This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Jumat, 14 September 2018

Ahli Waris dan macam-macamnya



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Ahli Waris
Kata “ahli waris” dalam bahasa arab disebut “الوارث “ yang secara bahasa berarti keluarga tidak secara otomatis ia dapat mewarisi harta peninggalan pewarisnya yang meninggal dunia. Karena kedekatan hubungan keluarga juga dapat mempengaruhi kedudukan dan hak-haknya untuk mendapatkan warisan. Terkadang yang dekat menghalangi yang jauh, atau ada juga yang dekat tetapi tidak dikategorikan sebagi ahli waris yang berhak menerima warisan, karena jalur yang dilaluinya perempuan.
Sedangkan pengertian ahli waris (الوارث ) secara istilah adalah orang yang menerima atau memiliki hak warisan dari tirkah(harta peninggalan) orang yang meninggal dunia (pewaris). Untuk berhaknya dia menerima harta warisan itu diisyaratkan dia telah dan hidup saat terjadinya kematian pewaris. Dalam hal ini termasuk pengertian ahli waris janin yang telah hidup dalam kandungan, meskipun kepastian haknya baru ada setelah ia lahir dalam keadaan hidup. Hal ini juga berlaku terhadap seseorang yang belum pasti kematiannya. Tidak semua ahli waris mempunyai kedudukan yang sama, melainkan mempunyai tingkatan yang berbeda-beda secara tertib sesuai dengan hubungnnya dengan si mayit.[1]
B.     Macam-Macam Ahli Waris
Kata “ahli waris” yang secara bahasa berarti keluarga tidak secara otomatis ia dapat mewarisi harta peninggalan pewarisnya yang meninggal dunia. Karena kedekatan hubungan kekeluargaan juga dapat mempengaruhi kedudukan dan hak-haknya untuk mendapat warisan. Terkadang yang dekat menghalangi yang jauh, atau ada juga yang dekat tetapi tidak dikategorikan sebagai ahli waris yang berhak menerima warisan, karena jalur yang dilaluinya perempuan. Ahli waris dilihat dari berbagai macam segi dapat dibagi menjadi beberapa macam, diantaranya:[2]
a.       Menurut Jalur yang dilalui
Menurut pernyataan di atas bahwa salah satu sebab atau jalur seseorang dapat mendapatkan warisan adalah melalui beberapa sebab ataupun jalur tertentu, dari jalur-jalur tersebut ada dua pembagian:
1.       Ahli Waris Nasabiyyah
Ahli waris nasabiyah adalah ahli waris yang pertalian kekerabatannya kepada al-muwarris didasarkan pada hubungan darah Secara umum dapat dikatakan bahwasanya ahli waris nasabiyah itu seluruhnya ada 21 yang terdiri dari 13 kelompok laki- laki dan 8 kelompok perempuan.
Ahli waris laki-laki didasarkan urutan kelompoknya sebagai berikut:
1)      Anak laki-laki
2)       Cucu laki-laki dari anak laki-laki sampai seterusnya kebawah yaitu cicit laki- laki buyut laki- laki dan seterusnya.
3)        Bapak.
4)      Kakek dari garis bapak.
5)      Saudara laki-laki sekandung.
6)      Saudara laki-laki seayah saja.
7)       Saudara laki-laki seibu saja.
8)       Anak laki-laki dari saudara laki- laki kandung.
9)      Anak laki-laki dari saudara seayah.
10)  Saudara laki-laki bapak  yang seibu sebapak (kandung).
11)  Saudara laki-laki bapak (dari bapak) yang sebapak saja.
12)  Anak laki-laki dari saudara laki-laki bapak (paman) yang seibu sebapak ( kandung).
13)  Anak laki-laki paman yang seayah.
Adapun Ahli waris perempuan didasarkan kelompoknya ada 8 orang yaitu:
1)   Anak perempuan.
2)        Cucu perempuan dari anak laki-laki dan seterusnya kebawah, yaitu cicit perempuan dari cucu laki- lak, puit perempuan dari cicit laki-laki dan sererusnya.
3)   Ibu.
4)   Nenek dari ibu.
5)    Nenek dari bapak.
6)   Saudara perempuan sekandung.
7)   Saudara perempuan sebapak saja.
8)   Saudara perempuan seibu saja
Dilihat dari arah hubungan nasab antara orang yang meninggal dunia dengan orang yang berhak memperoleh bagian harta peninggalan atau antara orang yang mewariskan dengan orang yang mewarisi, maka ahli waris nasabiyah mennjadi tiga macam yaitu: Furu’ul Mayit, Ushulul Mayit dan Al-Hawasyiy.
a)      Furu’ul Mayit
Yang dimaksud yaitu anak keturunan orang yang meninggal dunia. Hubungan nasab antara orang yang meninggal dunia dengan mereka itu adalah hubungan nasab menurut garis keturunan lurus ke bawah (ahli waris terdekat).  Ahli waris yang termasuk dalam kelompok ini adalah:
1)        Anak Laki-laki
2)        Anak Perempuan
3)        Cucu Laki-Laki
4)        Cucu Perempuan dari garis laki-laki
b)        Ushulul Mayit
Yang dimaksud dengan ushulul mayit yaitu orang-orang yang menyebabkan adanya lahirnya orang-orang yang meninggal dunia. Atau dapat dikatakan pula yaitu orang-orang yang menurunkan orang yang meninggal dunia. Hubungan nasab orang yang meninggal dunia dengan mereka itu (ahli waris) hubungan nasab menurut garis keturunan lurus ke atas. Adapun yang termasuk dalam Ushulul Mayit:
1)        Ayah
2)        Ibu
3)         Kakek dari garis ayah
4)        Nenek dari garis ibu
c)      Al-Hawasyiy
Al-Hawasyiy ialah saudara, paman beserta anak mereka masing-masing. Hubungan nasab antara orang yang meninggal dunia dengan mereka itu adalah hubungan nasab ke arah menyamping. Adapun yang termasuk dalam ahli waris Al-Hawasyiy adalah:
1)Saudara Laki-Laki yang sekandung
2)Saudara Perempuan yang sekandung
3)Saudara Laki-Laki seayah
4)Saudara Perempuan yang seayah
5)Saudara Laki-Laki seibu
6)Saudara Perempuan seibu
7)Anak Laki-Laki dari saudara laki-laki sekandung
8)Anak Laki-Laki  dari saudara laki-laki yang seayah
9)Paman sekandung
10)  Paman sebapak
11)  Anak laki-laki dari paman sekandung
12)  Anak laki-laki dari paman seayah.
2.        Ahli Waris Sababiyah
Ahli waris sababiyah adalah ahli waris yang hubungan kewarisannya timbul karena sebab-sebab tetentu, yaitu:
1)   Sebab perkawinan.
2)   Sebab memerdekakan hamba sahaya.
            Sebagai ahli waris sababiyah, mereka dapat menerima bagian warisan apabila perkawinan suami isteri tersebut sah, baik menurut ketentuan hukum agama dan memiliki bukti-bukti yuridis artinya perkawinan mereka dicatat menurut hukum yang berlaku. Demikian juga memerdekakan hamba sahaya hendaknya dapat dibuktikan menurut hukum. Jadi, dalam pembagian ahli waris sababiyah yang menerima warisan adalah suami, istri, laki-laki yang memerdekakan si mayit dari perbudakan  dan perempuan yang memerdekakan si mayit dari perbudakan. Kedudukan mereka sebagai ahli waris ditetapkan oleh firman Allah QS. An-nisa’ ayat 12 :
وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ أَزْوَاجُكُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُنَّ وَلَدٌ ۚ فَإِنْ كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ ۚ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِينَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ ۚ وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَكُمْ وَلَدٌ ۚ فَإِنْ كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُمْ ۚ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ ۗ وَإِنْ كَانَ رَجُلٌ يُورَثُ كَلَالَةً أَوِ امْرَأَةٌ وَلَهُ أَخٌ أَوْ أُخْتٌ فَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ ۚ فَإِنْ كَانُوا أَكْثَرَ مِنْ ذَٰلِكَ فَهُمْ شُرَكَاءُ فِي الثُّلُثِ ۚ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصَىٰ بِهَا أَوْ دَيْنٍ غَيْرَ مُضَارٍّ ۚ وَصِيَّةً مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَلِيمٌ

Terjemahya:  “Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, Maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. jika kamu mempunyai anak, Maka Para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), Maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun.
b.      Segi bagian yang diterimah
a)      Ashab al-Furud
Secara bahasa, kata furudh mempunyai enam arti yang berbeda yaitu al-qth’ ‘ketetapan yang pasti’ at-taqdir ‘ketentuan’ dan al-bayan ‘penjelasan’. Sedangkan menurut istilah, fardh ialah bagian dari warisan yang telah ditentukan. Definisi lainnya menyebutkan bahwa fardh ialah bagian yang telah ditentukan secara syar’i untuk ahli waris tertentu. Di dalam al-qur’an, kata furudh muqaddarah ( yaitu pembagian ahli waris secara fardh yang telah ditentukan jumlahnya) merujuk pada 6 jenis pembagian, yaitu (1/2), (1/4), (1/8), (2/3), (1/3), dan (1/6). Ashabul Al-Furudh adalah sekelompok orang-orang yang menerima bagian harta warisan dengan ketentuan yang telah di tetapkan secara jelas oleh syara’ atau dengan kata lain dapat disebut dzawil faraid yaitu keberadaan para orang dalam setiap kondisi “peristiwa kewarisan” tanpa dapat memilih atau berkurang dan bertambah. Kelompok orang tersebut adalah ayah, ibu, kakek, nenek shahihah (seterusnya ke atas), anak perempuan, cucu perempuan, pancar laki-laki (seterusnya menurun), saudari kandung, saudari tunggal ayah, saudari tunggal ibu (Ashabul Furudh Nasabiyah : kelompok orang yang berdasar hubungan sedarah) dan dua orang lainnya yakni suami dan istri (Ashabul Furudh Sababiyah atau hubungan sebab perkawinan) Bagian yang telah ditentukan dalam Al Qur’an untuk untuk Ashab Furudh ini ada enam macam, yaitu :[3]
1)        Setengah (1/2)
2)        Seperempat (1/4)
3)        Seperdelapan (1/8)
4)        Dua per tiga (2/3)
5)        Sepertiga (1/3)
6)        Seperenam (1/6)
(1)   Ashab Furudh Yang Berhak Mendapat Setengah
Ashhabul furudh yang berhak menerima setengah dari harta waris peninggalan waris ada lima, satu golongan laki-laki dan empat lainnya perempuan. Kelima ashhabul furudh ialah suami, anak perempuan, cucu perempuan keturunan anak laki-laki, saudara kandung perempuan, dan saudara perempuan seayah.
Masing-masing ahli waris tersebut diikat oleh syarat-syarat berikut:
(a)    Seorang suami yang mendapatkan harta warisan seperdua dengan satu syarat, yaitu apabila muwarits tidak mempunyai ahli waris bunuriyah, baik dari suami tersebut atau dari suami yang lain.
(b)   Seorang anak perempuan mendapat bagia setengah, dengan syarat, yaitu: Tidak mewarisi bersama dengan saudaranya yang mendapatkan ashabah, yaitu anak laki-laki dan anak perempuan itu harus  anak tunggal perempuan itu harus  anak tunggal.
(c)    Cucu perempuan keturunan anak laki-laki akan mendapat setengah warisan dengan syarat, yaitu:
(1)      apabila ia tidak mempunyai saudara laki-laki (yakni cucu laki-laki dari keturunan anak laki-laki),
(2)       apabila hanya seorang (yakni anak perempuan dari keturunan anak laki-laki tersebut sebagai cucu tunggal)
(3)      apabila pewaris tidak mempunyai anak perempuan ataupun anak laki-laki.
(d)   Saudara kandung perempuan akan mendapat bagian setengah, dngan syarat:
(1)     ia tidak mempunyai saudara kandung lai-laki,
(2)     ia hanya seorang diri (tidak mempunyai saudara perempuan),
(3)     pewariis tidak mempunyai ayah / kakek, dan tidak pula mempunyai keturunan.
(e)    Saudara perempuan seayah akan mendapat bagian setengah, dengan syarat:
(1)     apabila ia tidak mendapat sudara laki-laki,
(2)     apabila ia hanya seorang diri,
(3)     pewaris tidak mempunyai saudara kandung perempuan,
(4)     pewaris tudak mempunyai ayah atau kakek, dan tidak pula anak, baik anak laki-laki maupun anak perempuan.
2)      Ashab Furudh Yang Berhak seperempat
Rubu’(seperempat) adalah fardhu bagi dua orang waris, yaitu suami dan istri. Si suami berhak menerima seperempat jika ada anak sari istri yang meninggal itu, baik anak dari suami itu sendiri ataupun orang lain. Dan si istri mendapat seperempat apabila tidak ada anak dari suaminya yang meninggal
3)      Ashab Furudh Yang Berhak seperdelapan
seperdelapan adalah hak waris, yaitu istri apabila si suami yag meninggal, meninggalkan anak baik dari istri itu ataupun dari istri lain.
4)      Ashab Furudh Yang Berhak duapertiga
Ashhabul furudh yang berhak menerima dua pertiga (Tsulutsani) yang berhak menerima dua per tiga yaitu:
(1)     Dua anak perempuan (kandung) atau lebih
(2)     Dua orang cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki
(3)     Dua  saudara kandung perempuan (atau lebih)
(4)     Dua saudara perempuan seayah (atau lebih)
5)      Ashab Furudh Yang Berhak sepertiga
sepertiga adalah fardhu yang ditetapkan untuk dua orang waris, yaitu:
(1)     Ibu, dengan syarat orang yang meninggal itu tidak meninggalkan anak dan tidak pula meninggalkan beberapa saudara, baik saudara sekandung maupun seayah.
(2)     Dua orang saudara seibu, baik lelaki maupun perempuan, baik merek semuanya perempuan ataupun ada yang leleki dan ada yang perempuan. Dua orang saudara dan seterusnya seibu, mendapat sepertiga harta.
6)      Ashab Furudh Yang Berhak seperenam
(1)     Ashhabul furudh yang berhak menerima seperenam (Sudus)
(2)     Ayah, jika yang meninggal itu mempunyai anak.
(3)     Kakek sejati, jika yang meninggal itu, meninggalkan anak, tidak meninggalkan ayah.
(4)     Ibu, jika yang meninggal itu, meninggalkan anak atau dua orang dan seterusnya dari saudara-saudara lelaki dan saudara perempuan, baik sekandung atau seayah atau
(5)      Nenek sejati, jika tidak ada penghalang waris (ibu)
(6)     Cucu perempuan dari anak lelaki, seorang saja atau lebih bersama seorang anak perempuan kandung.
(7)     Saudara perempuan seayah, seorang ataupun lebih bersama seorang saudara perempuan sekandung.
(8)     Seorang anak ibu (saudara ibu), baik leleki ataupun perempuan.
b)      Ashabah
Kata ashabah merupakan jamak dari ﻋﺎﺼﺐ  yang berarti kerabat seseorang dari pihak bapaknya dalam memberikan defenisi ashabah atau ta’shib pada hakikatnya, para ulama faraid mempunyai kesamaan persepsi dan asal-usul antara lain sebagai mana dalam pengertian lain ashabah adalah bagian sisa setelah diberikan kepada ahli waris ashbul al-furud. Sebagai ahli waris penerima bagian sisa, ahli waris ashabah terkadang menerima bagian banyak (seluruh harta warisan) terkadang menerima bagian sedikit, tetapi terkadang tidak menerima bagian sama sekali, karena telah habis diberikan kepada ahli waris ashabul al-furud.
Dalam pembagian sisa harta warisan ahli waris yang memiliki hubungan kekrabatan yang terdekatlah yang lebih dahulu menerimanya. Konsekuensi cara pemabagian warisan ini maka ahli waris yang peringkat kekerabatannya berada dibawahnya tidak mendapatkan bagian. Dasar pembegian ini adalah perintah Rasulullah saw:
أَلْحِقُوا الفَرَئِضَ بِأَهْلِهَا فَمَا بَقِيَ فَلاَوْلَى رَجُلٍ ذَكَرٍ (متفق عليه
Artinya: “Berikanlah bagian-bagian tertentu  kepada ahli waris yang berhak, maka sisanya untuk ahli waris laki-laki yang utama.” (Muttafaq ‘alaih)
Dari kelompok ashbul al-furud ada yang tidak mempunyai bagian tertentu dengan kata lain tidak ditegaskan baik dalam al-Qur’an maupun asunnah, ahli waris yang demikian ini dinamakan dengan ashabah. Ahli waris ashabah ini menunggu sisa pembagian dari ahli waris yang telah ditentukan bagiannya, dan keistimewaan ashabah ini dapat mengabisi seluruh, jika ahli waris yang ditentukan bagiannya sudah mengambil apa yang menjadi haknya
Ashabah secara umum terbagi menjadi tiga yaitu Ashabah bi nafsi, Ashabah bi al ghair, Ashabah ma’a al-ghairi, dengan penjelasan sebagai berikut :
(a)      Ashabah bi nafsi, Yaitu ahli waris yang karena kedudukan dirinya sendiri berhak menerima bagian ashabah. Ahli waris kelompok ini semuanya laki-laki, kecuali mu’tiqah (orang perempuan yang memerdekakan hamba sahaya), yaitu :
(1)     Anak laki-laki
(2)     Cucu laki-laki dari garis laki-laki
(3)      Bapak
(4)     Kakek (dari garis bapak)
(5)      Saudara laki-laki sekandung
(6)     Saudara laki-laki seayah
(7)     Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung
(8)     Anak laki-laki saudara laki-laki seayah
(9)     Paman sekandung
(10) Paman seayah
(11) Anak laki-laki paman sekandung
(12) Anak laki-laki paman seayah
(13) Mu’tiq dan mu’tiqah
Dalil pewarisan mereka adalah firman Allah SWT :
يُوصِيكُمُ اللهُ فِى اَوْلاَدِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِ......
Terjemahnya: “Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadammu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan…..” (an-Nisaa’:11)
(b)     Ashabah bi al ghair, Yaitu ahli waris yang menerima bagian sisa karena bersama-sama dengan ahli waris yang telah menerima bagian sisa apabila ahli waris penerima sisa tidak ada maka ia tetap menerima bagian tertentu ahli waris penerima ashabah bi al-ghair tersebut adalah:
(1)     Anak perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki.
(2)     Cucu perempuan garis laki-laki bersama dengan cucu laki-laki garis laki-laki.
(3)     Saudara perempuan sekandung bersama saudara laki-laki sekandung.
(4)     Saudara perempuan seayah bersama dengan saudara laki-laki seayah.
Ketentuan yang berlaku, apabila mereka bergabung menerima bagian ‘ashabah. Maka bagian ahli waris laki-laki adalah dua kali bagian perempuan. Dasarnya adalah firman Allah Swt:
وَاِنْ كَانُوْا اِخْوَةً رَّجَالاً وَنِسَاءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظَّ الأُنْثَيَيْنِ (النساء)
Terjemahnya:“jika mereka beberapa orang saudara laki-laki dan perempuan, maka untuk seorang laki-laki sebanyak bagian dua orang perempuan…” (An-Nisa’: 176).
(c)      Ashabah ma’a al-ghair, Yaitu ahli waris yang menerima bagian sisa karena bersama-sama dengan ahli waris lain yang tidak menerima bagian sisa. Apabila ahli waris lain tidak ada, maka ia menerima bagian tertentu (al-furudl al-muqaddarah). Ahli waris yang menerima bagian ashabah ma’a al-ghair adalah :
(1)     Saudara perempuan sekandung (seorang atau lebih) bersama dengan anak perempuan atau cucu perempuan garis laki-laki (seorang atau lebih).
(2)     Saudara perempuan seayah (seorang atau lebih) bersama dengan anak atau cucu perempuan (seorang atau lebih).
Ashabah karena sebab, Yang dimaksud para ashabah karena sebab ialah orang-orang yang memerdekakan budak (baik budak laki-laki maupun perempuan). Misalnya, seorang bekas budak meninggal dan mempunyai harta warisan, maka orang yang pernah memerdekakannya termasuk salah satu ahli warisnya, dan sebagai ashabah. Tetapi pada masa kini sudah tidak ada lagi.
c)      Dzawi al-Arham
secara umum, Dzawil Arham berarti orang yang memiliki hubungan kekerabatan (hubungan darah) dengan orang yang meninggal, baik tergolongashabil furudh(pemilik bagian pasti) ataupun ‘ashabah, berdasarkan QS. al- Anfal :75 :
وَالَّذِينَ آمَنُوا مِنْ بَعْدُ وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا مَعَكُمْ فَأُولَٰئِكَ مِنْكُمْ ۚ وَأُولُو الْأَرْحَامِ بَعْضُهُمْ أَوْلَىٰ بِبَعْضٍ فِي كِتَابِ اللَّهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Terjeahnya: Dan orang-orang yang beriman sesudah itu kemudian berhijrah serta berjihad bersamamu maka orang-orang itu termasuk golonganmu (juga). Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
c.         Dilihat dari kedekatan hubungan
Di dalam Ilmu Faraidh dikenal istilah hajib  dan mahjub. Arti kata hajib asalnya bermakna "Penjaga Pintu"' secara istilah definisnya adalah keluarga si mati yang meghalangi atau mendinding keluarga lain yang sekerabat untuk beroleh pusaka. Sementara arti Mahjub adalah seseorang yang terhalangi menerima warisan karena adanya ahli waris yang hubungan kekerabatan yang lebih dekat dan lebih kuat kedudukannya. Dalil yang membenarkan masalah hajib dan mahjub sebagai aturan kewarisan dalam islam adalah surat An-nisa’ : 176:[4]
يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ اللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِي الْكَلَالَةِ ۚ إِنِ امْرُؤٌ هَلَكَ لَيْسَ لَهُ وَلَدٌ وَلَهُ أُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَ ۚ وَهُوَ يَرِثُهَا إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهَا وَلَدٌ ۚ فَإِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثَانِ مِمَّا تَرَكَ ۚ وَإِنْ كَانُوا إِخْوَةً رِجَالًا وَنِسَاءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ ۗ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ أَنْ تَضِلُّوا ۗ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Terjemahnya: Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan, maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Dalam pembagian waris disini hijab atau hajib dibagi menjadi dua yaitu:
(a)    Hijab Bilwashfi (hijab dengan sifat), yaitu menghalangi seorang ahli waris mendpatkan warisan karena sebab perbudakan, berlainan agama dan pembunuhan.
(b)   Hijab Bisyakhsi, seorang ahli waris terhalang mendapatkn warisan karena ada ahli waris yang lebih kuat atau lebih dekat dengan si mayit daripada orang tersebut. Hijab Bisyakhsi dibgi menjadi dua, yakni hijab nuqshan dan hijab hirman.
1)      Hijab Nuqshan
Hijab nuqshan ialah terhalangnya seseorang yang menerima pusaka yang banyak, berpindah kepada fardgunya yang kurang karena ada seseorang yang lain. Seperti suami dari setengah menjadi seperempat dan istri dari seperempat menjadi seperdelapn, dan ibu dari sepertiga menjadi seperenam karena ada anak yang mendapat pusaka dari yang meninggal.Jadi, hijab nuqshan adalah penghalang yang menyebabkan berkurangnya bagian seorang ahli waris, dengan kata lain berkurangnya bagian yang semestinya diterima oleh seorang ahli waris karena ada ahli waris lain.
Ahli waris yang menjadi hajib pada hijab Nuqson adalah :
(a)    Anak laki-laki atau cucu laki-laki
(1)      Ibu dari 1/3 menjadi 1/6
(2)     Suami dari ½ menjadi ¼
(3)     Istri ¼ menjadi 1/8
(4)     Ayah dari seluruh atau sisa harta menjadi 1/6
(5)     Kakek dari seluruh atau sisa harta menjadi 1/6
(b)    Anak perempuan
(1)     Ibu dari 1/3 menjadi 1/6
(2)     Suami dari ½ mebjadi ¼
(3)     Istri ¼ menjadi 1/8
(4)     Bila anak perempuan hanya satu orang, maka cucu perempuan dari ½ menjadi ¼
(c)     Cucu perempuan
(1)     Ibu dari 1/3 menjadi 1/6
(2)     Suami dari ½ mebjadi ¼
(3)     Istri ¼ menjadi 1/8
(4)     Beberpa orang saudara dalam segala bentuknya mengurangi bagian ibu dari 1/3 menjadi 1/6
(5)     Saudara perempuan kandung. Dalam kasus ini hanya seorang diri dan tidak bersama anak atau saudara laki-laki, maka ia mengurangi hak saudara perempuan seayah dari ½ menjadi 1/6.

2)      Hijab Hirman
Hijab hirman ialah terhalangnya seseorang menerima pusaka karena ahli waris yang lain lebih utama darinya untuk mendapatkan warisan. Dan seseorang mempunyai hak dan ahliyah menerima pusaka apabila ada sesuatu sebab menerima pusaka, seperti kekerabatan, serta cukup syarat-syaratnya dan terhindar dari segala penghalang-penghalang pusaka.Jadi, dengan kata lain Hijab hirman yaitu terhijabnya seorang ahli waris dalam memperoleh seluruh bagian lantaran ada ahli waris lain yang lebih dekat. Jadi orang yang termahjub tidak mendapatkan bagian apapun karena adanya hajib.
Pembagiannya adalah sebagai berikut:
(1)     Kakek, terhalang oleh : ayah
(2)     Nenek dari ibu, terhalang oleh :ibu
(3)     Nenek dari ayah, terhalang oleh :ayah dan ibu
(4)     Cucu laki-laki garis laki-laki terhalang oleh :anak laki-laki
(5)     Cucu perempuan garis laki-laki terhalang oleh :anak laki-laki dan anak perempuan dua orang atau lebih
(6)     Saudara sekandung (laki-laki/perempuan) terhalang oleh :anak laki-laki, cucu laki-laki, dan ayah
(7)     Saudara seayah (laki-laki/perempuan) terhalang oleh :anak laki-laki, cucu laki-laki, ayah, saudara sekandung laki-laki, saudara sekandung perempuan bersama anak/cucu perempuan
(8)     Saudara seibu (laki-laki/perempuan) terhalang oleh :anak laki-laki dan anak perempuan cucu laki-laki dan cucu perempuan ayah, dan juga kakek
(9)     Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung terhalang oleh :anak laki-laki cucu laki-laki ayah atau kakek saudara laki-laki sekandung atau seayah saudara perempuan sekandung atau seayah yang menerima ‘asabah ma’al ghair
(10) Anak laki-laki saudara seayah terhalang oleh :anak laki-laki atau cucu laki-laki ayah atau kakek saudara laki-laki sekandung atau seayah anak laki-laki saudara laki-laki sekandung saudara perempuan sekandung atau seayah yang menerima ‘asabah ma’al ghair
(11) Paman sekandung terhalang oleh :anak atau cucu laki-lakiayah atau kakeksaudara laki-laki sekandung atau seayahanak laki-laki saudara laki-laki sekandung atau seayahsaudara perempuan sekandung atau seayah yang menerima asabah ma’al ghair
(12) Paman seayah terhalang oleh :anak atau cucu laki-laki ayah atau kakeksaudara laki-laki sekandung atau seayahanak laki-laki saudara laki-laki sekandung atau seayahsaudara perempuan sekandung atau seayah yang menerima asabah ma’al ghairpaman sekandung
(13) Anak laki-laki paman sekandung terhalang oleh :anak atau cucu laki-lakiayah atau kakeksaudara laki-laki sekandung atau seayahanak laki-laki saudara laki-laki sekandung atau seayahsaudara perempuan sekandung atau seayah yang menerima asabah ma’al ghairpaman sekandung atau seayah
(14) Anak laki-laki paman seayah terhalang oleh :anak atau cucu laki-lakiayah atau kakeksaudara laki-laki sekandung atau seayah anak laki-laki saudara laki-laki sekandung atau seayahsaudara perempuan sekandung atau seayah yang menerima asabah ma’al ghairpaman sekandung atau seayah.


BAB III
PENUTUP

A.           Kesimpulan
Kata “ahli waris” dalam bahasa arab disebut “الوارث “ yang secara bahasa berarti keluarga tidak secara otomatis ia dapat mewarisi harta peninggalan pewarisnya yang meninggal dunia. Sedangkan pengertian ahli waris (الوارث ) secara istilah adalah orang yang menerima atau memiliki hak warisan dari tirkah(harta peninggalan) orang yang meninggal dunia (pewaris).
Ahli waris dapat dibedakan menjadi tiga macam diantaranya Ahli waris yang dilihat dari segi jalur yang dilalui yaitu nasabiyah, dan Ahli waris sababiyah. Apabila dilihat dari segi bagian-bagian yang diterima mereka, ahli waris dapat dibedakan kepada, Ahli waris ashab al-furudl, Ahli waris ‘ashabah , dan Ahli waris ddzawi al-arham. Apabila dilihat dari jauh dekatnya hubungan kekerabatannya sehingga yang dekat lebih berhak menerima warisan daripada yang jauh, dapat dibedakan menjadi Ahli waris hajib dan Ahli waris mahjub

B.            Saran
tiada gading yang tak retak karena sesungguhnya kesempurnaan hanya milik allak semata kritik dan saran sangat dibutuhkan untuk lebih maju kedepannya semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembacanya.











Daftar Pustaka

Ash-shidieqie, Hasbi. 1992. Hukum-hukum fiqh islam. Jakarta: Bulan Bintang
Rasyid, Sulaiman. 2003. Ilmu fara’idh . Bandung: Sinar Baru Algensindo
Saebani, Beni Ahmad. 2009, fiqih mawaris, Bandung: Pustaka Setia
Projodikoro, Wirjono. 1991, hukum warisan di indonesia, Bandung: Sumur Bandung


[1] Beni Ahmad Soebani, Fiqh Mawaris (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hl.125
[2] Sulaiman Rosyid, Ilmu Faraid (Bandung: Sinar Baru Aglensindo, 2003), hl.115
[3] Hasbi Ash-Sidiqie, Hukum-Hukum Warisan Fiqh Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), hl.129
[4] Wirjono Projodikoro, Hukum Warisan Di Indonesia (Bandung: Sumur Bandung, 1991), hl.135