ضَرَبَكُمْ
·         ضَرَبَكُنَّ
·         ضَرَبَهُ
·         ضَرَبَهَا
·          ضَرَبَهُمَا
·         ضَرَبَهُم
·         ضَرَبَهُنَّ

b.    maf’ul bih isim dhomir munfasil

·         إيَّايَ
·         إيَّانَا
·         إيَّاكَ
·         إيَّاكِ
·         إيَّاكُمَا
·         إيَّاكُم
·         إيَّاكُنَّ
·         إيَّاهُ
·         إيَّاهَا
·         إيَّاهُمَا
·         إيَّاهُمْ
·         إيَّاهُنّ

mushonif berkata maf’ul bih terbagi menjadi 2, yaitu: maf’ul bih isim dhohir dan maf’ul bih isim dhomir. Telah kita ketahui bahwa isim dhohir adalah lafadz yang menunjukkan ma’na tanpa membutuhkan penjelasan, baik dari mutakalim (orang yang berbicara) mukhotob (orang yang diajak bicara), dan ghoibah (orang yang dibicarakan). Dan isim dhomir adalah lafadz yang tidak menunjukkan sebuah ma’na tanpa adanya penjelasan dari 3 penjelas tersebut (mutakalim, mukhotob, goibah).
Contoh maf’ul bih isim dhohir:  
ضَرَبَ مُحَمَّدٌ بَكْرًا ” (muhammad telah memukul bakar),
يَضْرِبُ خَالِدٌ عَمْدًا ” (kholid sedang/akan memukul amar),
قَطَفَ إسْمَاعِيْلُ زَهْرَةً ” (ismail telah memetik mawar),
يَقْطِفُ إسْمَاعِيْلٌ زَهْرَةً ” (ismail sedang/akan memetik mawar).
Maf’ul bih isim dhomir yang terbaca nasob di bagi menjadi 2, yaitu:
a.    Muttasil
Dhomir muttasil yaitu dhomir yang tidak bisa menjadi permulaan kalimat dan tidak bisa jatuh setelah “ إلا ” dan dalam keadaan dan bentuk apapun. Dan untuk dhomir muttasil terdapat 12 lafadz yaitu:
1)    ياء ”, yaitu untuk menunjukkan bahwa orang yang berbicara adalah tunggal dan wajib hukumnya memisahkan antara ya’ dan fi’il dengan menggunakan wiqoyah.
Contoh : “أَطَاعَنِيْ مُحَمَّدٌ”, “يُطِيْعُنِي بَكْرٌ”, “أطِعْنِي يَا بَكْرُ ”.
2)    نا ”, yaitu untuk menunjukkan mutakalim mu’adzim nafsahu au ma’a ghoiruhu.
Contoh :أطَاعَنَا أبْنَاؤُنَا
3)   الكاف ” yang di fathah yaitu untuk menunjukkah bahwa orang yang di ajak bicara adalah laki-laki dan tunggal. Contoh : أطَاعَكَ إبْنُكَ
4)   الكاف ” yang di kasroh, yaitu untuk menunjukkan bahwa orang yang diajak bicara adalah perempuan dan tunggal. Contoh :  أطَاعَكِ إبْنُكِ
5)   الكاف ” yang bertemu dengan “ م ” dan “ ألف ”, yaitu untuk menunjukkan bahwa orang yang diajak bicara terdapat 2 orang secara mutlak. Contoh : أطَاعَكُمَا
6)   الكاف ” yang bertemu dengan “ م ”, yaitu untuk menunjukkan bahwa orang yang diajak berbicara adalah orang banyak dan laki-laki semua. Contoh : أطَاعَكُمْ
7)   الكاف ” yang bertemu dengan “ ن ” yang ditasdid untuk menunjukkan bahwa orang yang diajak bicara adalah orang banyak dan perempuan semua. Contoh : أطَاعَكُنَّ
8)   الهاء ” yang berharakat dhomah yaitu untuk menunjukkan bahwa orang yang dibicarakan adalah laki-laki dan tunggal. Contoh: أطَاعَهُ
9)   الهاء ” yang bertemu dengan “ ألف ” yaitu untuk menunjukkan bahwa orang yang dibicarakan adalah perempuan dan tunggal. Contoh : أطَاعَهَا
10)   الهاء ” yang bertemu dengan “ م ” dan “ ألف ”, yaitu untuk menunjukkan bahwa orang yang dibicarakan terdapat 2 orang (secara mutlak). Contoh : أطَاعَهُمَا
11)  الهاء ” yang bertemu dengan “ م ”, yaitu untuk menunjukkan bahwa orang yang dibicarakan adalah orang banyak dan laki-laki semua. Contoh : أطَاعَهُمْ
12)   الهاء ” yang bertemu dengan “ ن ” yang ditasdid, yaitu untuk menunjukkkan bahwa orang yang dibicarakan adalah orang banyak dan perempuan semua. Contoh : أطَاعَهُنَّ
b.    Munfasil
Dhomir munfasil yaitu dhomir yang bisamenjadi permulaan kalimat dan bisa jatuh setelah “ إلا ” dalam keadaan dan bentuk apapun. Dan untuk dhomir munfasil terdapat 12 lafadz yaitu : “ إيّا ” sama halnya seperti “ ياء ”, yaitu untuk menunjukkan bahwa orang yang berbicara adalah tunggal. Atau menggunakan “ نا ” untuk menunjukkan ............... atau “ الكاف ” yang terbaca fathah, yaitu untuk menunjukkan bahwa orang yang di ajak bicara adalah tunggal dan laki-laki atau dengan “ الكاف ” yang terbaca kasroh, yaitu untuk menunjukkan bahwa orang yang diajak bicara adalah perempuan dan tunggal.
Dan janganlah khawatir karena untuk penjelasannya masih sama dengan penjelasan sebelumnya. Dan benar hukumnya bahwa dhomir setelah “ إيّا ” menunjukkan mutakalim, mukhotob, atau ghoibah.
Contoh :   ايَّايَ أطَاعَ التَّلامِيْدُ” dan “ مَا أطَاعَ التَلاَمِيْدُ إلا إيَّايَ Dan juga seperti firman allah ta’ala “ إيّاكَ نَعْبُدُ وَإيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ ” Dan juga “ أمَرَ أنْ لَاتَعْبُدُوا إلا إيَّاه.

المصدرى
MASDAR
Pengarang berkata masdar adalh isim yang dibaca nasob yang jatuh pada urutan ke-3 didalam tasrifannya fi’il. Contoh : “  ضَرَبَ يَضْرِبُ ضَرْبَا
Kemudian berkata, seperti yang telah diketahui oleh pengarang tentang masdar bahwa yang jatuh pada urutan ke-3 didalam tasrifannya fi’il.
Maksud dari kalimat itu adalah misalnya kamu mentasrif lafadz “ ضَرَبَ ” , maka lafadz yang kamu sebut pertama merupakan fi’il madhi, lafadz yang brikutnya merupakan fi’il mudhori’, kemudian lafadz yang ke-3 yaitu masdar. Maka lafadz yang akan di ucapkan “ ضَرَبَ يَضْرِبُ ضَربًاُ
Dan maksudnya disini bukan untuk mengetahui pengertian masdar secara dzatiahnya. Akan tetapi untuk mengetahui maf’ul mutlaknya dengan adanya masdar itu sendiri.
Ada sebuah ungkapan bahwa suatu lafadz bukan disebut khobar apabila menunjukkan ma’na untuk mentaukidkan ‘amil macamnya ‘amil dan ‘adad. Maka maksud dari lafadz “ suatu lafadz bukan disebut khobar “ karena adanya khobar itu sebab adanya masdar. Contoh : “ فَهْمُكَ فَهْمٌ دَقِيْقٌ ”. Dan maksud dari lafadz “  ” menunjukkan ma’na dst............. “” itu menunjukkan bahwa maf’ul mutlak dibagi menjadi 3 yaitu:
1.     Mentaukidkan ‘amil,
contoh : “ حَفِضْتَ الدَرْسَ حِفْظا ”, “ فَرِحْتُ بِقُدُومِكَ جَذَلاً
2.    Menjelaskan macamnya ‘amil,
contoh : “ أحْبَبْتُ أسْتَادِى حُبَّ الولد أباهُ ”, “ وَقَفْتُ للأسْتَدِ وُقُوفَ المُؤَدّبِ  
3.    Menjelaskan ‘adad,
contoh : “ ضَرَبْتُ الكَسُوْلَ ضَرْبَيْنِ ”, “ ضَرَبْتُهُ ثَلاَثَ ضَرْبَاتٍ

أنواع المفعول المطلق
MACAM-MACAM MAF’UL MUTLAK

Muallif berkata maf’ul mutlak dibagi menjadi 2, yaitu :
1.     Maf’ul mutlak lafdzi
maf’ul mutlak lafdzi yaitu lafadz maf’ul mutlak yang sesuai (cocok) dengan lafadz fi’ilnya. Contoh : قَتَلتُهُ قَتلًا
2.    Maf’ul mutlak ma’nawi
Maf’ul mutlak ma’nawi yaitu lafadz maf’ul mutlak tidak sesuai (tidak cocok) dengan lafadz fi’ilnya. Contoh :قمتُ وقوفًا  dan جلستُ قعودًا
Dan contoh-contoh lain yang serupa dengan contoh tersebut.
Muallif mengatakan masdar yang terbaca nasob yang menjadi maf’ul terbagi menjadi 2, yaitu :
1.     Lafadznya fi’il sesuai dengan lafadz yang terbaca nasob, yaitu dengan adanya huruf (yang sama) dan didalam ma’nanya juga (sama). Maksudnya, ma’na fi’ilnya sama dengan ma’nanya masdar.
Contoh :
ذهبتُ ذهبًا
ضربتهُ ضربًا
قعدتُ قعودًا         
Dan contoh-contoh lain yang serupa denganh  contoh tersebut. 
2.    Lafadznya fi’il sesuai dengan ma’na yang terbaca nasob, tetapi tidak sesuai dengan  hurufnya masdar berbeda dengan hurufnya fi’il.
Contoh :جلستُ قعودًا
Ma’nanya lafadz  جلس” adalah ma’nanya lafadz “قعود”. Dan salah satu dari kedua lafadz tersebut hurufnya berbeda. Dan juga contoh :
فَرِحتُ جَذَلًا
ضَربتُ لُكمًا
قُمتُ وُقوفًا
أهَنتُهُ إحتِقَارًا
 dan contoh-contoh lain yang serupa dengan contoh tersebut.
واللهُ سبحَانهُ وتعالىأعلى وأعلم

ظرف الزمان وظرف المكان
DHOROF ZAMAN DAN DHOROF MAKAN
Muallif berkata bahwa dhorof zaman adalah yang menunjukkan waktu yang terbaca nasob dengan mengira-ngirakan “في
Contoh :
..............
Mushonif berkata ma’na dhorof secara bahasa adalah yang memuat atau yang menjaga akan tetapi, dikalangan ulama nahwu mengartikannya seperti maf’ul fih. Dhorof dibagi menjadi 2 yaitu:
·         Dhorof zaman
Dhorof zaman adalah isim yang menunjukkan ma’na waktu yang terbaca nasob dengan menggunakan lafadz-lafadz tertentu dan dengan mengira-ngirakan “في” yang menunjukkan dhorof seperti mengucapkan “صُمتُ يومَ الإثنينِ”(...........), maka sesungguhnya lafadz “يومَ الإثنينِ” merupakan dhorof zaman maf’ul fih yang terbaca nasob jika dengan mengucapkan lafadz “صُمتُ” dan ‘amil menunjukkan ma’na yaitu “الصِيام” (berpuasa), dan ucapan yang menunjukkan ma’na dengan mengira-ngirakan “في” maksudnya bahwa sesungguhnya puasa itu akan dilaksanakan pada hari yang disebutkan. Berbeda lagi dengan contoh “يخافُ المكسولُ يومَ الإمتِحَانِ)...........).
Karena maksud dari contoh tersebut adalah seseorang takut akan hari ujian, bukan takut pada sesuatu yang terjadi pada hari ini.
Dan ketahuilah bahwa isim zaman terbagi menjadi 2, yaitu:
Mukhtas
Isim mukhtas adalah lafadz yang menunjukkan ma’na tertentu yang dibatasi dengan zaman.
Contoh :.............
Mubham
Isim mubham adalah lafadz yang menunjukkan ma’na yang tidak tertentu dan tidak terikat oleh zaman.
Contoh :..............
Dan kedua bagian ini boleh terbaca nasob karena hakikat statusnya menjadi maf’ul fih.
Dan muallif telah menjelaskan bahwa lafadz-lafadz yang menunjukkan zaman ada 12 lafadz, yaitu :
1.     اليوم ” adalah terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari. Contoh :
صمت اليومَ
صمتُ يومَ الخَميسِ
صمت يومًا طويلًا
2.    الليلة ” adalah terbenamnya matahari hingga terbitnya fajar. Contoh :
إعتكفتُ الليلةَ البَارِحَةَ
إعتكفتُ ليلةً
إعتكفتُ ليلةً الجمعةِ
3.      غدوة ” adalah waktu diantara sholat subuh dan terbitnya matahari. Contoh :
زارني غدوةَ الأحدِ
زارنِي غدوةً
4.    بكرة ” adalah awal waktu siang. Contoh :
أزورُكَ بُكرةَ السَّبتِ
أزورُكَ بُكرةً
5.    سحرا ” adalah akhirnya waktu malam sebelum fajar. Contoh :
ذَاكرتُ دَرسِي سَحَرًا
6.    غدا ” adalah isim untuk hari  dimana  kamu ada setelah hari itu. Contoh :
إذا جِئتَنِي غَدا أكرَمتُكَ
7.    عتمة ” adalah isim untuk sepertiga malam pertama. contoh  : سأزُورُكَ عتمةً
8.      صباحا ” adalah isim waktu yang dimulai dari awal setengah malam yang ke-2 hingga terbenam. Contoh :
سَافر أخِي صَبَاحًا
9.    مساء ” adalah isim waktu yang dimulai dari terbenamnya matahari hingga setengah malam. Contoh :
وَصلَالقِطَارُبِنَا مَسَاءً
10. أبدا ” selamanya.
11.  أمَدا
Kedua isim tersebut untuk zaman istiqbal yang tidak mempunyai tujuan dan tidak ada akhirnya. Contoh :
لا أصحَابُ الأَشرَارَ أبَدًا
لَا أقتَرِفَ الشَرَّ أمَدًا
12. حينًا ” adalah isim zaman mubham yang tidak lazim terletak di awal kalimat dan diakhir kalimat. Contoh :
صَحبتُ عَليًّا حِينًا مِنَالدَّهرِ
Dan semua lafadz-lafadz di atas disamakan dengan lafadz yang menyerupai isim yang menunjukkan ma’na zaman. Sama halnya dengan isim mukhtas  contoh : “ صحوة ” dan “ ضحى ”. Dan adapun isim mubham semisal “.....” , maka sesungguhnya semua contoh ini boleh dibaca nasob, karena hakikat statusnya menjadi maf’ul fih.
·         Dhorof makan
muallif berkata mengenai dhorof makan yaitu isim makan yang dibaca nasob dengan mengira-ngirakan “ في ”. Contoh :
dan muallif berkata mengenai keterangan yang sudah dijelaskan terdahulu mengenai dhorof zaman. Bahwa dhorof zaman dibagi menjadi 2 yaitu : mukhtaz dan mubham dan juga sudah diketahui pula bahwa keduanya boleh dibaca nasob karena hakikat statusnya menjadi maf’ul fih.
Dan ketahuilah bahwa maksud dari dhorof makan disini adalah isim yang menunjukkan ma’na tempat yang terbaca nasob dengan menggunakan lafadz-lafadz tertentu dan dengan mengira-ngirakan ma’na “ في ” yang menunjukkan tempat.
Dan dhorof makan juga terbagi menjadi 2, yaitu :
Mukhtas
Isim mukhtas yaitu lafadz yang mempunya bentuk dan batasan-batasan tertentu. Contoh : .......
Mubham
Isim mubham yaitu lafadz yang tidak mempunyai bentuk dan batasan-batasan tertentu. Contoh :.......
Isim mubham dan isim mukkhtasnya dhorof makan tidak boleh dibaca nasob karena pembagian ini merupakan maf’ul fih kecuali yang ke-2 (mubham) yaitu artinya mubham boleh dibaca nasob.
Adapun yang pertama (mukhtas) wajib dijerkan dengan menggunakan huruf jer yang menunjukkan ma’na. Contoh :
إعتكفتُ في المَسجِدِ(......)
زُرتُ عَليًّ في دَارِهِ(........)
Dan mushonif telah menyebutkan lafadz-lafadz yang menunjukkan ma’na tempat ada 13 lafadz, yaitu :
1.     أمام”, contoh :جَلَسـُ أمَامَ الأُستَذِ مُئَدَّبًا (aku telah duduk didepan guruku dengan adab)
2.    خلف ”, contoh : شِارَالمَشَاةُ خَلفَ الرُّكبَانِ
3.    قدام ”, contoh :مَشَى الشُّرطِيُّ قُدَّامَ الأَمِيرُ (polisi telah berjalan didepan)
4.    وراء ”, contoh : وَقَفَ المُصَلُّونَ بَعضُهُم وَرَاءَ بَعضٍ
5.    فوق ”, contoh :جَلَستُ فَوقَ الكُرسيِّ (aku telah duduk diatas kursi)
6.    تحت ”, contoh :  وَقَفَ القِطُّ تَحتَ المَئِدةِ
7.    عند ”, contoh :لَمُحَمَّدٍ مَنزَلَةٌ عندَالأُستَاذِ
8.    مع ”, contoh :سَارَمَعَ سُلَيمَانَ أخوهُ
9.    إزاء ”, contoh :لنَا دَارٌ إِزَاءَالنَّيلِ
10. حداء ”, contoh :جَلسَ أخِي تِلقَاءَدَارَ أخِيكَ
11.  تِلقَاءَ ”, contoh : جَلسَ أخِي تِلقَاءَدَارَ أخِيكَ
12. ثم ”, contoh firman allah :وَأَزلَفنَا ثُمَّالأخَرِينَ
13. هنا”, contoh :جَلَسَ مُحَمَّدٌ هُنَا لَحضَةً (muhammad telah duduk disini sebentar)
Dan contoh-contoh lafadz-lafadz ini menunjukkan ma’na dhorof makan mubham, seperti “ شَمَالٍ ” dan “ يَمِينٍ ”. (kiri dan kanan)
HAL
Muallif berkata hal adalah isim yang terbaca nasob yang dijelaskan oleh keadaan-keadaan tertentu. Contoh:
 جَاءَ زَيدٌ راكِبًا
رَكبتُ الفَرَسَ مُسرَجًا
لَقِيتُ عَبدَاللهِ رَاكِبًا
Dan contoh-contoh lain yang serupa dengan contoh tersebut.
Muallif berkata mengenai pengertian hal secara bahasa bahwa suatu keadaaan manusia dalm keadaan baik. Dalm istilah ulama’ nahwu seperti suatu ungkapan dari isim yang fudhllah dan mansub serta dijelaskan oleh keadaan-keadaan tertentu.

عددالمرفوعات وامثلها
²ADAT ISIM-ISIM YANG TERBACA ROFA’ DAN SESAMANYA²

Mushonnif berkata: (Bab isim-isim yang dibaca rofa’)
Isim isim yang dibaca rofa’ ada 7 yakni: Fail, maf’ul yang tidak disebutkan fa’ilnya, mubtada’, khobar,isimكان  dan saudara-saudaranya, khobar إنّ dan saudara-saudaranya, tabe’(isim yang ikut) yang dibaca rofa’. Tabe’ yang dibaca rofa’ ada 4: Na’at, athof taukid, badal.
          Saya(mushonnif) be isim yang mu’rob(berubah i’robnya) itu ada pada 3 tempat: Tempatnya rofa’, tempatnya nasob, tempatnya jer. Setiap satu tempat dari tempat-tempat itu terdapat amil-amil yang saling berhubungan. Dan muallif menjelaskan kepadamu tentang hal itu secar terperinci dan diawali dengan isim-isim yang dibaca rofa’: karena sesungguhnya hal itu lebih mulia dan muallifmenyebutkan isim yang dibaca rofa’ tersebut kedalam tempat:
1.     Fa’il
Contohnya: lafadz “عَلِيٌّ” dan “مُحَمَّدٌ” dalam contoh:
حَضَرَ عَلِيٌّ”: Ali hadir
سَافَرَ مُحَمَّدٌ”: muhammad bepergian
2.    Naibul fail
Atau muallif menyebutnya maf’ul yang tidak disebutkan fa’ilnya. Contoh: lafadz “الغُصْنُ” dan “المَتَاعُ” dalam contoh:
قُطِعَ الغُصْنُ”: cabang dipotong
سُرِقَ المَتَاعُ”: harta dicuri
3.    Mubtada’
محمدٌ مسافرٌ: Muhammad adalah orang yang bepergian. Lafadz  محمدٌ adalah mubtada’.
عليٌّ مجتهدٌ”: Ali adalah orang yang bersungguh-sungguh. Lafadz  عليٌّ adalah mubtada’.
4.    Khobar
 محمدٌ مسافرٌ: Muhammad adalah orang yang bepergian. Lafadz  مسافرٌ adalah khobar.
عليٌّ مجتهدٌ”: Ali adalah orang yang bersungguh-sungguh. Lafadz  مجتهدٌ adalah khobar.
5.    Khobar “إنّ” dan salah satu saudara-saudaranya.
Contoh: lafadz “فَاضِلُ” dan “قَدِيرٌ” dalam kalimat:
إنَّ مُحَمّدًا فَاضِلُ”: Sesungguhnya Muhammad yang utama.
إنَّ اللهَ عَلَى كُلِّ شَيئٍ قَدِيرٌ”: Sesungguhnya Allah dzat yang maha kuasa atas segala sesuatu.
6.    Isim “كان” dan salah satu saudara-saudaranya
Contoh: lafadz “إبرَاهِيمُ” dan “البَردُ” dalam kalimat:
كَنَ إِبرَاهِيمٌ مُجتَهِدًا”: Ibrahim itu orang yang bersungguh-sungguh.
كَانَ البَردُ شَدِيدًا”: Dipagi hari sangat dingin.
7.    Isim-isim yang ikut yang terbaca rofa’.
Tabe’ ada 4 macam:
a.    Na’at
Contoh: lafadz “الفَاضِلُ” dan “كَرِيمٌ” dalam kalimat:
زَارنِي مُحَمَّدٌ الفَضِلُ”: Muhammad yang utama berkunjug kepadaku.
قَاَبَلَنِي رَجُلٌ كَرِيْمٌ”:  Laki-laki yang mulia menghadap kepadaku.
b.    Atof
Atof ada 2 macam: Atof bayan dan atof nasaq.
1)    Contoh atof bayan: lafadz “عُمَرٌ” dari ungkapan:
سَافَرَ أبُو حَفسٍ عُمَرٌ ”: Abu Hafsh bepergian yakni umar.
2)   Contoh atof nasaq: lafadz “خَالِدٌ” dari ungkapan:
تَشَارَكَ مُحَمَّدٌ وَخَالِدٌ”: Muhammad dan Kholid bekerjasama.
c.    Taukid
Contohnya: lafadz “نَفْسَهُ” dari ungkapan:
زَارَنِي مُحَمَّدٌ نَفسُهُ”: Seorang ratu berkunjung kepadaku berupa dirinya sendiri.
d.    Badal
Contohnya lafadz “أخُوك” dalam ungkapan:
حَضَرَ عَلِيٌّ أخُوكَ”: Ali hadir yakni saudaramu.
          Dan ketika terkumpul tabe’-tabe’ ini baik semuanya maupun sebagiannya sajadalam suatu kalam, maka yang didahulukan na’at, kemudian atof bayan, taukid, badal, atof nasaq. Maka berkatalah:
جَاءَ أخُوكَ الكَرِيمُ عَلَيَّ نَفسُهُ صَدِيقَتُكَ وأخُوهُ ” (Data seorang laki-laki yang mulia kepadaku berupa dirinya sediri yakni temanmu dan saudaranya  temanmu).

²  باب الفاعل  ²
( BAB FA’IL )

Fa’il adalah isim yang terbaca rofa’ yang disebutkan fi’ilnya isimnya sebelumnya.
          Mushonnif berkata: Fa’il punya, salah satunya secara bahasa dan yang lainnya secara istilah.
Adapun makna fa’il secara bahasa yaitu ungkapan dari seseorang yang yang mewujudkan pekerjaan.
Adapun ma’na fa’il secar istilah yaitu isim yang dibaca rofa’ yang failnya isimnya disebutkan sebelumnya. Seperti yang dijelaskan muallif.
          Dan ungkapan الإسم disini bukan fi’l dan bukan huruf. Maka salah satu dari fi’il dan huruf(keduanya) bukanlah fa’il. Dan ungkapan tersebut berupa isim yang shorih(jelas) dan isim yang dita’wil(dipindah) dengan isim shorih. Adapun isim shorih itu seperti lafadzنوح . Dan lafadz ابراهيم dalam firman Allah SWT  قَالَ نُوحٌdanإبرَاهِيمُ   وَإِذْ يَرْفَعُdapun jumlah dalam mahal rofa’ إَبرَاهِيمُ . Dan adapun isim yang dita’wil dari isim yang shorih, seperti firman Allah SWT “أوَلَم يَكفِهِم أنَّا أنزَلنَا” , maka “أنّ”itu huruf taukid dan nasob. Adapun “نا” itu isimnya “أنّ” yang dimabnikan sukun dalam mahal nasob. Adapun “أنزَلنَا” adalah fi’il madhi dan fa’lnya. Adapun jumlah dalam mahal rofa’ adalah khobar “أنّ”. “أنّ” dan perkara yang masuk pada “أنّ” adalah ta’wilannya masdar yang menjadi failnya lafadz “يَكفِي”. Dan taqdirannya    أوَلَم يَكفِهِم إنزَالُنَا” (kenapa kalian tidak mencegah apa yang kami turunkan). Dan dalam contoh ungkapan “يَسُّرُنِي أنْ تَتَمَسُكِ بِالفَضَائِلِ” takdirannya “ يَسُّرُنِي تَمَسُكُكَ” dan ungkapan “أعْجَبَنِي مَاصَنَعتُ” yang takdirannya “أعْجَبَنِي صُنعُكَ” . dan ungkapan “المرفوع” disini mengecualikan perkara yang dibaca nasob dan jer, maka salah satu dari keduanya tidak bisa menjadi fa’il.
          Dan ungkapan “المذكور قبله ” mengecualikan mubtada’, isimnya “إنّ”, dan saudara-saudaranya. Karena kedua fi’ilnya tidak disebutkan fi’ilnya terlebih dahulu. Dan mengecualikan juga isim كَان  dan saudara-saudaranya. Karena sesungguhnya kedua-duanya jika fi’lnya didahulukan maka fi’il disini bukan fi’ilnya salah satu dari keduanya. Dan  yang dimaksud dengan fi’il disitu adalah perkara yang terdapat keserupaan dengan dengan fi’il, seperti isim fi’il dalam contoh “هَيهَاتَ العَقِيقُ” dan شَتَّانَ زَيدٌ وعَمٌ” dan isim fa’il dalam contoh “أقَادِمٌ أبُوكَ”.  Maka lafadz “عقيق” dan “زيد” serta lafadz yang diatofkan pada lafadz “زيد” dan “أبوك” semua itu disebut fa’il.

 ² أنواع الفاعل وأنواع الظاهر منه ²
²PEMBAGIAN FA’IL DAN MACAM-MACAM ISIM DHOHIRNYA²

Fail terbagi menjadi 2: Dhohir dan Dhomir. Fa’il isim dhohir contohnya: “ قَامَ زَيدٌ
, يقُومُ زَيدٌ,
 قَامَ زَيدَانِ,
 يَقُومُ الزَّيدَانِ,
 قَامَ الزَّيدُونَ,
 يَقُومُ الزَّيدُونَ,
 قَامَ الرِّجَالُ,
 يَقُومُ الرَّجَالُ,
 قَامَت هِندٌ,
 قَامَتِ الهِندَانِ,
 تقُومُ الهِندَانِ,
 قَامَت الهِندَاتُ,
 تَقومُ الهِندا تُ,
     تَقُومُ الهُنُودُ,
 قَامَ أَخُوكَ,
 يَقُومُ أخُوكَ,
 قَامَ غُلَامِي,
 يَقُومُ غُلَامِي
 ” dan sesamanya contoh-contoh tersebut.
          Saya (mushonnif) berkata: Pembagian fa’il itu ada 2: Dhohir dan Dhomir. Adapun fa’il isim dhohir adalah perkara yang menunjukkan ma’nanya dengan tanpa butuh tanda. Adapun fa’il isim dhomir adalah perkara yang tidak menunjukkan makna yang dikehendaki oleh perkara tersebut, dengan tanda mutakallim, mukhotob, atau ghoibah.
          Adapun fa’il isim dhohir itu bermacam-macam, karena sesungguhnya fa’il isim dhohir itu ada kalanya mufrod, tasniyah, jam’ salim, atau jama’ mak semuanya terkumpul menjadi 8 macam. Dan ada kalanya juga, i’robnya fa’il isim dhohir dengan dhommah yang tampak atau dikira-kirakan. Dan ada kalanya i’robnya fa’il isim dhohir dengan huruf sebagai ganti dari dhommah. Dan setiap tingkah ada kalanya fi’il madhi dan ada kalanya fi’il mudhore’.
a.   Contoh fa’il yang mufrod mudzakar
·       Fi’il madhi: “ سَافَرَمُحَمَّدٌ, حَضَرَ خَالِدٌ
·       Fi’il mudhore’: “ يُسَافِرُ مُحَمَّدٌ, يَحضُرُ مُحَمَّدٌ
b.   Contoh fa’il tasniyah mudzakar
·      Fi’il madhi: “ سَافرَ الأَخَوَانِ, حَضَرَالصَّدِيقَانِ
·      Fi’il mudhore’: “يُسَافرُ الأَخَوَانِ, يَحْضُرَالصَّدِيقَانِ
c.    Contoh fa’il yang dijama’kan dengan jama’ tashih yang mudzakar
·      Fi’il madhi: “حَجَّ المُسلِمُونَ, حَضَرَالمُحَمَّدُونَ
·      Fi’il mudhore’: “يَحُجُّ المُسلِمُونَ, يَحْضُرُالمُحَمَّدُونَ
d.   Contoh fa’il yang dijama’kan dengan jama’ taksir yang mudzakar
·      Fi’il madhi: “سَافَرَ الزُّعَمَاعُ, حَضَرَ الأَصدِقَاءُ
·      Fi’il mudhore’: “يُسَافِرُ الزُّعَمَاعُ, يَحضُرُ الأَصدِقَاءُ
e.   Contoh fa’il yang mufrod muannas
·      Fi’il madhi: “ سَافَرَت سُعَادٌ, حَضَرَت هِندٌ
·      Fi’il mudhore’: “تُسَافَرُ سُعَادٌ, تَحضُرُهِندٌ
f.    Contoh fa’il tasniyah muannas
·      Fi’il madhi: “ سَافَرَتِ الزَّينَبَانِ, حَضَرَتِ الهِندانِ
·      Fi’il mudhore’: “تُسَافِرُ الزَّينَبَانِ, تَحضُرُ الهِندانِ
g.   Contoh fa’il yang dijama’kan dengan jama’ tashih yang muannas
·      Fi’il madhi: “سَافَرَتِ الزَّينَبَاتِ, حَضَرَت الهِنداتُ
·      Fi’il mudhore’: “تُسَافِرُ الزَّينَبَاتُ, تَحضُرُ الهِنداتُ
h.  Contoh fa’il yang dijama’kan dengan jama’ taksir yang muannas
·      Fi’il madhi: “سَافَرَتِ الزَّياَنِبُ, حَضَرَت الهُنودُ
·      Fi’il mudhore’: “تُسَافِرُ الزَّياَنِبُ, تَحضُرُ الهُنودُ
i.    Contoh fa’il yang i’robnya dengan dhommah yang dhohir(tampak) yaitu seperti semua yang dicontohkan dalam isim tasniyah yang mudzakar maupun muannas dan jama’ tashih mudzakar.
j.    Contoh fa’il yang i’robnya dhommah yang dikira-kirakan
·      Fi’il madhi: “ أقْبَلَى صَدِيقِي, سَافَرَ القَاضِي, حَضَرَ الفَتَى
·      Fi’il mudhore’: “يُقبِلُ صَدِيقِي, تُسَافِرُ القَاضِي, تَحضُرُ الفَتَىت
k.  Contoh fa’il yang i’robnya dengan huruf pengganti dhommah: yaitu semua yang telah dicontohkan dari contoh-contoh fa’il tasniyah mudzakar maupun muannas. Dan contoh fa’il yang dijama’kan dengan jama’ tashih mudzakar, dan dari contoh-contoh i’robnya juga.
·      Fi’il madhi: “ سَافَرَ أخُوكَ, حَضَرَأبُوكَ
·      Fi’il mudhore’: “ تُسَافِرُ أخُوكَ, يحْضُرُأبُوكَ

أنواع الفاعل المضمر
MACAM-MACAM FA’IL ISIM DHOMIR
         
Mushonnif berkata isim dhomir itu ada 12, contohnya:
ضَرَبْتُ
ضَرَبْنَا
ضَرَبْتَ
ضَرَبْتِ
ضَرَبْتُمَا
ضَرَبْتُمْ
ضَرَبْتُنَّ
ضَرَبَ
ضَرَبَتْ
ضَرَبَا
ضَرَبُوْا
ضَرَبْنَ
          Saya(mushonnif) berkata: Sesungguhnya kamu tahu dalam perkara yang sudah lampau pada isim dhomir berupa perkara yang akan saya jelaskan kepadamu. Sesungguhnya isim dhomir itu ada dua belas macam, dua belas macam itu ada kalanya menunjukan mutakalim, adalakanya menunjukan mukhotob, adakalanya menunjukan go’ib. Perkara yang menunjukan mutakalim itu terbagi dua macam.
Karena sesungguhnya perkara tersebut adakalanya mutakalim wahdah (satu mutakalim) dan ada kalanya lebih dari satu. Perkara yang menunjukan mukhatab atau ga’ib itu masing-masing terbagi menjadi lima macam. Karena masing-masing mukhatab atau ga’ib, ada kalanya menunjukan mufrad mudzakar, ada kalanya menunjukan mufrad mu’anats. Ada kalanya menunjukan tasniah secara mutlaq ada kalanya menunjukan jama’ mudzakar, ada kalanya menunjukan jama’ mu’anast. Maka semuanya terkumpul menjadi dua belas:
1.     Contoh dlomir mutakalim wahdah, baik mudzakar maupun mu’anast: “ ضَرَبْتُ, حَفِظْتُ, إجْتَهَدْتُ
2.    Contoh dlomir mutakalim yang terbilang, atau satu saja yang mengagungkan dirinya sendiri dan menempatkan dirinya sendiri pada tempatnya orang banyak. : “ ضَرَبْنضا, حَفِظْنَا, إجْتَهَدْنَا
3.    Contoh dlomir mufrad mudzakar mukhotob: “ضَرَبْتَ, حَفِظْتَ, إجْتَهَدْتَ
4.    Contoh dlimir mufrad mu’anast mukhotobah: “ضَرَبْتِ, حَفِظْتِ, إجْتَهَدْتِ
5.    Contoh dlomir tasniyah mudzakar mukhotob atau mu’anast mukhotobah: “ضَرَبْتُمَا, حَفِظْتُمَا, إجْتَهَدْتُمَا
6.    Contoh dlomir mu’anast mukhotobah:” ضَرَبْتُنَّ, حَفِظْتُمنَّ, إجْتَهَدْتُنَّ
7.    Contoh dlomir jama’ mudzakar mukhotob: “ضَرَبْتُمْ, حَفِظْتُمْ, إجْتَهَدْتُمْ
8.    Contoh dlomir mufrad mudzakar go’ib: lafadz “ضرب” dalam ungkapan “ مُحَمَّدٌ ضَرْبَ أَخَاهُ ” (muhammad memukul saudarany) dan lafadz “ حفظ ” dalam ungkapan “ إبْرَاهِيمُ حَفَظَ دَرسَهُ ” (ibrahim menjaga pelajaranya) dan lafadz “ إجْتَهَدَ ” dalam ungkapan “ خَالِدٌ إجتَهَدَ فِي عَمَلِهِ ” ( khalid bersungguh-sungguh dalam pekerjaanya)
9.    Contoh dlomir mu’anast ga’ibah yaitu: lafadz “ ضَرَبَتْ ” dalam ungkapan “ هِنْدٌ ضَرَبَ أُخْتَهَا ”(hindun memukul saudaranya) dan lafadz
  حفظت  ” dalam ungkapan “سُعَادُ حَفِظَتْ دَرْسَهَا ” (su’ad hafal pelajaranya) dan lafadz “ إجْتَهَدَتْ ” dalam ungkapan”زَينَبُ إجْتَهَدَتْ في عَمَلِهَا” ( zainab bersungguh-sungguh dalam pekerjaanya).
10. Contoh dlomir tasniyah, mudzakar/mu’anast gha’ib/ gha’ibah:          ضربا ” dalam”" المحَمَّدَانِ ضَرَبَا بَكرًا  (dua muhammad memukul bakar) atau “ الهِندَانِ ضَرَبَتَا عَامِرًا ”( dua hindun memukul amir) dan “ حفظا ” dalam “ المُحَمَّدَانِ حَفِظَا دَرسَهَا ” ( dua muhammad menghafal pelajaranya) atau” الهِندَانِ حَفِظَتَا دَرْسَهُمَا ”( dua hindun menghafal pelajaranya)dan “ إجتَهَدَا ” dari contoh”البكرَانِ إجتَهَدَا ”( dua bakar bersungguh-sungguh)  atau” الزَّينَبَانِ إجتَهَدَتَا ” (dua zainab bersungguh-sungguh) dan “ قَما ” dalam contoh” المحمَّدانِ قاما بِوَاجِبِهُمَا ”( dua muhammad berdiri dengan dua perkara wajibnya) atau “ الهِندَانِ قَامَتَا بِوَاجِبِهَمَا ” ( dua hindun berdiri dengan dua perkara wajibnya).
11.  Contoh dlomir jama’ mudzakar gho’ib: lafadz ” ضربوا  “ dari contoh الرِّجَالُ ضربوا إعدَاءهُمْ  “ (laki-laki banyak memukul musuhnya) dan “ حَفِظُوا ” dari contoh”التَّلَامِيذُ حَفِظُوا دُرُسَهُم  “( murid-murid hafal pelajaranya) dan “ إجتَهَدُوا ” dari contoh” التَّلَامِيذُ إجتَهَدُوا  “ ( murid-murid bersungguh-sungguh)
12. Contoh dlomir jama’ mu’anas gho’ibah: lafadz “ضربن ” dari contoh: “  الفَتَيَاتُ ضَرَبنَ عَدَوَّاتُهُنَّ” (wanita-wanita muda memukul musuh-musuhnya) dan seperti “حَفِظنَ ” dari contoh النِّسَاءُ حَفِظنَ أمَانَتِهِنَّ” (wanita-wanita menjaga amanah-amanahnya) dan lafadz إجتَهَدنَ ” dari contoh          البَنَاتُ إجتَهَدنَ”.
Masing-masing dari ke dua belas macam tadi disebut (yang dalam pembagian ini disebut) dlomir muttashil. Penjelasan dhomir muttashil: sesungguhnya dhomir muttashil itu perkara yang tidak dijadikan permulaan kalam, dan dlomir mutashil tidak jatuh setelah إلا dalam tingkah ikhtiar (memilih).
Contoh-contoh selain dari dhomir muttasil itu akan datang yang disebut dhomir munfashil, yaitu perkara yang bisa berada pada permulaan kalam dan bisa jatuh setelah إلا dalam tingkah ikhtiar(memilih). Maka ucapkanlah :

Ø  مَا ضَرَبَ إِلَاأنا
Ø  مَا ضَرَبَ إِلَا نَحْنُ  
Ø  أنتَ   مَا ضَرَبَ إِلَا
Ø  مَا ضَرَبَ إِلَا أنتِ
Ø  أنْتُمَا مَا ضَرَبَ إِلَا
Ø  أنتُمْ  مَا ضَرَبَ إِلَا
Ø  أَنْتُنَّ مَا ضَرَبَ إِلَا
Ø  هُوَ مَا ضَرَبَ إِلَا
Ø  هِيَ مَا ضَرَبَ إِلَا
Ø  هُمَا مَا ضَرَبَ إِلَا
Ø  هُمْ مَا ضَرَبَ إِلَا
Ø  هُنَّ مَا ضَرَبَ إِلَا


contoh-contoh tersebut hukumnya qiasi dan akan datang penjelasan macam-macam dhomir munfashil dengan lebih jelas dari ini, dalam bab mubtada’ dan khobar.


النائب عن الفاعل

MAF’UL YANG TIDAK DISEBUTKAN FAILNYA

Mushonnif berkata : (Bab maf’ul yang tidak disebutkan failnya). Naibul fa’il yaitu isim yang dibaca rofa’ yang failnya tidak disebutkan bersamanya.
Mushonnif berkata : terkadang kalam itu diangkat dari fi’il, fail, dan maf’ul bih. Contoh: “ قَطَعَ مَحْمُودُ غُصْنِ ” (mahmud memotong cabang), dan contoh: “ حَفِظَ خَلِيْلٌ الدَّرْسَ ” (kholil hafal pelajaran), dan contoh:“ يَقْطَعُ إبْرَاهِيْمُ الغٌصْنِ ”(ibrahim memotong cabang) dan "يَحْفَظُ عَلِيٌّ ” (ali hafal pelajaran), Dan terkadang mutakallim ( orang yang berbicara ) membuang fail dari kalam ini dan dicukupkan menyebutkan fa’il dan maf’ul. Dan ketika demikian wajib bagi orang itu merubah bentuk fi’ilnya dan merubah bentuk maf’ulnya juga, apabila merubah bentuk fi’il, maka kalamnya akan  mengalami perubahan , dan bila bentuk maf’ulnya diubah. Maka jika ada maf’ul yang dibaca nashob setelah dirubah akan menjadi maf’ul yang dibaca rofa’. Dan orang tersebut  memberikan hukum-hukumnya fa’il pada maf’ul berupa kewajiban mengakhirkan fa’il dari  fi’ilnya dan memuannatskan fi’ilnya fa’il jika fa’ilnya muannats, dan lain-lain.
Dan ketika yang demikian tadi, maka disebut naibul fa’il atau maf’ul yang tidak disebutkan fa’ilnya.


تغييرالفعل بعد حذف الفاعل
PERUBAHAN FI’IL SETELAH MEMBUANG FA’IL
Mushonnif berkata: jika fi’ilnya berupa fi’il madhi maka ضم اوله وكسرما قبل اخر ” (didhommah awalnya dan di kasroh huruf yang sebelum akhir), dan jika berupa fi’il mudhori’ maka “ ضم أوله وفتح ماقبل أخر ” (di dhommah awalnya dan di fathah huruf yang sebelum akhir).
Mushonnif berkata: mushonnif sudah menjelaskan dalam ungkapan-ungkapan yang berubah, berupa perubahan yang jatuh pada fi’il l ketika membuang failnya dan disandarkan pada  maf’ul. Perubahan-perubahan itu ketika berupa  fi’il madhi maka awalnya dibaca dhommah dan huruf sebelum  akhir di kasroh. Maka ucapkan: “ قُطِعَ الغُصْنُ ” (cabangnya dipotong) dan  حُفِظَ الدَّرْسُ ” (pelajarannya dihafalkan)  dan ketika fi’ilnya berupa a a fi’il mudhori’, maka awalnya fi’il il  di dhommah  dan huruf sebelum akhir di fathah. Maka ucapkanlah : “ يُقَطَعُ الغُصْنُ ” (cabangnhya dipotong) dan “ يُحْفَظُ الدَّرْسُ  ” (pelajaran dihafalkan).


أقسام نائب الفاعل
PEMBAGIAN NAIBUL FA’IL

Mushonnif berkata: Naibul fa’il itu terbagi menjadi 2 bagian, yaitu: dhohir dan dhomir. Isim dhohir contohnya : ضربَ زيدٌ ” (zaid dipukul) dan “ يُضْرَبُ زيدٌ ” (zaid dipukul), أُكْرِمَ عَمْرٌو " ”(amr dimuliakan), “ يُكْرَمُ عَمْرٌو ” (amr dimuliakan).
Isim dhomir ada 12. Contoh:

v  ضَرَبْتُ
v  ضُرِبْنَا
v  ضُرِبْتَ
v  ضُرِبْتِ
v  ضُرِبْتُمَا 
v  ضُرِبْتُمْ
v  ضُرِبْتُنَّ
v  ضُرِبَ
v  ضُرِبَتْ
v  ضُرِبَا
v  ضُرِبُوا
v  ضُرِبْنَ ”.

Mushonnif berkata: naibul fa’il terbagi (seperti pembagian fail) menjadi isim dhomir dan isim dhohir. Isim dhomir menjadi dhomir muttasil dan munfasil.
Macam-macaam masing-masing dari isim dhomir itu ada 12, yang dua menunnjukkan wage' ghoib, dan kita sudah menjelaskan rincian pembagian semuanya itu dalam bab fail, maka tidak ada hajat bagi kita untuk mengulanginya dalam bab naibul fa’il ini.

المبتدأ و الخبر
MUBTADA’ DAN KHOBAR

Dalam bab mubtada’ dan khobar . mubtada’ adalah isim yang dibaca rofa’ yang sepi dari ‘amil-‘amil lafdhi. Sedangkan khobar adalah isim yang dibaca rofa’ yang disandarkan pada mubtada’. seperti contoh: “ زيد قائم ”, “ الزيدان ”, “ الزيدون قائمون ”.
Mubtada’ terkumpul dalam 3 perkara:
1.   Berupa isim yang mengecualikan fi’il dan huruf
2.  Terbaca rofa’yang mengecualikan mansub (terbaca nashob) dan majrur (terbaca jer) dengan huruf jer asli.
3.  Sepi ari ‘amil-‘amil lafdhi seperti fi’il dan “ كان و أخوتها
Isim yang jatuh setelah “كان و أخوتها ” di namakan isim “ كان ” tidak dinamakan mubtada’.Semisal 3 perkara ini pada lafadz محمد” dari ucapan kamu “ محمد حاضر ” maka lafadz “ محمد ” tersebut isim yang dibaca rofa’ yang tidak didahului ‘amil lafdhi.
Khobar adalah isim yang dibaca rofa’ yang disandarkan pada mubtada’. Kalam tidak akan sempurna tanpa mubtada’ dan khobar, sepeti contoh “ حاضر ” dalam lafadz “ محمد حاضر ”.
Hukum setiap mubtada’ dan khobar itu rofa’ seperti yan g telah kamu ketahui. Dan rofa’nya dengan dhommah dhohiroh seperti contoh “ الله ربنا ” dan “ محمد بنينا ”. Adakalanya rofa’nya dengan dhommah muqoddaroh (“ للتعدر  ”) karena sulit. Seperti lafadz “ موسى ”, “”. Adakalanya juga rofa’nya dengan dhommah muqoddaroh yang tercegah dari kejelasan dhommah karena berat. Seperti contoh “”. Adakalanya juga rofa’nya dengan huruf dari beberapa huruf sebagai ganti dari dhommah seperti contoh “”.
Mubtada’ dan khobar harus cocok dalam mufrodnya. Contoh “”, tasniyah, contoh “” dan jama’, contoh “” dan juga dalam mudzakar dan muannatsnya, contoh “” , “”, “”.

‘AMIL YANG MASUK PADA MUBTADA’ DAN KHOBAR

Amil yang masuk pada mubtada’ dan khobar ada 3 yaitu: “” , “” dan “”.
Ketahuilah mubtada’ dan khobar terbaca rofa’ dan apa bila mubtada’ khobar kemasukan slah satu ‘amil-‘amil lafdziyah, maka ‘irobnya akan berubah dan ‘amil-‘amil ini yang masuk pada mubtada’ khobar, maka ‘irobnya akan berubah setelah mengikuti kalam arab yang mautsuq (bisa dipercaya).
‘amil-‘amil tersebut dibagi menjadi 3 yaitu:
1.   Merofa’kan mubtada’ dan menasobkan khobar yaitu “” dan bagian ini semua berupa fi’il. Contoh: “”
2.  Menasobkan mubtada’ dan merofa’kan khobar, kebalikan dari yang pertama (“”) yaitu “” dan bagian ini semua berupa kalimat huruf. Contoh: “”
3.  Menasobkan mubtada’ dan khobar (semuanya). Yaitu : “” dan bagian ini semuanya berupa kalimat fi’il. Contoh: “”.
Dan itu semua dinamakan dengan ‘amil-‘amil “” karena merusak hukumnya mubtada’ dan khobar yaitu merubah hukum mubtada’ dan khobar. Dan memperbaharuinya pada hukum lain selain hukum yang awal.

MACAM-MACAM KHOBAR

Khobar terbagi menjadi 2 yaitu :
Khobar mufrod
Contoh : “”
Khobar ghoiru mufrod
Khobar ghoiru mufrod terbagi menjadi 4, yaitu :
1)    Jer majrur, contoh “”
2)   Dhorof, contoh “”
3)   Fi’il beserta failnya, contoh “”
4)   Mubtada’ beserta khobarnya, contoh “”
Khobar terbagi menjadi 2, yaitu :
Khobar mufrod yaitu khobar yang bukan jumlah dan tidak serupa dengan jumlah.
Khobar goiru mufrod yaitu khobar yang berupa jumlah atau yang menyerupai jumlah.
Adapun jumlah terbagi menjadi 2, yaitu :
jumlah ismiyah
jumlah ismiyah adalah lafadz yang tersusun dari mubtada’ dan khobar. Contoh “” dari lafadz “”
jumlah fi’liyah
jumlah fi’liyah adalah lafadz yang tersusun dari fi’il, fa’il dan naibul fa’il.
Contoh : “” dari ucapanmu “” dan “” dari ucapanmu “”.
Apabila khobar jumlah, maka harus ada penyambung (robith) dengan mubtada’ seperti yang sudah kalian dengar dan jika isim isyaroh seperti contoh “”
Syibeh jumlah terbagi menjadi 2, yaitu :
Jer majrur, contoh “” dalam lafadz “”
Dhorof, contoh “” dalam lafadz “”
Dan ketahuilah khobar tafsil ada 5, yaitu :mufrod, jumlah fi’liyah, jumlah ismiyah, jer majrur dan dhorof.

MUBTADA’ TERBAGI MENJADI 2 : ZHOHIR DAN DHOMIR

Mubtada’ terbagi menjadi 2 yaitu :
1.     Mhubtada’ isim zhohir : seperti penjelasan yang sudah lewat.
2.    Mubtada’ isim dhomir ada 12 yaitu: “”, “”, “”, “”,....... seperti contoh: “”, “” dan yang serupa lainnya.
Mubtada’ terbagi menjadi 2 yaitu: isim zhohir dan isim dhomir, seperti dalam bab fa’il yang diketahui setiap isim zhohir dan isim dhomir. Contoh mubtada’ isim dhohir : “” dan “”. Contoh mubtada’ isim dhomir yang ada pada lafadz :
1)  “”, untuk mutakallim satu. Contoh: “”
2) “” untuk mutakallim yang berbilang atau satu yang mengagungkan diri sendiri, contoh: “”
3) “” untuk mukhotob mufrod muzdakar, contoh: “”
4) “” untuk mukhotob mufrodah muannats, contoh: “”
5) “” untuk 2 mukhotob yang mudzakar dan muannats, contoh: “” dan “”
6) “” untuk jama’ mudzakar mukhotob, contoh: “”
7) “” untuk jama’ muannats mukhotob, contoh: “”
8) “” untuk mufrod mudzakar ghaib, contoh: “”
9) “” untuk mufrodah muannatsah ghoibah, contoh: “”
10)  “” untuk tasniyah ghoib, mutlak baik mudzakar atau muannats, contoh: “”, “”
11)   “” untu jama’ mudzakar ghaib, contoh: “”
12)  “” untuk jama’ muannats ghaib, contoh: “”.
Jika mubtada’ isim dhohir maka hanya dengan dhomir bariz munfasil, seperti yang kalian ketahui.

“” DAN SAUDARANYA

“” dan saudara-saudaranya beramal merofa’kan isim dan menasobkan khobarnya.
Adapun pembagian yang pertama yaitu merusak mubtada’ dan khobar, “” masuk pada mubtada’ yang kemudian mubtada’nya dirusak menjadi isimnya “” yang dii’robi rofa’ dan menjadikan khobarnya yang di’irobi nashob yang disebut khobarnya “”.
1.     “”, berfaidah persifatan isim dengan khobar pada zaman madhi (memutus), contoh : “” dan persifatan isim dengan kobar pada zaman madhi (terus-menerus), contoh: “”
2.    “”, berfaidah persifatan isim dengan khobar diwaktu sore. Contoh: “”
3.    “”, berfaidah persifatan isim dengan khobar diwaktu pagi. Contoh: “”
4.    “” berfaidah persifatan isim dengan khobar diwaktu dhuha. Contoh: “”
5.    “” berfaidah persifatan isim dengan khobar diwaktu siang. Contoh,: “”
6.    “” berfaidah persifatan isim dengan khobar diwaktu bermalam (menginap). Contoh.: “”
7.    “” berfaidah memindah posisi isim ke khobar. Contoh: “”
8.    “” berfaidah menafi’kan khobar dengan waktu sebentar, contoh: “”
9.    “” berfaidah menunjukkan tetapnya khobar pada isim selagi halnya tetap pada isim. Contoh: “”
10. “”berfaidah menunjukkan tetapnya khobar pada isim selagi halnya tetap pada isim. Contoh: “”
11.  “”berfaidah menunjukkan tetapnya khobar pada isim selagi halnya tetap pada isim. Contoh: “”
12. “”berfaidah menunjukkan tetapnya khobar pada isim selagi halnya tetap pada isim. Contoh: “”
13. “” berfaidah menunjukkan tetapnya khobar pada isim, contoh: “”
Adapun pembagian fi’il dari arah pengamalannya yaitu:
1.     “” fi’ilnya hanya 1, beramal pada amal (merofa’kan isim dan menasobkan khobarnya) dengan syarat didahului “” masdariyah dhorfiyah.
2.    “” , “”, “”, “”, fi’ilnya ada 4, beramal pada amal dengan syarat berdirinya nafi, istifham atau nahi.
3.    “”, fi’ilnya ada 8, beramal pada amal tanpa syarat.
Adapun pembagian fi’il dari arah pentasrifan yaitu :
1.     Lafadz fi’il yang bisa ditasrif dengan pentasrifan yang sempurna (ada 7 fi'il) yang berupa fi’il madhi, mudhori’, dan amr yaitu berupa lafdz: “”, “”, “”, “”, “”, “”, "”.
2.    Lafadz fi’il yang bisa ditasrif tetapi naqis, yang berupa fi’il madhi, mudhori’ dan selainnya (ada 4 fi’il) yaitu berupa lafdz “”, “”, “”, “”.
3.    Lafdz yang tidak bisa ditasrif yang berupa selainnya fi’il madhi yang fi’ilnya beramal pada amalnya madhi (ada 2 fi’il) yaitu berupa lafdz “”, “”.

“” DAN SAUDARANYA

“” dan saudara-saudaranya beramal menasobkan isim dan merofa’kan khobarnya.
Adapun pembagian yang ke-2 dari ‘amil nawasih mubtada’ dan khobar pada pengamalannya, mubtada’nya dibaca nashob dan kobarnya dibaca rofa’ sebagai isimnya dan khobarnya “”
Adapun pembagian “” dan saudara-saudaranya yaitu :
1.     “” dan “”, berfaidah “” yaitu menguatkan “” pada mubtada’, contoh: “”, “”.
2.    “” berfaidah “” yaitu memberi keterangan pada kalam sebelumnya dengan tujuan menghilangkan perkara yang dianggap ada dan menetapkan perkara yan g dianggap  tidak ada. Contoh: “”.
3.    “” berfaidah “” yaitu menyerupai mubtada’ dan khobar. Contoh: “”
4.    “” berfaidah “” yaitu mengharapkan sesuatu yang mustahil atau suatu perkara yang sulit terjadi. Contoh: “”
5.    “” berfaidah “” yaitu mengharapkan sesuatu yang disenangi atau disukai, contoh: “”, dan berfaidah “” yaitu mengaharapkan sesuatu yang dibenci atau tidak disuakai, contoh: “”

“” DAN SAUDARA-SAUDARANYA

“” dan saudara-saudaranya beramal menasobkan mubtada’ dan khobarnya yang mana mubtada’ dan khobarnya menjadi maf’ulnya.
adapun pembagian yang ke-3 dari ‘amil yang merusak mubtada’ dan khobar “” dan saudara-saudaranya masuk pada mubtada’ dan khobar dan menasobkan keduanya (mubtada’ sebagai maf’ul awal dan khobar sebagai maf’ul yang ke-2) yang di bagi menjadi 4 pembagian :
1.     “”, “”, “” dan “”, berfaidah mengunggulkan datangnya khobar. Contoh : “”, “”, “”, “”
2.    “”, “”, dan  “”, berfaidah meyakinkan dan menyatakan datangnya khobar. Contoh : “”, “”, “”.
3.    “” dan “”, berfaidah jadi atau berpindah. Contoh : “”, “”.
4.    “”, berfaidah menyadarkan  pendengar. Contoh : “”.
NA’AT
Na’at mengikuti man’utnya dalam tingkah rofa’, nasob, jer, ma’rifat dan nakiroh. Contoh : “”, “”, “”.
Secara bahasa na’at adalah sifat. Dan secara istilah ulama’ nahwu adalah tabi’ yang musytak atau muawal bi musytak.
Adapun pembagian na’at ada 2, yaitu :
1.     Na’at hakiki, yaitu lafadz yang merofa’kan dhomir mustatir yang mengembalikan dhomir pada man’utnya. Contoh :
2.    merofa’kan isim dhohir yang muttasil yang mengenbalikan dhomir pada man’utnya. Contoh : “”
adapun hukum-hukum na’at, yaitu :
1.     mengikuti man’ut didalam pengi’robanya.
a.    Tingkah rofa’
Contoh : “”, “”
b.    Tingkah nasob
Contoh : “”, “”
c.    Tingkah jer
Contoh : “”, “”
2.    Mengikuti man’utnya didalam ma’rifat dan nakiroh
a.    Ma’rifat
Contoh : “”
b.    Nakiroh
Contoh : “”
NA’AT HAKIKI
Tambahan : na’at hakiki ikut pada man’ut dalam segi mudzakar, muanas, mufrod, tasniyah dan jama’ .
a.    Mudzakar
b.    Muanas
c.    Tasniyah
d.    Jama’
Sedangkan na’at sababi ikut pada man’utnya dalam segi :
a.    Tasniyah
b.    Jama’
c.    Mudzakar
d.    Muanas
Adapun keterangan murni dari kitab ini naat hakiki mengikuti man’utnya pada 4 dari 10, Yaitu :
1.     Mufrod, tasniyah, dan jama’
2.    Rofa’, nasob, dan jer
3.    Mudzakar dan mu’anas
4.    Ma’rifat dan nakiroh
Adapun na’at sababi megikuti man’utnya didalam 2 dari 5, yaitu :
1.     Rofa’, nasob dan jer
2.    ma’rifat dan nakiroh
3.    ..................................

I’ROB ASALNYA BEBERAPA KALIMAT YANG DI’IROBI DENGAN HAROKAT DAN SELAINNYA HAROKAT
         
Mu’allif berkata setiap lafadz yang dibaca rofa’ asalnya di’irobi dengan dhommah, nashob dengan fathah, jer dengan kasroh dan jazm dengan sukun. Selain itu, jama’ muannats salim ketika nashob di’irobi menggunakan kasroh, isim ghoiru munsorif ketika jer di’irobi dengan fathah dan fi’il mudhori’ yang mu’tal akhir ketika jazm dengan membuang huruf ‘ilat.
          Mushonnif berkata asal dari 4 ‘irob yang di’irobi dengan harokat yaitu ketika rofa’ dengan dhommah, nashob dengan fathah, jer dengan kasroh, dan jazm dengan sukun.
          Adapun ‘irob rofa’ di’irobi dengan dhommah karena sesungguhnya hukum asalnya menggunakan dhommah seperti lafadz: “”. Adapun lafadz “” merupakan fi’il mudhori’ yang dibaca rofa’ karena sepi dari ‘smil nawasib dan ‘amil jawazim. Tanda rofa’nya menggunakan dhommah yang tampak.  Adapun lafadz “” merupakkan fa’il yang dibaca rofa’, tanda rofa’nya menggunakan dhommah yang tanpak. Lafadz “” merupakan isim mufrod. Lafadz “”dibaca rofa’ karena di’ idhofahkan pada lafadz yang dibaca rofa’, tanda rofa’nya dengan dhommah yang tampak, lafadz ini “” merupakan jamak taksir. Lafadz “” dibaca rofa’ karena diatofkan pada lafadz yang dibaca rofa’, tanda rofa’nya dengan dhommah dhohiroh. Lafadz “” merupakan jama’ mudzakar salim.
Adapun i’rob nasob dengan fathah karena sesungguhnya hukum asalnya menggunakan fathah, kecuali jama’ mu’anats salim yang tanda nasobnya menggunakan kasroh karena sebagai ganti dari fathah. Contoh “”. Lafadz “” merupakan fi’il mudhori’ yang dinasobkan oleh “” tanda nasobnya dengan fathah dhohiroh. Lafadz “” merupakan maf’ul bih yang di baca nasob tanda nasobnya dengan fathah dhohiroh. Lafadz “” merupakan isim mufrod. Seperti yang sudah diketahui. Lafadz “” dibaca nasob karena di athofkan pada lafadz yang dibaca nasob, tanda nasobnya dengan fathah dhohiroh. Lafadz “” merupakan lafadz jama’ taksir seperti yang sudah di ketahui. Lafadz “” dibaca nasob karena diathofkan pada lafadz yang dibaca nasob, tanda nasobnya dengan kasroh sebagai ganti dari fathah karena berupa jama’ muannats salim.
Adapun i’rob jer dii’robi dengan kasroh karena hukun asalnya menggunakan kasroh kecuali fi’il mudhori’ karena jer tidak masuk pada kalimat fi’il serta isim ghoir munshorif karena sesungguhnya isim ghoiru munshorif ketika jer ditandai dengan fathah sebagai ganti dari kasroh, contoh “”. Lafadz “” merupakan fi’il dan fa’il. huruf “” merupakan huruf jer. Lafadz “”dijerkan dengan huruf “”, tanda jernya dengan kasroh dhohiroh karena merupakan isim mufrod yang bisa menerima tanwin seperti yang sudah diketahui. Lafadz “” dijerkan karena diathofkan pada lafadz yang dibaca jer. Tanda jernya dengan kasroh karena merupakan jama’ taksir yang bisa menerima tanwin. Lafadz “” dibaca jer karena diathofkan pada lafadz yang dibaca jer. Tanda jernya dengan kasroh karena merupakan jama’ muannats salim. Lafadz  “” dijerkan karena di athofkan pada lafadz yang dibaca jer. Tanda jernya dengan fathah sebagai ganti dari kasroh karena merupakan isim ghoiru munshorif. Perkara yang mencegah lafadz “” dari tanwin adalah ‘alamiyah dan wazan fi’il.
Adapun i’rob jazm dii’robi dengan sukun, maka ketahuilah bahwa jazm khusus pada fi’il mudhori’ ketika shohih akhir, maka tanda jazmnya dengan sukun seperti hukum asal. Contoh “”. Lafadz “” merupakan huruf nafi, jazm dan ghoib. Lafadz “” merupakan fi’il mudhori’ yang dijazmkan dengan “”. Tanda jazm nya dengan sukun. Lafadz “” merupakan fi’il yang dibaca rofa’, tanda rofa’nya dengan dhommah dhohiroh. Ketika ada fi’il mudhori’ yang mu’tal akhir maka tanda jazmnya dengan membuang huruf ‘ilat. Contoh : “”, “”. Maka setiap dari “”, “” dan “”. Merupakan fi’il mudhori’ yang dijazmkan oleh “”, tanda jazmnya dengan membuang “” dari lafadz “” dan fathah sebagai tanda dari pembuangan “”. Membuang “” dari “” dibaca dhommah untuk menunjukkan ada wawu yang dibuang. Membuang “”dari “” dibaca kasroh untuk menunjukkan ada “” yang dibuang.

KALIMAT YANG DII’ROBI DENGAN HURUF

Mushonif berkata kalimat yang dii’robi dengan huruf ada 4 macam, yaitu :
1.     Isim tasniyah
2.    Jama’ mudzakar salim
3.    Asma’ul khomsah
4.    Af’alul khomsah, yaitu : “”, “”, “”, “” dan “”
Mushonif berkata bagian yang ke-2 dari beberapa kalimat yang dii’robi dengan huruf. Huruf yang menjadi tanda i’rob ada 4 yaitu : “”, “”, “”dan “”.
Kalimat yang dii’robi dengan huruf ada 4 yaitu:
1.     Tasniyah yang berma’na dua. Contoh : “”, “”, “”, “”
2.    Jama’ mudzakar salim. Contoh : “”, “”, “”
3.    Asma’ul khomsah. Contoh : “”, “”, “”, “”, “”.
4.    Af’alul khomsah. Contoh : “”, “”, “”, “”, “”.
Yang akan diterangkan dari 4 kalimat tersebut secara perinci.

I’ROBNYA TASNIYAH

Mushonif berkata adapun isim tasniyah dirofa’kan dengan “” ketika dinasobkan dan dijerkan menggunakan “”. Dan berkata dari yang pertama dari beberapa perkara yang dii’robi dengan huruf adalah tasniyah. Seperti keterangan yang sudah diketahui dan sesungguhnya kamu sudah mengetahui pengertian tasniyah.
Hukum tasniyah ketika dirofa’kan menggunakan “”, karena menjadi ganti dari dhommah ketika nasob dan jer dengan “”. Yang huruf sebelumnya difathah dan setelahnya dikasroh sebagai ganti dari fathah atau kasroh. Kemudian “” jatuh setelah “” atau “” sebagai ganti dari tanwin ketika tingkah mufrod. “” tidak di buang kecuali ketika idhofah. Tasniyah terbaca rofa’ seperti “” “”. Setiap dari lafadz “” dan “” dibaca rofa’ karena menjadi fa’il. Tanda rofa’nya dengan “” karena sebagai ganti dari dhommah. Karena keduanya merupakan kalimat tasniyah, serta “” sebagai ganti tanwin ketika tingkah mufrod. Contoh tasniyah ketika nasob yaitu “”, “”. Lafadz “” dan “” dibaca nasob karena menjadi maf’ul bih. Tanda nasobnya dengan “” yang sebelumya difathah yang huruf setelahnya dikasroh sebagai ganti dari fathah. Karena merupakan kalimat tasniyah serta “” sebagi ganti dari tanwin ketika tingkah mufrod. Contoh : “”, “”. Lafadz “” dan “” dibaca jer karena kemasukan huruf jer. Tanda jernya dengan “” yang sebelumnya di baca fathah dan setelahnya dibaca kasroh karena berupa tasniyah. “” sebagai ganti dari tanwin ketika tingkah mufrod.

SYARAT-SYARAT “” YANG BERAMAL SEPERTI AMALNYA “”

          Muallif berkata bahwa hhuruf “” dapat menasobkan isim nakiroh dengan tanpa tanwin ketika “” bertemu langsung dengan isim nakiroh dan huruf “” tidak diulang-ulang. Contoh :””.
          Dan mushonif berkata bahwa “” nafiyah li jinsi (yang meniadakan pada jenis) dapat beramal sebagai mana amalnya “”, yaitu menashobkan isimnya baik secara lafadz maupun secara mahal dan merofa’kan khobarnya.
          Adapun syarat–syarat “” dapat beramal sebagaimana pengamalannya “”, yaitu :
1.     Isimnya “” harus berupa isim nakiroh.
2.    Isimnya “” harus muttasil (bertemu langsung) dangan “”, artinya tidak ada pemisah walaupun berupa khobar.
3.    Khobar “” harus berupa isim nakiroh
4.    Huruf “” tidak diulang-ulang.
Adapun macam-macam isim “”, yaitu :
1.     Mufrod
Pengertian kata mufrod dalam bab ini dan bab munada adalah lafadz yang tidak berupa mudhof dan syibeh mudhof, maka termasuk didalamnya : tasniyah, jama’ taksir, jama’ mudzakar salim, jama’ muannats salim. Hukumnya isim “” yang mufrod dimabnikan atas alamat nasob dengan ketentuan sebagai berikut :
a.    Ketika dinasobkan dengan fathah, maka mabni fathah.
Contoh :
b.    Ketika dinasobkan dengan “” (mufrod yang berupa tasniyah dan jama’ mudzakar salim), maka dimabnikan “”.
Contoh :
c.    Ketika dinasobkan dengan kasroh (mufrod yang berupa jama’ muannats salim), maka di mabnikan kasroh.
Contoh:
2.    Mudhof
Isim “” yang berupa mudhof dinasobkan dengan fathah dhohiroh atau dengan penggantinya fathah.
Contoh :
3.    Syibeh mudhof
Syibeh mudhof adalah lafadz yang disambung dengan sesuatu untuk menyempurnakan maknanya. seperti halnya mudhof dari segi hukumnya yaitu menasobkan dengan fath, contoh: “”.
          Ketika “” tidak bertemu dengan isim nakiroh maka wajib dibaca rofa’ dan wajib mengulang “” contoh : “” . Ketika “” diulang-ulang maka boleh mengamalkannya dan boleh tidak mengamalkannya, jika kamu menghendaki maka  ucapkannlah “”. Dan jika kamu menghendaki ucapkanlah.
          Setelah mengetahui syarat-syarat “" yang beramal seperti amalnya “” ada 4. Dalam pembahasan ini akan dijelaskan ketika tidak memenuhi salah satu dari ke 4 syarat tadi dengan perincian :
a.   Ketika lafadz yang jatuh setelah “” berupa isim ma’rifat maka wajib tidak mengamalkan “” dan wajib mengulang-ulang “”.
contoh: “”
b.  Terdapat pemisah antara “” dan isimnya, maka wajib tidak mengamalkan “” dan wajib mengulang-ulang “”. Contoh: “”. lafadz “" sebagai mubtada’ muakhor. Dan lafadz “” merupakan khobar muqodam yang mana ta’liknya dibuang. Dan lafadz “” merupakan “” nafi yang tidak beramal.
c.   Ketika “” diulang-ulang maka tidak wajib mengamalkannya, tetapi “” boleh diamalkan ketika memenuhi beberapa syarat tadi dan boleh  tidak mengamalkannya, maka ucapkanlah secara i’mal kalimat “” dengan membaca fathah lafadz “” dan “, dan ucapkannlah secara ihmal “” dengan membaca rofa’ lafdz “” dan “”.
MUNADA

Muallif berkata dalam bab munada, munada dibagi menjadi 5, yaitu : mufrod ‘alam, nakiroh maqsudah, nakiroh ghoiru maqsudah, mudhof dan syibeh mudhof.
Mushonnif berpendapat bahwa munada secara bahasa adalah sesuatu yang diharapkan kedatangannya secara mutlak. Dan secara istilah adalah mengharapkan kedatangan sesuatu dengan meggunakan “” atau salah satu dari saudara- saudaranya, yaitu :
“”, contoh : “”
“”, contoh : “”
“”, contoh : “”
“”, contoh : “”.
Beberapa macan munada, yaitu :
1.     Mufrod ‘alam, yang mana pengertiannya sudah di jelaskan pada bab “”. Contoh : “”, “”, “”, “”, “”, dan “”
2.    Nakiroh maqsudah adalah munada yang ditujukan kepada seseorang yang dikehendaki dengan menggunakan lafadz yang umum. Contoh : “” yang ditujukan untuk seseorang..........
3.    Nakiroh ghoiru maqsudah adalah munada yang ditujukan kepada seseorang yang tidak terkhusus. Seperti contoh seseorang yang memberi nasehat “”. Sesungguhnya ucapan tersebut tidak di ucapkan terhadap satu orang yang di tuju, tetapi yang dikehendaki dari lafadz tersebut adalah setiap orang yang memiliki sifat pelupa “”.
4.    Mudhof, contoh : “”
5.    Syibeh mudhof adalah lafadz yang disambung dengan kalimat lain untuk menyempurnakan ma’nanya, baik suatu lafadz yang disambung tersebut dibaca rofa’, contoh : “” atau dibaca nasob, contoh : “” atau dibaca jer dengan huruf jer yang ta’liqnya (hubungan) kembali pada lafadz awal, contoh : “”.
Mu’alif mengungkapkan bahwa mufrod ‘alam dan nakiroh maqsudah dimabnikan dhommah dengan tanpa tanwin. Contoh : “” dan “”. Dan 3 hal yang lainya ( nakiroh ghoiru maqsudah, mudhof dan syibeh mudhof ) dinashobkan bukan selainnya.
Mushonnif berkata bahwa ketika munadanya berupa mufrod dan nakiroh maqsudah, maka dimabnikan menurut alamat rofa’nya.  Ketika dirofa’kan dengan dhommah maka dimabnikan dhommah. Contoh : “”, “”, “”, dan “”. Ketika dirofa’kan dengan “” yang menjadi gantian dari dhommah yaitu lafadz yang berupa tasniyah, maka dimabnikan dengan “”. Contoh : “” dan “”. Ketika dirofa’kan dengan “” yang menjadi gantian dari dhommah yaitu lafadz yang berupa jama’ mudzakar salim, maka dimabnikan “”. Contoh :””.
Dan ketika munada berupa nakiroh ghoiru maqsudah, mudhof, dan syibeh mudhof, maka dinashobkan dengan fathah atau sesuatu yang menggantikannya. Contoh : “”, “”, “”, “”, “”, dan “”.

MAF’UL LAH
          Muallif berkata bahwa maf’ul min ajlih adalah isim yang dibaca nashob yang dituturkan untuk menjelaskan suatu sebab terjadinya fi’il. Contoh: “” dan “”.
          Mushonnif berkata maf’ul min ajlih atau maf’ul li ajlih atau maf’ul lah yaitu menurut istilah ‘ulama nahwu adalah ungkapan dari isim yang dibaca nashob yang dituturkan untuk menjelaskan sebab terjadinya fi’il baik berupa isim shohih maupun muawwal (isim yang dita’wil).
          Isim-isim yang jatuh sebagai maf’ul lah harus memiliki 5 hal yaitu :
1.     Berupa masdar
2.    Berupa isim yang berbangsa pekerjaan hati, yaitu mengecualikan pekerjaan yang  menunjukkan  perbuatan dari beberapa pekerjaan fisik, seperti tangan dan lisan. contoh: “” dan “”.
3.    Menjadi alasan dari lafadz yang jatuh sebelumnya
4.    Mejadi ‘amil yang serupa dalam waktu.
5.    Menja ‘amil yang serupa dengan fa’ilnya
          Contoh isim yang memenuhi beberapa syarat diatas yaitu “”. Lafadz “” dari  ucapan “”, karena merupakan masdar berbangsa pekerjaan hati karena bukan pekerjaan fisik, merupak alasan dari lafadz “”, serupa dengan lafadz “” dalam zaman dan fa’ilnya juga.
          Setiap isim yang memenuhi beberapa syarat ini boleh dibaca nashob dan jer dengan huruf jer yang menunjukkan makna ta’lil, seperti: “”.
          Ketahuilah, sesungguhnya isim yang menjadi maf’ul; li ajlih ada 3 tingkah yaitu:
1.     Isim yang bersamaan dengan “”.
2.    Isim yang dimudhofkan
3.    Isim yang sepi dari “” dan idhofah.
Dan semua tingkah ini boleh ketika isim tersebut bersamaan dengan “”, maka kebanyakan dijerkan dengan huruf jer yang menunjukkan makna ta’lil. Contoh: “” dan hukumnya sedikit ketika diucapkan nashob.
Ketika isim tersebut berupa mudhof maka sama-sama boleh dijerkan dengan huruf atau dibaca nashob, contoh: “” dan “”.

MAF’UL MA’AH
Mu’allif berkata dalam bab maf’ul ma’ah bahwa maf’ul ma’ah adalah isim yang dibaca nasob yang dituturkan untuk menjelaskan pekerjaan seseorang yang dilakukan secara bersamaan. Contoh “” dan “”.
Mushonnif berkata bahwa maf’ul ma’ah menurut beberapa ulama’ nahwu adalah isim fudlah (sisa) yang dibaca nasob sebab fi’il atau lafadz yang ada didalam ma’naya fi’il dan hurufnya fi’il yang menunjukkan pada dzat yang dilakukan secara bersamaan yang didahului dengan “” yang berfaidah ma’iyyah.
Dan ungkapan “isim” mencakup isim mufrod, tasniyah, jama’, mudzakar dan muannats, dan berupa isim shorih, yaitu tidak berupa isim mu’awwal (isim yang di ta’wil), dan mengecualikan fi’il, huruf, dan jumlah.
Ungkapan “” berma’na bahwa maf’ul ma’ah bukan berupa rukun dalam suatu kalimat, yaitu maf’ul ma’ah tidak berupa fa’il, mubtada’, dan khobar, dan mengecualikan “”. Contoh : “”
Maksud dari perkataan “dinasobkan sebab fi’il atau lafadz yang ada pada ma’nanya fi’il dan hurufnya fi’il, menunjukkan bahwa ‘amil dari maf’ul ma’ah ada 2, yaitu :
1.     Fi’il, contoh : “”
2.    Isim yang mununjukkan pada ma’nanya yang mengandung beberapa huruf. Seperti isim fa’il Contoh : “”.
Makdus didahului dengan “”......................


I’ROBNYA JAMA’ MUDZAKAR SALIM
         
          Muallif berkata adapun jama’ mudzakar salim ketika rofa’ditandai dengan “” dan ketika nasob dan jer dengan “” dan mushonif berkata bahwa ini adalah kalimat yang ke-2 dari beberapa kalimat yang di i’robi dengan huruf.
          Sesungguhnya kalian telah mengetahui pengertian dari jama’ mudzakar salim. Hukumnya yaitu ketika rofa’ dengan “” sebagai ganti dari dommah. Ketika nasob dan jer dengan “” yang sebelumya dikasroh dan setelahnya di fathah karena sebagai ganti dari fathah atau kasroh. Lalu mempertemukan “” setalah “” atau “” sebagai ganti dari tanwin dalam tingkah mufrod. Dan membuang “” ketika kalimat tasniyah tersebut diidhofahkan.
          Contoh jama’ mudzakar salim ketika rofa’ “”,  “”. Lafadz “” dan “” dibaca rofa’ karena menjadi fa’il, tanda rofa’nya dengan “” sebagai ganti dari dommah karena jama’ mudzakar salim dan “” sebagi ganti dari tanwin dalam tingkah mufrod.
          Contoh jama’ mudzakar salim ketika nasob “”, “”. Lafadz “” dan “” dibaca nasob karena menjadi maf’ul bih. Tanda nasobnya dengan “” yang huruf sebelumnya dibaca kasroh dan setelahnya difathah. Karena jama’ mudzakar salim serta “” sebagai ganti dari tanwin ketika tingkah mufrod.
          Contoh jama’ mudzakar salim ketika jer “”, “”. Lafadz “”dan “” dibaca jer karena kemasukan huruf jer, tanda jernya dengan “” yang huruf sebelumnya di baca kasroh dan sesudahnya dibaca fathah, karena jama’ mudzakar salim, serta “” sebagai ganti dari tanwin dalam tingkah mufrod.

جواز المضارع
(..........)
          Mushonnif berkata ‘amil jawazim ada 18 yaitu: “”, “”, “”,............... dan “” dalam syi’ir tertentu.
          Mushonnif berkata adat-adat yang menjazmkan fi’il mudhori’ ada 18, adat-adat itu terbgi menjadi 2 bagian yaitu:
1.     menjazmkan fi’il yang satu
2.    menjazmkan 2 fi’il
          adapun bagian yang pertama itu ada 6 huruf yaitu: “”, “”, “”, “”, “”, “”. Dan “” dan kesemuanya itu huruf-hurufmenurut bkesepakatan ‘ulama nahwu.
          Adapun “” itu huruf nafi, jazm, qolb, seperti contoh firman Allah (“”) dan firman Allah ( “” ).
          Adapun “” seperti “” huruf nafi’, jazm, qolb, seperti contoh ( “” ).
          Adapun “” yaitu “” ditambahkan padanya hamzah, contoh: “”
          Adapun “” ‘ulama Menyebutkan bahwa “” ada karena mununjukkan “” dan “”, dan setiap “” dan “” menyengaja mengambil hasilnya fi’il yang di ambil secara mantab. Dan perbedaan antara “” dan “”, bahwa “” dari orang yang lebih tinggi dan kepada orang yang lebih rendah seperti lafadz dalam hadits “”, sedangkan “” dari yang lebih rendah kepada yang lebih tinggi (.....)
          Adapun “” munshonif telah menyebutkan bahwasanya “” itu datang karena menunjukkan “” dan “”. Dan keduanya itu menyengaja untuk mencegah melakukan pekerjaan untuk meninggalkan pekerjaan tersebut. Dan perbedaan antara keduanya bahwasanya “” itu dari derajat yang luhur kepada derajat yang rendah, contoh: (“”) dan firman Allah (“”).
          Adapun bagian yang kedua yaitu ‘amil yanmenjazmkan 2 fi’il tersebut dinamakfi’il syarat, dan lafadz yang kedua dinamakan jawab syarat dan jaza’nya. Bagian yang kedua tersebut terbagi menjadi 4 bagian. Bagian yang pertama itu berupa huruf menurut kesepakatan ulama’, bagian yang kedua itu berupa isim menurut kesepakatan ulama’ bagian ketiga berupa huruf menurut qoul askhoh, dan bagian ke empat menurut qoul ashokh.
          Adapun bagian yang pertama yaitu “” saja. Contoh: “......”.
“” itu huruf syarat yang menjazmkan menurut kesepakatan ulama’ nahwu. “” menjazmkan 2 fi’il yaitu fi’il syarat dan yang kedua yaitu jawab dan jaza’nya syarat dan lafadz “” itu fi’il mudhori’ yang menjadi fi’il syarat yang dijazmkan dengan “” dan alamat jazmnya berupa sukun , fa’ilnya berupa dhomir yang tersimpan pada lafadz “” secara wajib dan mengira-ngirakan lafadz “”.
          Adapun pembagian yang kedua menurut kesepakatan ulama’ itu ad 9 yaitu “”, “”, “”, “”, “”, “”, “”, “” dan “”.  Adapun contoh “” dari pengucap “” dan “” dan “”.
          Dan contoh dari “” dari pengucapmu “” dan “” dan “”. Adapun contoh dari “” dari ucapanmu “” dan “”. Adapun contoh dari “” dari ucapanmu “” dan ucapan syair:
“.............”
Dan contoh “” dari ucapanmu “” dan ucapan syair “”. Dan contoh “” dari ucapanmu “” dan dari firman Allah “” dan “” dan contoh “”ucapan syair:
“.................”
Dan contoh “” ucapanmu “” dan “”. Dan ditambahkan pada isim-isim yang sembilan tersebut lafadz “” dalam kalam syair seperti dawuhnya muallif dan adanya syair tersebut itu darurat. Seperti contoh syair:
“.......................”
Adapun pembagian ke 3 yaitu lafadz yang menjadi perbedaan dalam isim atau huruf, dan menurut qoul ashoh lafadz tersebut adalah kalimat huruf. Dan disebut satu huruf yaitu “” seperti contoh syair :
“......................”
Adapun pembagian yang ke 4 yaitu lafadz yang menjadi perbedaan dalam isim atau huruf. Dan menurut qoul ashoh, sesungguhnya isim merupakan satu kalimat yaitu: “” dan contoh dari firman Allah “” dan syair :
“.......................”